30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Propam Harus Utamakan Pembinaan

Di tengah merosotnya kepercayaan masyarakat akibat lambatnya proses hukum yang dilakukan, seperti lambannya penanganan korupsi di Dinas Bina Marga Medan oleh Poldasu. Profesionalisme kepolisian pun kembali diuji dengan aksi kekerasan yang dilakukan seorang Kanit Reskrim Polsekta Medan Labuhan AKP Octavianus terhadap seorang wartawan. Ditambah lagi, 50 persen pengaduan yang diterima Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medann menyoroti keprofesionalan kepolisian.

Seperti apa Ketua Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Sumatera Utara Anuar Shah yang akrab disapa Aweng ini menyikapi masalah tersebut? Berikut petikan wawancara Sumut Pos Indra Juli Hutapea dengan Anuar Shah, Senin (25/7)

Dari 130 pengaduan masyarakat di LBH Medan, 50 persen menyoroti kinerja kepolisian. Bagaimana Anda memandang hal tersebut?
Menurut saya, sebenarnya kinerja kepolisian saat ini sudah baik dibanding dulu. Secara kelembagaan, mereka sudah memperlihatkan keprofesionalannya. Meskipun masih banyak yang harus dilakukan, hal itu harusnya disambut baik oleh masyarakat. Karena bagaimana pun perubahan itu tidak bisa secepat membalikkan tangan, butuh waktu.

Anda menyebut sudah lebih baik, dalam hal apa?
Dari penanganan kasus-kasus yang menjadi prioritas di Kota Medan, saya pikir kepolisian sudah bekerja dengan baik. Begitu juga dengan penanganan pengaduan yang dulunya terkesan lamban, sudah lebih cepat. Beberapa kasus pembunuhan yang belakangan ini terjadi di Kota Medan diatasi dengan cepat. Terlebih dengan semboyan Kapoldasu terdahulu, Pak Oegroseno, “Jangan ada darah dan air mata di kantor polisi” mulai dilaksanakan kok.

Lalu bagaimana dengan kasus penganiayaan wartawan yang notabene merupakan mitra kepolisian, atau lambannya penanganan korupsi di Dinas Bina Marga Medan?
Ini memang kendala dalam sebuah perubahan. Yaitu keberadaan oknum yang tidak bisa memahami dan menyesuaikan diri dengan keinginan organisasi dan pimpinan. Kalau oknum tersebut paham profesionalisme yang ingin dicapai, tak mungkin dia berani menganiaya rekan sejawatnya. Begitu juga dengan petugas yang menangani korupsi Dinas Bina Marga yang juga prioritas.

Apakah kasus penganiayaan tersebut bisa dituntaskan di tengah kencangnya aparat kepolisian melindungi anggotanya, sekalipun sudah melakukan pelanggaran kode etik?
Asalkan bukti cukup, saya yakin kepolisian akan memproses kasus tersebut. Apalagi wartawan adalah penyampai informasi yang harus bebas dari intervensi apa pun. Dalam hal ini Propam juga harus lebih masuk ke dalam untuk pembinaan anggota kepolisian. Didukung dengan pengawasan dari rekan-rekan media terhadap perkembangan penanganan yang tengah dijalankan.

Anda optimis profesionalisme dapat diwujudkan?
Dari proses rekrutmen yang dilakukan, saya yakin hal itu dapat diwujudkan. Dengan melihat tingkat pendidikan saat penerimaan. Tidak seperti dulu tamat Sekolah Dasar (SD) pun bisa, sekarang kan minimal Sekolah Menengah Atas (SMA). Tentunya dengan sanksi tegas terhadap setiap aparat yang nakal. (*)

Di tengah merosotnya kepercayaan masyarakat akibat lambatnya proses hukum yang dilakukan, seperti lambannya penanganan korupsi di Dinas Bina Marga Medan oleh Poldasu. Profesionalisme kepolisian pun kembali diuji dengan aksi kekerasan yang dilakukan seorang Kanit Reskrim Polsekta Medan Labuhan AKP Octavianus terhadap seorang wartawan. Ditambah lagi, 50 persen pengaduan yang diterima Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medann menyoroti keprofesionalan kepolisian.

Seperti apa Ketua Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Sumatera Utara Anuar Shah yang akrab disapa Aweng ini menyikapi masalah tersebut? Berikut petikan wawancara Sumut Pos Indra Juli Hutapea dengan Anuar Shah, Senin (25/7)

Dari 130 pengaduan masyarakat di LBH Medan, 50 persen menyoroti kinerja kepolisian. Bagaimana Anda memandang hal tersebut?
Menurut saya, sebenarnya kinerja kepolisian saat ini sudah baik dibanding dulu. Secara kelembagaan, mereka sudah memperlihatkan keprofesionalannya. Meskipun masih banyak yang harus dilakukan, hal itu harusnya disambut baik oleh masyarakat. Karena bagaimana pun perubahan itu tidak bisa secepat membalikkan tangan, butuh waktu.

Anda menyebut sudah lebih baik, dalam hal apa?
Dari penanganan kasus-kasus yang menjadi prioritas di Kota Medan, saya pikir kepolisian sudah bekerja dengan baik. Begitu juga dengan penanganan pengaduan yang dulunya terkesan lamban, sudah lebih cepat. Beberapa kasus pembunuhan yang belakangan ini terjadi di Kota Medan diatasi dengan cepat. Terlebih dengan semboyan Kapoldasu terdahulu, Pak Oegroseno, “Jangan ada darah dan air mata di kantor polisi” mulai dilaksanakan kok.

Lalu bagaimana dengan kasus penganiayaan wartawan yang notabene merupakan mitra kepolisian, atau lambannya penanganan korupsi di Dinas Bina Marga Medan?
Ini memang kendala dalam sebuah perubahan. Yaitu keberadaan oknum yang tidak bisa memahami dan menyesuaikan diri dengan keinginan organisasi dan pimpinan. Kalau oknum tersebut paham profesionalisme yang ingin dicapai, tak mungkin dia berani menganiaya rekan sejawatnya. Begitu juga dengan petugas yang menangani korupsi Dinas Bina Marga yang juga prioritas.

Apakah kasus penganiayaan tersebut bisa dituntaskan di tengah kencangnya aparat kepolisian melindungi anggotanya, sekalipun sudah melakukan pelanggaran kode etik?
Asalkan bukti cukup, saya yakin kepolisian akan memproses kasus tersebut. Apalagi wartawan adalah penyampai informasi yang harus bebas dari intervensi apa pun. Dalam hal ini Propam juga harus lebih masuk ke dalam untuk pembinaan anggota kepolisian. Didukung dengan pengawasan dari rekan-rekan media terhadap perkembangan penanganan yang tengah dijalankan.

Anda optimis profesionalisme dapat diwujudkan?
Dari proses rekrutmen yang dilakukan, saya yakin hal itu dapat diwujudkan. Dengan melihat tingkat pendidikan saat penerimaan. Tidak seperti dulu tamat Sekolah Dasar (SD) pun bisa, sekarang kan minimal Sekolah Menengah Atas (SMA). Tentunya dengan sanksi tegas terhadap setiap aparat yang nakal. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/