JAKARTA-Tarif tenaga listrik (TTL) baru untuk enam golongan konsumen dipastikan bakal berlaku pada 1 Juli 2014 nanti. Hal tersebut seiring kesepakatan pemerintah dengan DPR untuk menekan subsidi listrik Indonesia. Pihak pemerintah pun menjamin tak akan ada efek signifikan terhadap ekonomi Indonesia.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman menyatakan, peraturan menteri (permen) ESDM terkait kenaikan TTL enam golongan tinggal menunggu tanda tangan dari Menteri Jero Wacik. Menurutnya, penekenan permen tersebut dilakukan akhir bulan Juni. “Permen sebentar lagi akan diteken oleh Pak Menteri. Akhir Juni ini,” ujarnya saat coffee morning di Jakarta kemarin (27/6).
Dalam keputusan tersebut, lanjut dia, enam golongan bakal mengalami kenaikan secara bertahap selama tiga kali. Tak hanya konsumen bisnis, konsumen rumah tangga dengan daya 1.300 volt ampere pun ikut naik. Tarif yang semula senilai Rp979 per kilo watt per jam (kwh) bakal naik 11,36 persen per kenaikan. Pada tahap awal, pemerintah bakal menetapkan tarif baru Rp964 per kw pada Selasa pekan depan (1/7). Kemudian, tarif tersebut bakal naik lagi menjadi Rp 1.075 per kwh Per 1 September. Tarif tahap akhir bakal berlaku per 1 November dengan nilai Rp1.200 per kwh.
“Pelanggan R1 1300 VA itu ada di garis pemakaian listrik untuk kenyamanan (satisfaction) Sudah bisa memasang barang mewah seperti AC (air conditioner/pendingin udara). Karena itu tidak dapat subisidi. Sedangan, pelanggan 450-900 va masih banyak sekali masyarakat yang belum mampu. Listrik masih dipakai hanya untuk kebutuhan dasar,” jelasnya.
Dia menambahkan, kenaikan tarif listrik juga dilakukan untuk memperbaiki arus kas PT PLN. Saat ini, PT PLN memang sedang mengalami kesulitan finansial. Akibatnya, kinerja investasi dan pengembangan infrastruktur pun lebih ikut mandek. “Di Jawa saja, daftar tunggu Industri sudah mencapai 300 MW. Belum lagi diluar Jawa. Disamping itu, 50 juta lebih masyarakat Indonesia yang belum menikmati listrik. Itu 19,5 persen dari total jumlah penduduk Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Manajemen Risiko PT PLN (Persero) Murtaqi Syamsuddin menyampaikan, langkah tersebut bisa menyehatkan kinerja keuangan. Pasalnya, hal ini bakal mengurangi porsi subsidi dalam pendapatan perusahaan. “Kalau enam golongan ini naik tahun depan porsinya pendapatannya akan bergeser. Dari pelanggan 78 persen dari subsidi 22 persen,” terangnya.
Dengan komposisi pendapatan tersebut, rating lembaga pemeringkat internasional bakal kemungkinan bisa meningkat. Dengan kata lain, PLN lebih mudah dalam mencari pendanaan. “Tahun lalu kan lembaga pemeringkat Standard & Poor (S&P) menaikkan rating PLN satu knot. Kalau naik lagi bisa saja. Prinsipnya, tarif PLN sudah keekonomian; subsidi minimum; dan penyesuaian harga diterapkan, bisa saja investment grade. Nanti, kalau pinjam bunganya lebih rendah,” imbuhnya.
Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun menambahkan, saat ini sudah ada 12 golongan yang mencapai tarif keekonomian dari total 37 golongan. Secara jumlah, sudah ada 19 persen pelanggan dari total 55,2 juta pelanggan yang sudah membayar listrik dengan tarif keekonomian. “Pelanggan yang sudah membayar listrik dengan tarif keekonomian ini mengkonsumsi 66 persen listrik. Total penjualan biasanya mencapai 16,7 tera watt per jam (twh) per bulan,” ungkapnya.
Sebelumnya, pemerintah memang berencana untuk menaikkan enam golongan konsumen dalam tiga tahap pada 2014. Upaya itu dilakukan untuk memperbaiki kinerja subsidi listrik dan PT PLN. Golongan tersebut terdiri dari konsumen industri I-3 non terbuka dengan 11,57 persen per tahap; konsumen pemerintah P2 dengan kenaikan 5,36 persen per tahap; konsumen rumah tangga R2 3.500-5.000 va dengan kenaikan 5,7 persen per tahap; konsumen rumah tangga R1 2.200 va dengan jumlah 10,43 persen per tahap; konsumen pemerintah P3 dengan kenaikan 10,69 persen per tahap; dan konsumen rumah tangga R1 1.300 va dengan kenaikan 11,36 persen per tahap. (bil)