SUMUTPOS.CO- Dugaan ijazah palsu masuk ke ranah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Keabsahan ijazah yang digunakan PNS pun diragukan hingga menteri terkait memberikan instruksi agar ijazah seluruh PNS di Indonesia ini dicek ulang. Jika ketahuan palsu, jabatan yang bersangkutan akan dicopot dan pangkatnya diturunkan satu tingkat.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN-RB) Yuddy Chrisnandi mengatakan, pihaknya sudah meminta kepada Sekretaris Kemenpan untuk membuat surat edaran yang akan diteruskan kepada seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Isinya, agar seluruh inspektorat melakukan pengecekan ulang terhadap ijazah PNS. Selain MenPAN-RB, Menristek Dikti M Nasir juga telah mengeluarkan surat edaran untuk hal yang sama.
“Sebagaimana tadi disampaikan pihak yang paling dirugikan adanya ijazah palsu ini adalah pemerintah. Karena, apabila PNS menggunakan ijazah palsu berkonsekuensi terhadap kepangkatan, formasi, dan penghasilan yang diberikan atau dikeluarkan oleh negara,” kata Yuddy dalam konferensi pers di kantor Menristek Dikti, Jakarta, Selasa (26/5).
“Apabila PNS menggunakan ijazah palsu, Yuddy menjelaskan, negara dirugikan karena sudah mengeluarkan uang untuk mereka. Mereka tidak layak menerima uang negara. “Oleh karena itu, akan kami tertibkan melalui pengecekan ulang terhadap ijazah-ijazah seluruh PNS,” ujarnya.
Yuddy menyatakan, PNS yang secara sadar menggunakan ijazah palsu akan mendapatkan sanksi administratif berupa pencopotan dari jabatan. Aturan tersebut, kata dia, sesuai dengan peraturan pemerintah terkait disiplin PNS. “Jabatannya dicopot lalu pangkatnya diturunkan satu tingkat. Itu sanksi administratifnya sesuai dengan peraturan pemerintah tentang disiplin PNS,” ucapnya.
Yuddy menuturkan, Kementerian PAN-RB sudah menginstruksikan kepada inspektorat kementerian untuk melakukan pengecekan ulang kepada seluruh PNS di Kemenpan terkait dengan ijazah mereka.ý
“Sebagaimana ada beberapa Perguruan Tinggi yang mengeluarkan ijazah palsu,” tegasnya.
Namun, apa yang diungkapkan Menteri Yuddi meneruskan apa yang dimaui Menteri Nasir, malah berseberangan dengan ‘anak buahnya’. Kebijakan tersebut dinilai tidak akan berjalan efektif. Pasalnya, untuk meneliti sekitar dua jutaan PNS sarjana butuh waktu panjang.
“Tidak masalah kalau Menristek dan Dikti akan memeriksa ijazah seluruh PNS sarjana. Tapi apakah sudah dipikirkan dampaknya?” kata Rusdianto, tim ahli Menteri Pendagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Selasa (26/5).
Dia menyebutkan, saat ini banyak PNS yang resah dan was-was bila kedapatan ijazahnya hasil ‘tembakan’. Bila sudah begitu kinerjanya pun merosot sehingga merugikan negara. “Perlu dicarikan solusi yang tepat. Pemeriksaan itu akan memakan proses panjang dan menelan anggaran juga. Harusnya benahi sistemnya dulu,” terangnya.
Selain itu dengan adanya UU ASN, setiap PNS diwajibkan menjalani pendidikan dan pelatihan dengan biaya instansi bersangkutan. Cara ini dinilai mengurangi penggunaan ijazah palsu oleh PNS.
Senada itu Kabag Informasi Publik KemenPAN-RB Suwardi menyatakan, masih banyak tugas pemerintah yang lebih penting ketimbang mengurus ijazah palsu. Apalagi ini sudah bukan hal baru.
“Untuk apa mengungkit masa lalu, yang harus dilihat ke depannya mau dibuat seperti apa. Kalau saya dulu mendapatkan jabatan melalui proses tes,” ucapnya.
Soal pengecekan ijazah ini, Kapolri Badrodin Haiti memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, polri tak perlu melakukan pengecekan ijazah. Sebab, ijazah sipil atau ijazah yang diperoleh dari kuliah di PT tidak akan berpengaruh pada kenaikan jabatan di jajarannya.””Kalau di sipil itu digunakan untuk kenaikan pangkat. Kalau polisi kan tidak,” tuturnya.
Dia menjelaskan, untuk memperoleh kenaikan pangkat di Polri maka yang harus ditempuh berupa sekolah kedinasan. Dicontohkan olehnya, untuk posisi Kepala Polisi Resor (Kapolres) misalnya. Seorang anggota polisi harus menamatkan Sekolah Staf dan Pimpinan (Sespim) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas). “Mau jadi perwira, tidak perngaruh kalau tidak sekolah perwira dulu,” tegasnya.
Diakui Badrodin, isu ijazah palsu ini bukan kali pertama. Namun, tidak adanya pelaporan membuat pihaknya sulit bergerak untuk menindak. Oleh karenanya, pengaduan yang dilakukan saat ini sangat diapresiasi olehnya. Dengan demikian, pihaknya bisa dengan cepat menindaklanjuti apa yang terjadi. “Selain itu masyarakat Indonesia kan biasanya latah. Satu lapor, lain pasti ikut lapor. Jadi akan membatu,” urainya.
Kopertis Sumut Siap
Dari Medan, Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah I Sumatera Utara siap memeriksa keaslian ijazah PNS atau dosen PNS DPK (dosen PNA yang diperbantukan di Perguruan Tinggi Swasta di Sumut). “Langkah menteri itu baik dan patut diapresiasi. Saat ini di Sumut ada 8 ribu dosen PTS yakni dosen tetap yayasan, DPK dan dosen tidak tetap. Untuk dosen DPK berjumlah 900 orang,” beber Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut Dian Armanto kepada wartawan, Selasa (26/5).
Oleh itu pihaknya akan memeriksa ke-900 orang PNS tersebut. Selain menyambut baik langkah kementerian itu, Kopertis menurutnya siap membantu memeriksa seluruh ijazah PNS yang ada di PTS. “Kami hanya akan meminta ijazah asli mereka, memeriksanya dan selanjutnya mengirimkannya kepada kementerian,” ujarnya pria berkacamata tersebut.
Sedangkan, dari jumlah 8.000 dosen tersebut, 3300 orang diantaranya menurut Dian, masih mengantongi ijazah strata satu (S1). Dan dari jumlah itu pula, 30 persen diantaranya merupakan dosen yang memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Selain dosen NIDN, dosen S1 yang ada saat ini terancam tidak bisa mengajar kembali pada tahun depan, lantaran sesuai amanat Pasal 46 Undang- Undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah (PP) No 37 tahun 2009 tentang Dosen yang menyebutkan pada 2016 mendatang, dosen S1 tidak lagi dibenarkan mengajar mahasiswa program S1.
Dian lebih lanjut menyebutkan, dari 3300 dosen tersebut saat ini belum ada yang mengajukan diri untuk melanjutkan ke program S2. Padahal pengajuan diri tersebut menurutnya dapat membantu para dosen agar tetap bisa mengajar. “Saat ini, dosen yang punya NIDN-lah yang bisa diupayakan meraih beasiswa S2,” bebernya.
Pada perkembangan lain terkait ijazah ilegal yang dikeluarkan dua PTS bodong di Medan, Dian Armanto juga tidak menampik ada PTS yang terdaftar namun mengeluarkan ijazah bodong. “Dia kuliah, terdaftar, PTS-nya terdaftar, dan punya ijazah, itu legal. Selain itu, dia terdaftar, tidak kuliah tapi punya ijazah, itu bodong. Ada juga, dia tidak terdaftar tapi kuliah, itu bodong. Yang paling parah, dia tidak kuliah, tidak terdaftar, PTS-nya tidak terdaftar,” ungkapnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, kata Dian, pihaknya sudah memberikan instruksi kepada PTS untuk memberikan laporan setiap semester (April dan Agustus). “Jadi PTS yang tidak melaporkan mahasiswanya secara rutin, itulah yang akan kami pertanyakan,” pungkasnya. (gil/esy/jpnn/prn/rbb)