JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sentilan sekaligus pujian dari Presiden Joko Widodo ke Bambang Soesatyo karena sering megeluarkan kritik pedas ke pemerintah tak membuat politikus Partai Golkar itu jera. Setelah kemarin (8/8) Jokowi -sapaan Joko Widodo- menyentil Bambang dalam acara pelantikan kepengurusan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), hari ini (9/8) politikus yang dikenal dengan nama panggilan Bamsoet itu kembali mengkritik pemerintah.
Kali ini, Bamsoet meminta Jokowi dan partai politik pengusungnya jangan lagi membuat kebisingan dengan menggoreng isu-isu yang tidak berkaitan dengan persoalan ekonomi rakyat. Anggota DPR RI itu menyarankan agar Jokowi dan partai pengusungnya fokus memperbaiki perekonomian yang salah urus.
Bamsoet menyebut salah satu hal yang salah urus adalah lambatnya penyerapan anggaran. “Hingga akhir Juli 2015, realisasi belanja negara baru Rp 913,5 triliun atau 46 persen dari pagu belanja Rp 1.984 triliun. Volume belanja barang dan belanja modal masih sangat rendah,” katanya, Minggu (9/8).
Dengan sisa waktu kurang dari empat bulan menuju akhir 2015, sebagian besar dari sisa anggaran belanja yang Rp 1000 triliun itu nampaknya makin sulit terserap semuanya karena dua alasan. Pertama, kesibukan menyelenggarakan pilkada serentak tahun ini. “Kedua, nomenklatur kementerian dan lembaga yang tak kunjung selesai,” ujar anggota sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR itu.
Salah satu bukti lain tentang salah urus adalah dana pemda yang mengendap hingga Rp 273 triliun. Dana sebesar itu tidak digunakan untuk mendinamisasi pembangunan daerah, tetapi justru disimpan di bankdalam bentuk deposito.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Bamsoet menyebut kondisi itu berakibat padapertumbuhan ekonomi triwulan II-2015 hanya 4,67 persen, atau melambat dibandingkan triwulan I-2015 yang mencapai 4,72 persen. “Sehingga pertumbuhan ekonomi semester I-2015 hanya 4,70 persen,” tuturnya.
Bamsoet menilai data resmi yang disajikan BPS itu juga mengonfirmasi keresahan para pebisnis dalam negeri. Yakni adanya kelesuan di semua sektor bisnis akibat menurunnya permintaan. Kelesuan itu menyebabkan banyak perusahaan gagal bayar (default) dan pemutusan hubungan kerja. “kegelisahan itu tak hanya menyelimuti para pebisnis besar, tetapi juga para pedagang kecil,” katanya.(fas/ara/jpnn)