SUMUTPOS.CO- Jaksa Agung HM Prasetyo tampaknya gerah dengan sikap Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho yang menolak diperiksa dalam kasus dugaan korupsi bantuan dana sosial (bansos) Pemprov Sumut 2011-2013. Terlebih, Gatot juga meminta pemeriksaannya dilakukan 18 Agustus mendatang.
Semula, pemeriksaan dilakukan di gedung KPK, Kamis (13/8), namun batal karena Gatot ogah saat dijemput petugas antirasuah di Rutan Cipinang. Prasetyo, mantan anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem itu, menilai sikap Gatot itu tidak wajar. Ditegaskan, yang menentukan jadwal pemeriksaan adalah penyidik Satgassus Kejagung, bukan Gatot yang masih berstatus sebagai saksi perkara bansos.
“Saya tegaskan, dalam hal pemeriksaan kami yang menentukan, bukan dia,” kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, kemarin (14/8).
Meski demikian, Prasetyo juga memastikan bahwa pihaknya kali ini masih menuruti permintaan Gatot. Jadi, pemeriksaan perdana Gatot dalam kasus bansos akan dilakukan pada 18 Agustus mendatang.
“Kemarin (Kamis, 13/8) kan menolak untuk diperiksa dan minta minggu depan, maka kami tunggu,” kata dia.
Sementara, terkait permintaan agar kasus bansos ditangani bersama dengan KPK, Prasetyo menolaknya. Dia mengatakan, kejagung masih sanggup menangani sendiri kasus ini. Menurutnya, penanganan kasus ini tidak lah sulit. “Kalau kamu yang nyidik mungkin susah,” cetusnya.
Menyikapi alasan penolakan Gatot diperiksa Kejagung karena Jaksa Agung HM Prasetyo berasal dari Partai NasDem, pengamat politik asal Universitas Sumatera Utara (USU) Dadang Darmawan mengatakan, berdasarkan aspek politik, alasan penolakan itu adalah kewajaran. Menurut Dadang, kalau dihubungkan jaksa agung yang berasal dari NasDem, kemudian proses hukum yang tengah dijalani Gatot Pujo Nugroho, wajar saja conflict interest tersebut menjadi alasan.
“Sekali pun menurut saya, hal (alasan) itu tidak perlu terjadi. Selaku warga negara yang baik Gatot harus patuhi hukum. Bahwa dirinya yang berproses sebagai saksi dalam dugaan bansos ini, mengikuti instruksi tersebut. Pak Gatot saya kira harus bisa fair melihat ini, mana yang perlu disampaikan ya disampaikan saja ke penyidik,” ujarnya kepada Sumut Pos, tadi malam.
Secara politis, kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU ini lagi, kewajaran alasan penolakan Gatot adanya korelasi antara jaksa agung dengan Wagub selaku Pelaksana Tugas Gubernur Tengku Erry Nuradi yang sama-sama berasal dari NasDem. “Informasi yang disampaikan Tengku Erry (saat jadi saksi di Kejagung) berkaitan dengan bansos kepada kader-kader NasDem, bisa jadi ada menimbulkan conflict of interest di Kejaksaan Agung. Jadi secara politis ada kaitan,” terangnya.
Dalam konteks ini, menurut Dadang, setiap warga negara yang berurusan soal hukum menginginkan penegakan hukum dilakukan seadil-adilnya. Termasuk Gatot, yang menurut Dadang, tidak ingin diembel-embeli dengan tekanan politik dalam kasus ini. “Saya melihat itu wajar saja. Semua warga negara Indonesia bertugas mencari keadilan. Begitupun penegak hukum, juga mampu menegakkan hukum seadil-adilnya,” jelasnya.
Pandangan berbeda dikemukakan pengamat hukum Kota Medan Muslim Muis. Menurut dia, alasan Gatot menolak diperiksa penyidik Kejagung karena hal dimaksud adalah keliru. Ia menilai, posisi HM Prasetyo dalam konteks ini adalah sebagai jaksa agung, bukan politikus NasDem. “Artinya di sini jaksa agung tidak terlibat lagi di partai. Dan jaksa agung juga tidak boleh membuat keberpihakan kepada siapa yang mau diperiksa, termasuk Gatot,” ujarnya.
Pada konteks hukum, kata Muis lagi, seharusnya Gatot meminta pemeriksaan segera. Dia menyarankan kepada kuasa hukum Gatot, Razman Arif Nasution, untuk dapat segera menyatukan perkara dengan penetapan hakim.
“Dalam aspek hukum kiranya dapat memakai azas cepat, sederhana, dan berbiaya murah. Apalagi kasus ini juga sudah tampak benang merahnya. Segera diperiksa jika berkas sudah lengkap, keterangan saksi juga sudah cukup, dilimpahkan saja ke pengadilan. Ini penting menurut saya, agar masyarakat tidak curiga bahwa Jaksa Agung tidak berpihak,” tutupnya.
Sementara Erry enggan berbicara banyak. Dia hanya mengatakan, dalam kondisi Sumut saat ini, semua pihak harus tetap mengedepankan azas praduga tidak bersalah. Kemudian, sebagai negara demokrasi, sebutnya, Indonesia memiliki tiga wilayah yang tidak berhubungan atau saling menghormati satu sama lain. Ada wilayah pemerintahan, wilayah politik, dan hukum.
“Oleh karena itu ketiganya ini tentu tidak saling membawahi. Berdiri sendiri dengan tetap saling menghormati. Kita tidak bisa mencampuri persoalan hukum, yang bukan wilayah kita. Kita tidak bisa mencampuri masalah-masalah yang berada di wilayah hukum karena sepenuhnya itu adalah kewenangan aparat penegak hukum,” kata mantan Bupati Serdang Bedagai ini.
“Tentu dalam kondisi dan kejadian yang kita ketahui selama dua hari kemarin, sebagai warga negara yang taat hukum, tetap menjunjung tinggi azas praduga tidak bersalah. Termasuk soal penggeledahan dan lain sebagainya, itu masih didalami oleh penegak hukum,” tambahnya.
Erry menyatakan bahwa tidak sepenuhnya kinerja dan pelayanan pemerintah menjadi terganggu akibat penggeledahan tersebut. Begitupun dengan kegiatan lain yang menurutnya masih tetap berjalan.