SUMUTPOS.CO- Lambannya pengusulan Penjabat (Pj) kepala daerah oleh Wakil Gubernur selaku Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur HT Erry Nuradi kepada Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), memunculkan dugaan adanya tarik-menarik kepentingan politik serta besarnya ‘mahar’ yang harus disediakan para calon Pj kepala daerah tersebut.
Hal ini diungkapkan pengamat kebijakan publik, Elfenda Ananda kepada Sumut Pos, Kamis (20/8).
“Isu adanya ‘mahar’ dalam pengusulan Pj kepala daerah memang sudah berhembus kencang, dan indikasi itu semakin menguat ketika sang Plt Gubsu tidak kunjung mengusulkan nama-nama calon Pj KDh kepada Kemendagri,” kata Elfenda.
Selain isu mahar, Elfenda juga menduga adanya faktor politis ketika Plt Gubsu lambat mengusulkan nama yang akan ditunjuk menjadi Pj kepala daerah. Sebab, Tengku Ery juga masih tercatat sebagai Ketua DPW Nasdem Sumut.
“Tentu saja selain mahar, ada juga kepentingan politis dia (Tengku Erry) dalam pengusulan Pj kepala daerah sebagai pimpinan partai yang ikut menjadi peserta pilkada yang ingin menjadi pemenang,” bebernya.
Dia juga menyebutkan, rencana Erry untuk menelusuri rekam jejak para pejabat eselon II yang akan diusulkan menjadi Pj kepala daerah perlu diapresiasi. Akan tetapi, dia tidak melihat adanya urgensi dalam pengambilan keputusan tersebut. Sehingga, Elfenda lebih menyarankan agar Plt Gubsu melakukan uji publik kepada seluruh calon Pj KDh.
“Umumkan saja namanya ke publik, nanti biar publik yang menilainya sesuai dengan rekam jejaknya. Praktik ‘mahar’ sendiri akan menjadi penghambat bagi para calon Pj kepala daerah karena tidak semua daerah APBD-nya surplus, bahkan lebih banyak yang defisit. Sehingga, ketika dilantik menjadi Pj KDh, akan terus berpikir mencari uang untuk mengembalikan modalnya, imbasnya pembangunan tidak akan maksimal,” jelasnya.
Maka dari itu, Elfenda menekankan, agar pengusulan nama-nama Pejabat Eselon II yang akan ditunjuk menjadi Pj KDh lebih mengedepankan kepentingan masyarakat. “Jangan gara-gara ‘mahar’, masyarakat yang dirugikan. Apalagi Plh yang ditunjuk menggantikan kepala daerah yang habis masa jabatannya tidak akan bisa berbuat banyak, khususnya dalam mengambil kebijakan strategis,” tukasnya.
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Fitra Sumut, Rurita Ningrum. Menurutnya, indikasi tarik-menarik kepentingan serta besarnya ‘mahar’ yang harus disediakan Pj kepala daerah menjadi kendala tersendiri.
“Memang sulit dibuktikan adanya gratifikasi dalam pemilihan calon Pj kepala daerah, ini bisa dibuktikan ketika dilakukan operasi tangkap tangan (OTT), tapi isu tersebut sudah santer terdengar di mana saja,” ungkapnya.
Rurita mengaku, ketiadaan Pj Wali Kota Medan sudah sangat mempengaruhi jalannya roda pemerintahan, bahkan dalam waktu dekat rencana pengesahan P-APBD 2015 terancam molor akibat tidak adanya Pj wali kota.
Lembaga legislative, kata dia, harusnya berperan aktif menyikapi kekosongan kusri wali kota sepeninggal Dzulmi Eldin yang berakhir masa jabatannya. Bahkan, desakan politis ataupun desakan langsung dapat dilakukan para legislator yang duduk di kursi DPRD Medan. Mengingat dalam waktu dekat sudah diagendakan pengesahan P-APBD 2015.
“Pimpinan dewan bisa temui Plt Gubsu, dan mempertanyakan alasan lambatnya penunjukan Pj Wali Kota. Kalau memang sudah diusulkan, desakan bisa disampaikan langsung ke Kemendagri, yang penting pro aktif,” tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Sumut (Wagubsu) selaku Plt Gubsu Erry Nuradi menepis berbagai rumor adanya mahar yang harus dikeluarkan untuk mengambil posisi Pj wali kota/bupati. Pasalnya Sumut termasuk salah satu daerah yang terlambat mengusulkan nama-nama Pj wali kota/bupati dalam rangka Pilkada serentak Desember 2015. Menurutnya, sampai hari ini masalah calon saja belum juga dibicarakan, apalagi sampai membahas masalah mahar atau penawaran yang bersifat politis.
“Soal Pj wali kota/bupati ini, kita sedang minta petunjuk dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri. Ada beberapa petunjuk yang akan disampaikan terkait penunjukan pj tersebut,” katanya saat dikonfirmasi wartawan di Gedung DPRD Sumut, Jumat (14/8) pekan lalu. (dik/prn/adz)