25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Dokter Muda Tolak Uji Kompetensi

ilustrasi
ilustrasi

Ijazah Ditahan, RDP DPRD Sumut Tanpa Hasil
MEDAN, SUMUTPOS.CO- Para dokter muda yang ijazahnya masih tertahan di fakulktas belum juga mendapatkan kepastian. Pasalnya mereka tetap menolak untuk mengikuti ujian kompetensi yang dinilai tidak tepat.

Koordinator Pergerakan Dokter Indonesia Roni Kurniawan mengatakan pertemuan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut), Senin (31/8) belum membuahkan hasil. Sebab masih ada universitas yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut sehingga mereka menolak untuk berdialog. Akhirnya ijazah mereka tetap tertahan karena pihaknya menolak ikut ujian kompetensi mahasiswa program profesi dokter (UKMPPD).

“Kami sudah lulus menjadi dokter, kenapa harus ikut ujian kompetensi mahasiswa lagi. Harusnya ijazah kami sudah dapat diberikan,” ujar Roni kepada wartawan Selasa (1/9).

Roni mengaku kecewa terhadap pihak fakultas kedokteran yang ikut menggiring para lulusan dokter menjalani UKMPPD untuk mendapatkan sertifikat profesi. Padahal menurutnya, sertifikat itu adalah pengakuan dokter untuk melakukan praktik profesinya. Sehingga ada kesan, semua lulusan dokter harus membuka praktek klinis. Meskipun tidak semuanya bersentuhan langsung dengan pasien dan memilih bekerja di belakang meja atau nonklinis.

“Ijazah dan sertifikat profesi itu adalah lembaran dan nilai berbeda yang selama ini dianggap sama oleh pihak Kemenristek Dikti. Karena itu kami tetap akan menuntut hak kami dalam memperoleh ijazah setelah menyelesaikan program pendidikan kedokteran sesuai peraturan perundang-undangan,” sebutnya.

Selain itu, penolakan mereka terhadap UKMPPD tersebut karena perbedaan biaya di setiap fakultas kedokteran se-Indonesia. Padahal biaya yang secara resmi hanya dibebankan Rp1 juta. Pada kenyataannya, bisa sampai Rp3 juta hingga Rp9 juta. Jika tidak lulus, dibebankan kembali dengan biaya yang sama untuk ujian.

Ketua Badan Pengembangan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (BP2KB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumut dr Rizky Adriansyah SpA(K) mengatakan persoalan yang muncul saat ini berawal dari adanya dualisme Undang-Undang yang berbeda soal uji kompetensi. Dalam UU No 29/2004 tentang praktik kedokteran, uji kompetensi dilakukan terhadap dokter yang sudah dilakukan sejak 2007 lalu.

Tetapi kemudian muncul UU No 20/2013 tentang pendidikan kedokteran yang menyebutkan uji kompetensi dilakukan terhadap mahasiswa. Akhirnya menimbulkan polemik soal uji kompetensi yang bisa saja menjadi dua kali, yakni saat mahasiswa dan setelah mendapatkan profesi dokter.

”Inilah yang menjadi keresahan mahasiswa,” kata Rizky.

Diketahui masalah ini sedang yudicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun proses sidang berjalan cukup lama. Namun katanya, tetap saja penahanan ijazah tidak ada dasarnya.

Ketua Komisi E DPRD Sumut Effendi Panjaitan menilai jika dalam hal ini, ada kesan perebutan kewenangan soal uji kompetensi. (bal/rbb)

ilustrasi
ilustrasi

Ijazah Ditahan, RDP DPRD Sumut Tanpa Hasil
MEDAN, SUMUTPOS.CO- Para dokter muda yang ijazahnya masih tertahan di fakulktas belum juga mendapatkan kepastian. Pasalnya mereka tetap menolak untuk mengikuti ujian kompetensi yang dinilai tidak tepat.

Koordinator Pergerakan Dokter Indonesia Roni Kurniawan mengatakan pertemuan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut), Senin (31/8) belum membuahkan hasil. Sebab masih ada universitas yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut sehingga mereka menolak untuk berdialog. Akhirnya ijazah mereka tetap tertahan karena pihaknya menolak ikut ujian kompetensi mahasiswa program profesi dokter (UKMPPD).

“Kami sudah lulus menjadi dokter, kenapa harus ikut ujian kompetensi mahasiswa lagi. Harusnya ijazah kami sudah dapat diberikan,” ujar Roni kepada wartawan Selasa (1/9).

Roni mengaku kecewa terhadap pihak fakultas kedokteran yang ikut menggiring para lulusan dokter menjalani UKMPPD untuk mendapatkan sertifikat profesi. Padahal menurutnya, sertifikat itu adalah pengakuan dokter untuk melakukan praktik profesinya. Sehingga ada kesan, semua lulusan dokter harus membuka praktek klinis. Meskipun tidak semuanya bersentuhan langsung dengan pasien dan memilih bekerja di belakang meja atau nonklinis.

“Ijazah dan sertifikat profesi itu adalah lembaran dan nilai berbeda yang selama ini dianggap sama oleh pihak Kemenristek Dikti. Karena itu kami tetap akan menuntut hak kami dalam memperoleh ijazah setelah menyelesaikan program pendidikan kedokteran sesuai peraturan perundang-undangan,” sebutnya.

Selain itu, penolakan mereka terhadap UKMPPD tersebut karena perbedaan biaya di setiap fakultas kedokteran se-Indonesia. Padahal biaya yang secara resmi hanya dibebankan Rp1 juta. Pada kenyataannya, bisa sampai Rp3 juta hingga Rp9 juta. Jika tidak lulus, dibebankan kembali dengan biaya yang sama untuk ujian.

Ketua Badan Pengembangan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (BP2KB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumut dr Rizky Adriansyah SpA(K) mengatakan persoalan yang muncul saat ini berawal dari adanya dualisme Undang-Undang yang berbeda soal uji kompetensi. Dalam UU No 29/2004 tentang praktik kedokteran, uji kompetensi dilakukan terhadap dokter yang sudah dilakukan sejak 2007 lalu.

Tetapi kemudian muncul UU No 20/2013 tentang pendidikan kedokteran yang menyebutkan uji kompetensi dilakukan terhadap mahasiswa. Akhirnya menimbulkan polemik soal uji kompetensi yang bisa saja menjadi dua kali, yakni saat mahasiswa dan setelah mendapatkan profesi dokter.

”Inilah yang menjadi keresahan mahasiswa,” kata Rizky.

Diketahui masalah ini sedang yudicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun proses sidang berjalan cukup lama. Namun katanya, tetap saja penahanan ijazah tidak ada dasarnya.

Ketua Komisi E DPRD Sumut Effendi Panjaitan menilai jika dalam hal ini, ada kesan perebutan kewenangan soal uji kompetensi. (bal/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/