26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sidang Dugaan Korupsi BLH Langkat, Hasil Audit Tak Sesuai SPKN

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan alat ukur udara di Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkab Langkat kembali digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (3/9) siang. Dalam sidang, kemarin, menghadirkan saksi ahli Konsultan Audit Keuangan, Sudirman.

Kesaksian Sudirman mengatakan, resume hasil ekspos bukanlah hasil audit atau pemeriksaan. “Baru kali ini saya temukan resume hasil ekspos dijadikan dasar adanya kerugian keuangan negara di Pengadilan Tipikor. Bila hal ini dijadikan majelis hakim sebagai bukti adanya Tipikor, maka tidak perlu lagi ada audit atau pemeriksaan karena cukup hasil ekspos saja sebgai bukti adanya tipikor,” kata Sudirman di hadapan majelis hakim yang diketuai Robert Pasuma.

Di samping itu, kata Sudirman, laporan hasil pemeriksaan (LHP) kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut tentang pengadaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas udara di BLH Langkat tahun 2011 tidak dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang diterbitkan BPKP Sumut.

Hal ini, kata Sudirman, terbukti dengan tidak adanya komunikasi dengan auditi (yang diaudit). “Kemudian tidak mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya dan tidak meminta tanggapan auditi,” kata ahli yang juga mantan auditor BPKP ini.

Dalam standar pelaporan pemeriksaan, lanjut Sudirman, cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan telah dibuat secara wajar, lengkap dan objektif adalah dengan mendapatkan review dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab.

“Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk memberikan tanggapan tertulis terhadap temuan dan simpulan,” jelasnya.

Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim kemudian menunda sidang tersebut hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya.

Sekadar diketahui, dalam perkara ini sebanyak 13 terdakwa didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arif Harry melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp286 juta dari total anggaran senilai Rp1,1 miliar.

Dimana, kata jaksa, barang-barang yang telah dibeli tersebut tidak sesuai dengan ketentuan atau bestek proyek. Ke-13 tersebut, yakni Faisal Hadi selaku Ketua Panitia Pengadaan, Elvi Indriani selaku Sekretaris Panitia Pengadaan, Icum Susanti, Asril yusti, dan Muhidin Aswan Depari selaku Anggota Panitia Pengadaan.

Kemudian, Buyung Surbakti selaku Ketua Pemeriksa Barang, Irhamsyah Hasibuan selaku Sekretaris Pemeriksa Barang, Juli syahpitri, Teguh chridtopan, Johannes sitepu selaku anggota Pemeriksa Barang, Zubaidah selaku Bendahara Barang, dan Syafii serta Ratna Kartika selaku rekanan.(azw/btr)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan alat ukur udara di Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkab Langkat kembali digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (3/9) siang. Dalam sidang, kemarin, menghadirkan saksi ahli Konsultan Audit Keuangan, Sudirman.

Kesaksian Sudirman mengatakan, resume hasil ekspos bukanlah hasil audit atau pemeriksaan. “Baru kali ini saya temukan resume hasil ekspos dijadikan dasar adanya kerugian keuangan negara di Pengadilan Tipikor. Bila hal ini dijadikan majelis hakim sebagai bukti adanya Tipikor, maka tidak perlu lagi ada audit atau pemeriksaan karena cukup hasil ekspos saja sebgai bukti adanya tipikor,” kata Sudirman di hadapan majelis hakim yang diketuai Robert Pasuma.

Di samping itu, kata Sudirman, laporan hasil pemeriksaan (LHP) kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut tentang pengadaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas udara di BLH Langkat tahun 2011 tidak dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang diterbitkan BPKP Sumut.

Hal ini, kata Sudirman, terbukti dengan tidak adanya komunikasi dengan auditi (yang diaudit). “Kemudian tidak mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya dan tidak meminta tanggapan auditi,” kata ahli yang juga mantan auditor BPKP ini.

Dalam standar pelaporan pemeriksaan, lanjut Sudirman, cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan telah dibuat secara wajar, lengkap dan objektif adalah dengan mendapatkan review dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab.

“Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk memberikan tanggapan tertulis terhadap temuan dan simpulan,” jelasnya.

Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim kemudian menunda sidang tersebut hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya.

Sekadar diketahui, dalam perkara ini sebanyak 13 terdakwa didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arif Harry melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp286 juta dari total anggaran senilai Rp1,1 miliar.

Dimana, kata jaksa, barang-barang yang telah dibeli tersebut tidak sesuai dengan ketentuan atau bestek proyek. Ke-13 tersebut, yakni Faisal Hadi selaku Ketua Panitia Pengadaan, Elvi Indriani selaku Sekretaris Panitia Pengadaan, Icum Susanti, Asril yusti, dan Muhidin Aswan Depari selaku Anggota Panitia Pengadaan.

Kemudian, Buyung Surbakti selaku Ketua Pemeriksa Barang, Irhamsyah Hasibuan selaku Sekretaris Pemeriksa Barang, Juli syahpitri, Teguh chridtopan, Johannes sitepu selaku anggota Pemeriksa Barang, Zubaidah selaku Bendahara Barang, dan Syafii serta Ratna Kartika selaku rekanan.(azw/btr)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/