26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Idul Adha Beda

ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kabar perbedaan penetapan Idul Adha 1436 hijriyah akhirnya benar-benar terjadi.

Melalui sidang isbat yang berjalan singkat tadi malam, pemerintah menetapkan Idul Adha jatuh pada Kamis (24/9). Sedangkan Muhammadiyah lebih dulu menetapkan lebaran haji dilaksanakan Rabu (23/9)n
Rangkaian sidang isbat diawali dengan paparan kajian astronomi dari astronom Jakarta Planetarium and Observatory Cecep Nurwandaya. Setelah itu rangkaian sidang dijeda sebentar untuk salat magrib. Selanjutnya masuk prosesi sidang utama di auditorium kantor Kementerian Agama (Kemenag) dan digelar tertutup dari peliputan media massa.

Setelah berlangsung sekitar 15 menit, sidang isbat yang dipimpin Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Machasin usai. “Saya mendapat tugas dari Menag (Lukman Hakim Saifuddin, red) untuk memimpin sidang. Karena Menag sedang menjadi amirulhaj,” kata Machasin usai sidang.

Guru besar sejarah kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga itu mengatakan sudah menerima laporan pemantauan hilal (rukyah) dari Papua sampai Aceh. Hasilnya seluruh perukyah melaporkan tidak bisa melihat hilal. Dengan demikian sidang isbat memutuskan menggenapkan (isti’mal) bulan Djulkaidah menjadi 30 hari.

Imbas dari isti’mal itu, maka ditetapkan 1 Zulhijah jatuh pada Selasa (15/9). Sehingga Idul Adha yang berlangsung setiap 10 Zulhijah, jatuh pada Kamis (24/9). “Kalau ada yang menetapkan 1 Zulhijah jatuh pada 14 September (hari ini, red) sehingga Idul Adha-nya 23 September, tetap kita hormati,” tutur mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenag itu.

Machasin menjamin pemerintah memberikan kebebasan kepada umat muslim untuk merayakan Idul Adha sesuai keyakinan masing-masing. Pemerintah menjaga perbedaan dan tidak mengeluarkan paksaan. “Perbedaan seperti ini bukan hal yang luar biasa,” katanya.

Terkait dengan penyatuan penetapan kalender hijriyah, Machasin mengatakan sudah dilakukan terus menerus oleh Kemenag. “Tapi bukan berarti sekarang statusnya sudah mentok,’’ ucapnya.

Machasin mengatakan Muhammadiyah menggunakan kriteria wujudul hilal. Dimana pokoknya hilal sudah di atas ufuk (lebih dari nol derajat) berarti sudah masuk bulan berikutnya. Sedangkan Nahdlatul Ulama (NU) serta pemerintah menggunakan imkanul rukyah. Dengan kriteria tinggi hilal lebih dari 2 derajat dari ufuk. Dia optimis masih ada kesempatan untuk menyatukan atau menyamakan kriteria tadi.

Munculnya dua versi Idul Adha di Indonesia, berpotensi menimbulkan perdebatan karena berbeda dengan kondisi di Arab Saudi. Idul Adha dikenal juga dengan lebaran haji, karena terkait dengan pelaksanaan wukuf di Arafah.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang fatwa Prof Huzaimah Tahido Yanggo menuturkan, acuan Idul Adha itu bukan pelaksanaan wukuf di padang Arafa. “Acuan Idul Adha adalah kalender hijriyah,” tegasnya. Huzaimah mengatakan Idul Adha dilaksanakan setiap 10 Zulhijah. Ketika pemerintah Indonesia menetapkan 10 Zulhijah jatuh pada 24 September, maka ya keputusan ini yang diikuti. Bukan keputusan pemerintah Arab Saudi.

Ketua Bidang Tajrih, Tajdid, dan Tabligh PP Muhammadiyah Prof Yunahar Ilyas mengatakan sudah bertemu dengan Dirjen Bimas Islam Kemenag Machasin beberapa hari lalu. Inti pertemuan itu adalah, Muhammadiyah meminta supaya sidang isbat digelar tertutup. “Syukur akhirnya dituruti Kemenag,” katanya.

Guru besar Ulumul Quran Universitas Muhammadiyah Jogjakarta itu mengatakan, hasil hisab menyebutkan sebagian wilayah Indonesia timur tinggi hilal masih minus (-) 0,5 derajat. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian barat, tinggi hilal sudah positif (+) 0,5 derajat. “Kita punya sistem wilayatul hukum. Jadi meskipun masih ada yang minus tinggi hilalnya, Muhammadiyah menetapkan Idul Adha 23 September,” urainya.

Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian Pendayaguaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Herman Suryatman menuturkan pemerintah akan memberikan kelonggaran untuk beribadah.

“Tapi libur nasionalnya tetap cuma satu hari (24 September, red),” kata dia.

Bagi warga Muhammadiyah yang akan melaksanakan salat Idul Adha pada 23 September, diminta cukup memberitahukan ke atasannya masing-masing. Bagi siswa, cukup memberitahukan ke guru atau wali kelasnya. (wan/jpg/ril)

ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kabar perbedaan penetapan Idul Adha 1436 hijriyah akhirnya benar-benar terjadi.

Melalui sidang isbat yang berjalan singkat tadi malam, pemerintah menetapkan Idul Adha jatuh pada Kamis (24/9). Sedangkan Muhammadiyah lebih dulu menetapkan lebaran haji dilaksanakan Rabu (23/9)n
Rangkaian sidang isbat diawali dengan paparan kajian astronomi dari astronom Jakarta Planetarium and Observatory Cecep Nurwandaya. Setelah itu rangkaian sidang dijeda sebentar untuk salat magrib. Selanjutnya masuk prosesi sidang utama di auditorium kantor Kementerian Agama (Kemenag) dan digelar tertutup dari peliputan media massa.

Setelah berlangsung sekitar 15 menit, sidang isbat yang dipimpin Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Machasin usai. “Saya mendapat tugas dari Menag (Lukman Hakim Saifuddin, red) untuk memimpin sidang. Karena Menag sedang menjadi amirulhaj,” kata Machasin usai sidang.

Guru besar sejarah kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga itu mengatakan sudah menerima laporan pemantauan hilal (rukyah) dari Papua sampai Aceh. Hasilnya seluruh perukyah melaporkan tidak bisa melihat hilal. Dengan demikian sidang isbat memutuskan menggenapkan (isti’mal) bulan Djulkaidah menjadi 30 hari.

Imbas dari isti’mal itu, maka ditetapkan 1 Zulhijah jatuh pada Selasa (15/9). Sehingga Idul Adha yang berlangsung setiap 10 Zulhijah, jatuh pada Kamis (24/9). “Kalau ada yang menetapkan 1 Zulhijah jatuh pada 14 September (hari ini, red) sehingga Idul Adha-nya 23 September, tetap kita hormati,” tutur mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenag itu.

Machasin menjamin pemerintah memberikan kebebasan kepada umat muslim untuk merayakan Idul Adha sesuai keyakinan masing-masing. Pemerintah menjaga perbedaan dan tidak mengeluarkan paksaan. “Perbedaan seperti ini bukan hal yang luar biasa,” katanya.

Terkait dengan penyatuan penetapan kalender hijriyah, Machasin mengatakan sudah dilakukan terus menerus oleh Kemenag. “Tapi bukan berarti sekarang statusnya sudah mentok,’’ ucapnya.

Machasin mengatakan Muhammadiyah menggunakan kriteria wujudul hilal. Dimana pokoknya hilal sudah di atas ufuk (lebih dari nol derajat) berarti sudah masuk bulan berikutnya. Sedangkan Nahdlatul Ulama (NU) serta pemerintah menggunakan imkanul rukyah. Dengan kriteria tinggi hilal lebih dari 2 derajat dari ufuk. Dia optimis masih ada kesempatan untuk menyatukan atau menyamakan kriteria tadi.

Munculnya dua versi Idul Adha di Indonesia, berpotensi menimbulkan perdebatan karena berbeda dengan kondisi di Arab Saudi. Idul Adha dikenal juga dengan lebaran haji, karena terkait dengan pelaksanaan wukuf di Arafah.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang fatwa Prof Huzaimah Tahido Yanggo menuturkan, acuan Idul Adha itu bukan pelaksanaan wukuf di padang Arafa. “Acuan Idul Adha adalah kalender hijriyah,” tegasnya. Huzaimah mengatakan Idul Adha dilaksanakan setiap 10 Zulhijah. Ketika pemerintah Indonesia menetapkan 10 Zulhijah jatuh pada 24 September, maka ya keputusan ini yang diikuti. Bukan keputusan pemerintah Arab Saudi.

Ketua Bidang Tajrih, Tajdid, dan Tabligh PP Muhammadiyah Prof Yunahar Ilyas mengatakan sudah bertemu dengan Dirjen Bimas Islam Kemenag Machasin beberapa hari lalu. Inti pertemuan itu adalah, Muhammadiyah meminta supaya sidang isbat digelar tertutup. “Syukur akhirnya dituruti Kemenag,” katanya.

Guru besar Ulumul Quran Universitas Muhammadiyah Jogjakarta itu mengatakan, hasil hisab menyebutkan sebagian wilayah Indonesia timur tinggi hilal masih minus (-) 0,5 derajat. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian barat, tinggi hilal sudah positif (+) 0,5 derajat. “Kita punya sistem wilayatul hukum. Jadi meskipun masih ada yang minus tinggi hilalnya, Muhammadiyah menetapkan Idul Adha 23 September,” urainya.

Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian Pendayaguaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Herman Suryatman menuturkan pemerintah akan memberikan kelonggaran untuk beribadah.

“Tapi libur nasionalnya tetap cuma satu hari (24 September, red),” kata dia.

Bagi warga Muhammadiyah yang akan melaksanakan salat Idul Adha pada 23 September, diminta cukup memberitahukan ke atasannya masing-masing. Bagi siswa, cukup memberitahukan ke guru atau wali kelasnya. (wan/jpg/ril)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/