24 C
Medan
Wednesday, November 27, 2024
spot_img

Kadis Akui Dimintai Dana

KPK-Ilustrasi
KPK-Ilustrasi

SUMUTPOS.CO- Setelah anggota DPRD Sumut periode 2009-2014, sekretaris Dewan, salah satu dari dua pejabat eselon II Pemprovsu yang diperiksa KPK, Kamis (18/9), menyingkap sedikit tabir soal aliran dana suap hakim PTUN dalam kasus prapedilan dana bansos Sumut yang melibatkan Gubsu non-aktif Gatot Pujo Nugroho. Kuat dugaan dana suap dihimpun dari dinas-dinas di jajaran Pemprovsu.

Sehari setelah terlihat di gedung Mako Brimob Poldasu, Rabu (17/9), Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumut, Dinsyah Sitompul mengaku dirinya memenuhi panggilan penyidik KPK untuk dimintai klarifikasi terkait kasus dugaan suap hakim PTUN Medan. “Hanya klarifikasi saja,” ujarnya saat dikonfirmasi Sumut Pos, Jumat (18/9).

Di depan penyidik KP , Dinsyah mengakui bahwa dirinya pernah diminta untuk menyiapkan dana dalam kaitan dugaan suap PTUN Medan. Akan tetapi, dana itu belum dia penuhi hingga saat ini.

“Saya ada ditanyan apa pernah menyiapkan dana untuk itu. Saya bilang ada menerima permintaan. Tapi belum bisa penuhi. Sebab di dinas saya saja kucuran anggarannya minim, bagaimana mau memenuhi permintaan itu. Penyidik ingin mengungkap aliran uang ke hakim PTUN,” ungkap Dinsyah.

Menurut Dinsyah mengatakan tidak ada pertanyaan yang rumit, sebab penyidik hanya ingin mengklarifikasi data yang mereka punya dengan keterangan pihak-pihak yang dianggap terlibat. Salah satu adalah keterangan dirinya sebagai kuasa pengguna anggaran.

“Ya, saya jelaskan bahwa di dinas saya, yang pegang anggaran itu Unit Pelaksana Teknis atau UPT,” tukasnya.

Selain memberi keterangan, Dinsyah mengaku bahwa dirinya turut membawa berkas berupa surat keputusan sebagai kepala dinas PSDA Sumut.

“Mereka (penyidik, Red) ingin melihat kapan saya dilantik menjadi kepala dinas, dengan peristiwa hukum yang terjadi kemarin,” katanya sembari meluruskan bahwa kapasitasnya dipanggil penyidk KPK bukan sebagai saksi, namun sebagai pihak yang dimintai keterangan.

“Saya dipanggil masalah penggunaan anggaran. Bukan sebagai saksi atau apapun, hanya untuk meminta klarifikasi. Itu saja,” katanya. Ditanya lebih jauh siapa saja koleganya yang dipanggil KPK pada pemeriksaan keempat itu, Dinsyah enggan menyebutkan. ‘’Tak etis lah sebut-sebut nama yang lain. Sudah dulu ya,’’ katanya mengakhiri percakapan.

Kepala Biro Perlengkapan dan Aset Setdaprovsu, Safruddin, tak mau berkomentar saat dikonfirmasikan terkait panggilan KPK terhadap dirinya. Safruddin menghindar dari awak media seusai pemeriksaan di Mako Brimob Poldasu di Jalan Wahid Hasyim, Medan, kemarin.

Beberapa kali dikontak Sumut Pos, lelaki beruban itu tak bersedia mengangkat ponselnya. Saat dikirimkan pertanyaan lewat layanan pesan singkat (short message services/SMS), Safruddin juga tak mau membalas.

Pada Jumat (18/9), pemeriksaan terhadap anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 oleh penyidik KPK memasuki hari kelima.

Mantan anggota Dewan M Nuh dari Fraksi PKS dan Ahmad Aswan Waruwu dari Fraksi PAN yang keluar dari gedung utama Mako Brimob Poldasu mengaku ditanyai seputar masalah interpelasi dan pengesahan APBD Sumut selama rentang waktu 2013 hingga 2015.

Nuh mengaku ditanyai sejumlah hal terkait dugaan pemberian uang sebagaimana ditanyakan penyidik KPK kepada koleganya Syamsul Hilal dan Tagor Simangunsong pada hari sebelumnya.

“Standar saja. Sama seperti yang ditanyakan kepada Pak Syamsul Hilal yang saya baca di media. Tapi saya bilang saya nggak banyak tahu. Saya justru kaget membaca statement beliau. Saya nggak tahu apa-apa soal itu. Karena saya selama lima tahun nggak pernah di badan anggaran. Saya lebih fokus di kegiatan kelengkapan Dewan yang lain,” kata Nuh.

Ditanya siapa saja anggota DPRD Sumut periode lalu yang ikut dimintai keterangan, Nuh mengaku tak tahu.

“Hari ini kan sudah pada habis. Saya kan karena mundur saja dari seharusnya Rabu. Anggota Dewan sekarang saya tak begitu kenal. Sejak tak lagi di Dewan saya lebih banyak mengurus pengajian,” katanya.

Mantan anggota Dewan dari Fraksi PAN Ahmad Aswan Waruwu juga mengaku tak tahu-menahu soal interpelasi dan ‘suap’ APBD 2013-2015. Sebab dia hanya duduk selama enam bulan sebelum masa periodesasi habis pada September 2014 lalu. Waruwu tercatat menjadi anggota Dewan periode lalu karena menjadi pengganti antar waktu (PAW) rekan separtainya Maratua Siregar yang meninggal dunia.

“Jadi saya tak tahu-menahu soal apa-apa yang ditanyakan. Tentang hal menjanjikan uang dan lain-lain. Tak pernah saya tahu dan tak pernah saya lihat,” katanya.

Saat dirinya ditanyai penyidik KPK apakah kenal Sekwan Randiman Tarigan dan Bendahara Ali Nafiah, Aswan menjawab dirinya kenal. “Saya jawab kenal. Tapi waktu ditanya apakah ada menerima atau dijanjikan uang terkait interpelasi ya, saya bilang nggak ada. Saat duduk di Dewan saya bilang saya mendukung interpelasi,” tukasnya.

Sekwan Randiman Tarigan yang berusaha dikonfirmasi tidak terlihat lagi di ruangannya sesuai menunaikan ibadah salat Jumat. Adapun Bendahara Sekretariat Dewan, Ali Nafiah yang dikonfrontir soal pernyataan Syamsul Hilal yang dijanjikan uang Rp350 juta oleh Sekwan sebagai uang jasa pengesahan APBD, menolak berkomentar.

Dia mengaku tak mau menanggapi pernyataan yang dimunculkan politisi gaek PDIP tersebut. “Oh, saya tidak mau komentar, biar saja itu. Tak perlu diklarifikasi,” dia berkilah.

Sementara, Gubsu nonaktif Gatot Pujo Nugroho kembali diperiksa penyidik KPK, Jumat (18/9). Kali ini, suami dari dua istri itu dipanggil untuk memberikan keterangan dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan suap hakim dan panitera PTUN Medan.

“Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AF (Hakim PTUN Amir Fauzi, Red),” kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriarti, saat dikonfirmasi, kemarin.

Gatot tiba di gedung komisi anti-rasuh itu sekitar pukul 09.40 WIB. Memakai kemeja biru dan rompi tahanan oranye khas KPK, politikus PKS ini tak bicara dan hanya tersenyum sambil melambaikan tangan kepada wartawan.

Disebutkan, Gatot dikorek pengakuannya seputar pemberian duit dan keinginan Gatot supaya perkara dimenangkan. Musababnya, duit suap yang diberikan kepada Amir berasal dari Gatot yang diberikan kepada istrinya Evy Susanti untuk diteruskan kepada ketiga hakim PTUN melalui M Yagari Bhastari.

“Dia diperiksa guna keperluan penyidikan,” tambah Yuyuk.

Sebagai informasi, Amir Fauzi adalah satu di antara tiga hakim yang dicokok KPK dalam operasi tangkap tangan Juli lalu. Amir adalah anggota majelis hakim bersama Tripeni Irianto dan Dermawan Ginting, yang menyidangkan perkara gugatan penyelidikan kasus korupsi di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

Ketiga hakim ini dijerat dengan Pasal 12 huruf a, atau b, atau c, atau Pasal 6 Ayat 2 dan Pasal 5 Ayat 2, atau Pasal 11, UU Tipikor juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 KUHP.

Sementara, KPK menelisik dugaan adanya tindak pidana baru yang diduga dilakukan pengacara OC Kaligis. Sebelumnya, Kaligis sudah dijerat KPK dalam kasus suap hakim PTUN Medan.

“Ini masih pengembangan terkait dugaan adanya suspicious transaction (transaksi) mencurigakan di rekening OCK,” ungkap Wakil Ketua KPK sementara, Indriyanto Seno Adji, saat dikonfirmasi Sumut Pos, Jumat (18/9).

Kendati begitu, Indriyanto masih menutup rapat-rapat pendalaman terkait transaksi mencurigakan itu. Dia cuma bilang, pendalaman itu tengah berlangsung.

“Belum diketahui hasilnya mengingat proses pendalaman masih berlangsung,” kata dia.

Dalam sidang kasus suap hakim PTUN di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/9), terungkap bahwa OC Kaligis melakukan pertemuan dengan hakim dan panitera PTUN Medan sebanyak lima kali. Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas gugatan Pemprovsu di PTUN Medan.

“Ketemu dengan terdakwa (Syamsir Yusfan) saya dengan Pak OC Kaligis lima kali. Pada pertemuan pertama saya tidak kenal dengan terdakwa,” kata M Yagari Bhastara, pengacara kantor hukum OC Kaligis yang ikut terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK bersama tiga hakim PTUN, beberapa waktu lalu.

Menurut lelaki yang akrab dipanggi Gerry itu, pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 29 April 2015. Saat itu, OC Kaligis mengajaknya untuk mendaftarkan gugatan Pemprovsu di PTUN Medan.

“Pada saat mau daftar, kami menuju ke ruangan terdakwa kemudian Pak OC minta turun ke bawah ambil tasnya,” ungkapnya.

Pada pertemuan tersebut, Gerry mengatakan OC Kaligis meminta Syamsir untuk mempertemukannya dengan Hakim Ketua, Tripeni Irianto Putro. “Saya menunggu di ruangan terdakwa,” ucap dia.

Kemudian pada 5 Mei 2015, lanjut Gerry, OC Kaligis kembali datang menemui Syamsir. Pertemuan dilakukan untuk mendaftarkan gugatan Pemprov Sumut melalui Syamsir. “Itu pertemuan ke 2,” jelasnya.

Lebih lanjut, Gerry kembali membeberkan pertemuan ketiga dimana OC Kaligis mengajak Yurinda Tri Ahyuni alias Linda.

Pada pertemuan itu, OC Kaligis menyempatkan diri untuk menemui para hakim PTUN Medan yakni, Tripeni Irianto Putro, Darmawan Ginting dan Amir Fauzi.

Pertemuan keempat pada 2 Juli 2015 ada waktu keterangan ahli. Saya dengan Pak OC juga ketemu terdakwa. Dan yang kelima pada 5 Juli 2015 tapi saya tidak ketemu terdakwa (Syamsir Yusfan),” pungkas Gerry. (prn/bal/sam/gir/val)

KPK-Ilustrasi
KPK-Ilustrasi

SUMUTPOS.CO- Setelah anggota DPRD Sumut periode 2009-2014, sekretaris Dewan, salah satu dari dua pejabat eselon II Pemprovsu yang diperiksa KPK, Kamis (18/9), menyingkap sedikit tabir soal aliran dana suap hakim PTUN dalam kasus prapedilan dana bansos Sumut yang melibatkan Gubsu non-aktif Gatot Pujo Nugroho. Kuat dugaan dana suap dihimpun dari dinas-dinas di jajaran Pemprovsu.

Sehari setelah terlihat di gedung Mako Brimob Poldasu, Rabu (17/9), Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumut, Dinsyah Sitompul mengaku dirinya memenuhi panggilan penyidik KPK untuk dimintai klarifikasi terkait kasus dugaan suap hakim PTUN Medan. “Hanya klarifikasi saja,” ujarnya saat dikonfirmasi Sumut Pos, Jumat (18/9).

Di depan penyidik KP , Dinsyah mengakui bahwa dirinya pernah diminta untuk menyiapkan dana dalam kaitan dugaan suap PTUN Medan. Akan tetapi, dana itu belum dia penuhi hingga saat ini.

“Saya ada ditanyan apa pernah menyiapkan dana untuk itu. Saya bilang ada menerima permintaan. Tapi belum bisa penuhi. Sebab di dinas saya saja kucuran anggarannya minim, bagaimana mau memenuhi permintaan itu. Penyidik ingin mengungkap aliran uang ke hakim PTUN,” ungkap Dinsyah.

Menurut Dinsyah mengatakan tidak ada pertanyaan yang rumit, sebab penyidik hanya ingin mengklarifikasi data yang mereka punya dengan keterangan pihak-pihak yang dianggap terlibat. Salah satu adalah keterangan dirinya sebagai kuasa pengguna anggaran.

“Ya, saya jelaskan bahwa di dinas saya, yang pegang anggaran itu Unit Pelaksana Teknis atau UPT,” tukasnya.

Selain memberi keterangan, Dinsyah mengaku bahwa dirinya turut membawa berkas berupa surat keputusan sebagai kepala dinas PSDA Sumut.

“Mereka (penyidik, Red) ingin melihat kapan saya dilantik menjadi kepala dinas, dengan peristiwa hukum yang terjadi kemarin,” katanya sembari meluruskan bahwa kapasitasnya dipanggil penyidk KPK bukan sebagai saksi, namun sebagai pihak yang dimintai keterangan.

“Saya dipanggil masalah penggunaan anggaran. Bukan sebagai saksi atau apapun, hanya untuk meminta klarifikasi. Itu saja,” katanya. Ditanya lebih jauh siapa saja koleganya yang dipanggil KPK pada pemeriksaan keempat itu, Dinsyah enggan menyebutkan. ‘’Tak etis lah sebut-sebut nama yang lain. Sudah dulu ya,’’ katanya mengakhiri percakapan.

Kepala Biro Perlengkapan dan Aset Setdaprovsu, Safruddin, tak mau berkomentar saat dikonfirmasikan terkait panggilan KPK terhadap dirinya. Safruddin menghindar dari awak media seusai pemeriksaan di Mako Brimob Poldasu di Jalan Wahid Hasyim, Medan, kemarin.

Beberapa kali dikontak Sumut Pos, lelaki beruban itu tak bersedia mengangkat ponselnya. Saat dikirimkan pertanyaan lewat layanan pesan singkat (short message services/SMS), Safruddin juga tak mau membalas.

Pada Jumat (18/9), pemeriksaan terhadap anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 oleh penyidik KPK memasuki hari kelima.

Mantan anggota Dewan M Nuh dari Fraksi PKS dan Ahmad Aswan Waruwu dari Fraksi PAN yang keluar dari gedung utama Mako Brimob Poldasu mengaku ditanyai seputar masalah interpelasi dan pengesahan APBD Sumut selama rentang waktu 2013 hingga 2015.

Nuh mengaku ditanyai sejumlah hal terkait dugaan pemberian uang sebagaimana ditanyakan penyidik KPK kepada koleganya Syamsul Hilal dan Tagor Simangunsong pada hari sebelumnya.

“Standar saja. Sama seperti yang ditanyakan kepada Pak Syamsul Hilal yang saya baca di media. Tapi saya bilang saya nggak banyak tahu. Saya justru kaget membaca statement beliau. Saya nggak tahu apa-apa soal itu. Karena saya selama lima tahun nggak pernah di badan anggaran. Saya lebih fokus di kegiatan kelengkapan Dewan yang lain,” kata Nuh.

Ditanya siapa saja anggota DPRD Sumut periode lalu yang ikut dimintai keterangan, Nuh mengaku tak tahu.

“Hari ini kan sudah pada habis. Saya kan karena mundur saja dari seharusnya Rabu. Anggota Dewan sekarang saya tak begitu kenal. Sejak tak lagi di Dewan saya lebih banyak mengurus pengajian,” katanya.

Mantan anggota Dewan dari Fraksi PAN Ahmad Aswan Waruwu juga mengaku tak tahu-menahu soal interpelasi dan ‘suap’ APBD 2013-2015. Sebab dia hanya duduk selama enam bulan sebelum masa periodesasi habis pada September 2014 lalu. Waruwu tercatat menjadi anggota Dewan periode lalu karena menjadi pengganti antar waktu (PAW) rekan separtainya Maratua Siregar yang meninggal dunia.

“Jadi saya tak tahu-menahu soal apa-apa yang ditanyakan. Tentang hal menjanjikan uang dan lain-lain. Tak pernah saya tahu dan tak pernah saya lihat,” katanya.

Saat dirinya ditanyai penyidik KPK apakah kenal Sekwan Randiman Tarigan dan Bendahara Ali Nafiah, Aswan menjawab dirinya kenal. “Saya jawab kenal. Tapi waktu ditanya apakah ada menerima atau dijanjikan uang terkait interpelasi ya, saya bilang nggak ada. Saat duduk di Dewan saya bilang saya mendukung interpelasi,” tukasnya.

Sekwan Randiman Tarigan yang berusaha dikonfirmasi tidak terlihat lagi di ruangannya sesuai menunaikan ibadah salat Jumat. Adapun Bendahara Sekretariat Dewan, Ali Nafiah yang dikonfrontir soal pernyataan Syamsul Hilal yang dijanjikan uang Rp350 juta oleh Sekwan sebagai uang jasa pengesahan APBD, menolak berkomentar.

Dia mengaku tak mau menanggapi pernyataan yang dimunculkan politisi gaek PDIP tersebut. “Oh, saya tidak mau komentar, biar saja itu. Tak perlu diklarifikasi,” dia berkilah.

Sementara, Gubsu nonaktif Gatot Pujo Nugroho kembali diperiksa penyidik KPK, Jumat (18/9). Kali ini, suami dari dua istri itu dipanggil untuk memberikan keterangan dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan suap hakim dan panitera PTUN Medan.

“Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AF (Hakim PTUN Amir Fauzi, Red),” kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriarti, saat dikonfirmasi, kemarin.

Gatot tiba di gedung komisi anti-rasuh itu sekitar pukul 09.40 WIB. Memakai kemeja biru dan rompi tahanan oranye khas KPK, politikus PKS ini tak bicara dan hanya tersenyum sambil melambaikan tangan kepada wartawan.

Disebutkan, Gatot dikorek pengakuannya seputar pemberian duit dan keinginan Gatot supaya perkara dimenangkan. Musababnya, duit suap yang diberikan kepada Amir berasal dari Gatot yang diberikan kepada istrinya Evy Susanti untuk diteruskan kepada ketiga hakim PTUN melalui M Yagari Bhastari.

“Dia diperiksa guna keperluan penyidikan,” tambah Yuyuk.

Sebagai informasi, Amir Fauzi adalah satu di antara tiga hakim yang dicokok KPK dalam operasi tangkap tangan Juli lalu. Amir adalah anggota majelis hakim bersama Tripeni Irianto dan Dermawan Ginting, yang menyidangkan perkara gugatan penyelidikan kasus korupsi di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

Ketiga hakim ini dijerat dengan Pasal 12 huruf a, atau b, atau c, atau Pasal 6 Ayat 2 dan Pasal 5 Ayat 2, atau Pasal 11, UU Tipikor juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 KUHP.

Sementara, KPK menelisik dugaan adanya tindak pidana baru yang diduga dilakukan pengacara OC Kaligis. Sebelumnya, Kaligis sudah dijerat KPK dalam kasus suap hakim PTUN Medan.

“Ini masih pengembangan terkait dugaan adanya suspicious transaction (transaksi) mencurigakan di rekening OCK,” ungkap Wakil Ketua KPK sementara, Indriyanto Seno Adji, saat dikonfirmasi Sumut Pos, Jumat (18/9).

Kendati begitu, Indriyanto masih menutup rapat-rapat pendalaman terkait transaksi mencurigakan itu. Dia cuma bilang, pendalaman itu tengah berlangsung.

“Belum diketahui hasilnya mengingat proses pendalaman masih berlangsung,” kata dia.

Dalam sidang kasus suap hakim PTUN di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/9), terungkap bahwa OC Kaligis melakukan pertemuan dengan hakim dan panitera PTUN Medan sebanyak lima kali. Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas gugatan Pemprovsu di PTUN Medan.

“Ketemu dengan terdakwa (Syamsir Yusfan) saya dengan Pak OC Kaligis lima kali. Pada pertemuan pertama saya tidak kenal dengan terdakwa,” kata M Yagari Bhastara, pengacara kantor hukum OC Kaligis yang ikut terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK bersama tiga hakim PTUN, beberapa waktu lalu.

Menurut lelaki yang akrab dipanggi Gerry itu, pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 29 April 2015. Saat itu, OC Kaligis mengajaknya untuk mendaftarkan gugatan Pemprovsu di PTUN Medan.

“Pada saat mau daftar, kami menuju ke ruangan terdakwa kemudian Pak OC minta turun ke bawah ambil tasnya,” ungkapnya.

Pada pertemuan tersebut, Gerry mengatakan OC Kaligis meminta Syamsir untuk mempertemukannya dengan Hakim Ketua, Tripeni Irianto Putro. “Saya menunggu di ruangan terdakwa,” ucap dia.

Kemudian pada 5 Mei 2015, lanjut Gerry, OC Kaligis kembali datang menemui Syamsir. Pertemuan dilakukan untuk mendaftarkan gugatan Pemprov Sumut melalui Syamsir. “Itu pertemuan ke 2,” jelasnya.

Lebih lanjut, Gerry kembali membeberkan pertemuan ketiga dimana OC Kaligis mengajak Yurinda Tri Ahyuni alias Linda.

Pada pertemuan itu, OC Kaligis menyempatkan diri untuk menemui para hakim PTUN Medan yakni, Tripeni Irianto Putro, Darmawan Ginting dan Amir Fauzi.

Pertemuan keempat pada 2 Juli 2015 ada waktu keterangan ahli. Saya dengan Pak OC juga ketemu terdakwa. Dan yang kelima pada 5 Juli 2015 tapi saya tidak ketemu terdakwa (Syamsir Yusfan),” pungkas Gerry. (prn/bal/sam/gir/val)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/