JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kalangan parlemen nampaknya sudah gerah dengan sikap pemerintah yang cenderung santai dalam mengatasi masalah kabut asap di berbagai provinsi. Komisi IV yang membidangi masalah kehutanan meminta Presiden Jokowi segera mengambil langkah-langkah taktis untuk menyelesaikan berbagai problem itu.
Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo mengingatkan Presiden untuk lebih konkrit dalam menyelesaikan berbagai kasus asap. Ultimatum yang disampaikan Presiden Jokowi hanyalah pencitraan, jika tidak dibarengi langkah-langkah strategis yang diberikan kepada bawahannya.
“Ultimatum itu jangan tanpa realitas. Tanya itu bupati, gubernur, berapa lahanmu (yang terbakar), ini anggaran, ini yang harus dilakukan. Kalau cuma ultimatum itu hanya pencitraan,” tegas Edhy kepada wartawan di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (7/10).
Memasuki tiga bulan kasus asap, Edhy juga belum melihat langkah Presiden memanggil seluruh kepala daerah yang wilayahnya terdampak asap. Selain itu, komitmen pemerintah terhadap anggaran kehutanan juga minim. Anggaran yang dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk 2016 hanya 6,3 triliun. “Kalau dibagi luas hutan yang mencapai 120 juta hektar, per hektar alokasinya hanya Rp 52.500 saja, itu belum termasuk gaji petugas,” sindirnya.
Menurut Edhy, selama ini pemerintah daerah ingin bergerak, tetapi anggarannya terbatas. Edhy menilai, penetapan bencana nasional terhadap asap penting, agar ada kelonggaran dan jaminan kepala daerah itu tidak tersangkut kasus korupsi nantinya. “Apakah dijamin kalau anggaran digunakan, dijamin tidak kena KPK” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya itu.
Wakil Ketua Komisi IV Herman Khaeron juga meminta Presiden mengambil alih sepenuhnya kasus asap. Tidak perlu saling tuding atau saling menyalahkan, pemerintah harus menunjukkan komitmen bahwa masalah ini bisa diselesaikan secara nasional. “Tetapkan ini bencana nasional, segera cari cara bagaimana rakyat ini terbebas dari persoalannya,” kata Herman.
Salah satu komitmen pemerintah seharusnya memberikan anggaran yang memadai untuk Kementerian terkait, dalam menyelesaikan masalah ini. Komisi IV juga akan melakukan langkah politik dengan mempersiapkan rancangan undang undang terkait pelarangan pembakaran huatan.
Herman juga mendukung jika masalah asap ini bisa diselidiki serius oleh DPR. Caranya, dengan membuat panitia khusus (pansus) terkait asap. “Karena ini sudah kompleks. Masyarakat tidak ada pendapatan, pendidikan terbengkalai. Sekali lagi, ini harus dipimpin langsung oleh Presiden. Termasuk pemda diajak bersama,” tandas politikus Partai Demokrat itu.
Wakil Ketua Komisi IV Andi Akmal Pasluddin menambahkan, pemerintah sampai saat ini belum memiliki rencana atau solusi jangka pendek. Pemerintah tidak mampu memberi kepastian, padahal korban asap terus berjatuhan. “Saya setuju ada langkah taktis. Ini harus ada upaya pencegahan dan pengobatan,” kata Akmal.
Sementara itu, hari ini, Presiden Joko Widodo berencana akan kembali mengunjungi lokasi bencana asap. Wilayah yang dituju adalah Riau, Jambi, Sumatera Barat. Dengan catatan, penerbangan bisa dilakukan, atau tidak terhalang asap.
Tiga daerah tersebut sempat akan dikunjungi presiden sebagai rangkaian kunjungan kerja terkait asap, pada 24 September 2015 lalu. Namun, ketika itu, kunjungan terpaksa ditunda karena kendala asap. Jarak pandang yang terbatas membuat pesawat kepresidenan yang mengangkut presiden beserta rombongan dari posisi terakhir di Kalimantan Tengah, sulit mendarat. “Prinsipnya, kami sungguh-sungguh mengatasi masalah asap ini,” tutur Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Karena keseriusan itu pula, menurut dia, menjadi salah satu alasan pemerintah belum menerima bantuan asing untuk penanganan bencana asap, hingga kemarin. Pemerintah tidak ingin kerja-kerjanya dalam penanganan asap selama ini serta-merta dicaplok negara lain sebagai hasil kerja mereka.
“Intinya, pemerintah sama sekali tidak menutup diri terhadap bantuan, tapi inikan pemerintah sedang sungguh-sungguh menyelesaikan, jangan sampai ini kemudian diklaim karena mereka,” paparnya.
Kemarin, istana memasukkan agenda pembahasan soal penangan bencana asap. Pembahasan itu dimasukkan disela-sela rapat terbatas soal Kartu Indonesia Sehat, Pintar, dan Sejahtera. Beberapa menteri terkait diminta memberikan laporan terakhir soal perkembangan penanganan di lapangan.
Usai rapat, Menteri Kesehatan Nila F. Moeleok diantara yang juga menegaskan kalau upaya pemerintah sudah sungguh-sungguh, selama ini. Termasuk, soal masker yang telah dibagikan pada masyarakat selama ini.
Sementara itu, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia Teguh Surya menyebutkan bahwa bencana ekologis ini perlu penanganan yang komperhensif. Pemadaman api dinilai hanya sebatas sebagai reaksi cepat saja. Namun, bagaimana dengan kondisi masyarakat yang terpapar. Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah untuk bergerak secara lebih aktif untuk melakukan peninjauan ke rumah-rumah warga. “Pemeriksaan kesehatan, supply bahan makanan dan pendidikan,” ungkapnya. Kedua hal ini yang dinilai terlupakan oleh pemerintah.
Sedangkan di Sumut, Otoritas Bandar Udara Wilayah II Medan yang mengawasi 26 bandara di wilayah Sumut-Aceh, beberapa diantaranya sempat dinyatakan ditutup sementara, mulai dari pukul 06.00 WIB sampai 10.00 WIB, kemarin (5/10) lalu. Itu diakibatkan angin yang berhembus membawa kabut asap ke arah Sumut belakangan ini kian pekat.
Kepala Otban Wilayah II Medan, Herson, Rabu (7/10) mengatakan, melewati pukul 10.00 WIB hingga sore, bandara yang sempat dinyatakan tutup sementara tadi, kembali beroperasi. Karena kondisinya sudah normal. “Sebetulnya, bagi kita (Otban) sebagai pengawas di lebih kurang ada 26 bandara yang tersebar di wilayah Aceh-Medan. Kita fokus pada keselamatan penerbagan,” jelasnya.
Alasan ditutup karena jarak pandang di bawah normal, kurang dari 800 meter. “Singkatnya, pengawasan dari Otoritas ini adalah jangan sampai dengan kabut asap bisa membahayakan semua penerbagan. Kita tidak ingin penerbagan ada terjadi kecelakaan dan lainya akibat kabut asap,” ujarnya.
Sejumlah penerbangan di Bandara Internasional Kualanamu (KNIA), masih terganggu kabut asap. Sedikitnya 11 penerbangan dinyatakan batal, baik untuk terbang dan mendarat. (lihat grafis)
Bahkan, sambung Iriandi, buntut ketidakjelasan maskapai yang tidak menyebarkan informasi luas, menimbulkan aksi protes penumpang. Dia mencotohkan, aksi protes yang dilakukan penumpang Wings Air tujuan Gunungsitoli terjadi di Counter D terminal keberangkatan lantai 3. “Tapi hanya ribut biasa dan sudah dapat diselesaikan,” papar Iriandi. (ted)