28 C
Medan
Monday, October 21, 2024
spot_img

Salah Perlakuan, Anak Gifted Berpotensi Jadi Teroris

Foto: Ken Girsang/Jawa Pos Situasi pembelajaran di Cugenang Gifted School.
Foto: Ken Girsang/Jawa Pos
Situasi pembelajaran di Cugenang Gifted School.

Motivasi Rikrik Rizkiyana ketika mendirikan Cugenang Gifted School (CGS) tidak muluk-muluk. Dia hanya ingin bermanfaat bagi sesama. Mengapa memilih gifted school? Dalam satu dialog dengan seorang psikolog, Rikrik mendapati belum ada sekolah khusus anak gifted di Indonesia.

”Sesuatu yang ironis. Di luar negeri seperti di Singapura, bahkan di Malaysia, first lady-nya menjadi pembina sekolah anak-anakgifted,” kata Rikrik. ”Jadi, saya berpikir, ya memang kita mesti mendirikan di sini,” lanjutnya.

Rikrik yang berprofesi pengacara di Assegaf Hamzah and Partners menguraikan, angka gifted di Indonesia cukup tinggi. Dengan asumsi 1 persen dari populasi merupakan gifted, di Indonesia ada 2,5 juta orang yang masuk kategori itu.

Dia menekankan, jika anak-anak cerdas tersebut tidak mendapat perlakuan yang tepat, kondisinya justru membahayakan. ”Namanya anak gifted, ada kelebihan, tapi ada juga kurangnya. Biasanya kurangnya itu akhlak dan budi pekertinya. Sudah banyak kasus anak-anak gifted itu pada umumnya antisosial alias tidak pandai bersosialisasi,” paparnya.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tersebut lantas mencontohkan, beberapa teroris ternama seperti Imam Samudra dan Hambali adalah contoh orang-orang gifted yang mengalami salah perlakuan di sekolah. Dia menjelaskan, pada umumnya, hasil task commitment anak-anak gifted di atas rata-rata. Tidak heran, para teroris itu bisa dengan mudahnya berkomitmen melakukan tindakan-tindakan terorisme yang terikat pada satu golongan.

”Seperti pelaku bom Marriott, task commitment mereka di atas rata-rata. Kalau mereka nggakpunya task commitment yang tinggi, sulit bagi mereka melakukannya,” terang dia.

Karena itu, lanjut Rikrik, anak-anak cerdas berbakat harus mendapatkan perlakuan yang tepat dalam dunia pendidikan. Mereka tidak bisa sekadar belajar di sekolah dengan metodedrilling. Tapi harus dengan comprehensive program khusus anak-anak gifted. Dengan begitu, bukan hanya akademisnya, kemampuannya bersosialisasi dan mengelola emosi juga dilatih.

Foto: Ken Girsang/Jawa Pos Situasi pembelajaran di Cugenang Gifted School.
Foto: Ken Girsang/Jawa Pos
Situasi pembelajaran di Cugenang Gifted School.

Motivasi Rikrik Rizkiyana ketika mendirikan Cugenang Gifted School (CGS) tidak muluk-muluk. Dia hanya ingin bermanfaat bagi sesama. Mengapa memilih gifted school? Dalam satu dialog dengan seorang psikolog, Rikrik mendapati belum ada sekolah khusus anak gifted di Indonesia.

”Sesuatu yang ironis. Di luar negeri seperti di Singapura, bahkan di Malaysia, first lady-nya menjadi pembina sekolah anak-anakgifted,” kata Rikrik. ”Jadi, saya berpikir, ya memang kita mesti mendirikan di sini,” lanjutnya.

Rikrik yang berprofesi pengacara di Assegaf Hamzah and Partners menguraikan, angka gifted di Indonesia cukup tinggi. Dengan asumsi 1 persen dari populasi merupakan gifted, di Indonesia ada 2,5 juta orang yang masuk kategori itu.

Dia menekankan, jika anak-anak cerdas tersebut tidak mendapat perlakuan yang tepat, kondisinya justru membahayakan. ”Namanya anak gifted, ada kelebihan, tapi ada juga kurangnya. Biasanya kurangnya itu akhlak dan budi pekertinya. Sudah banyak kasus anak-anak gifted itu pada umumnya antisosial alias tidak pandai bersosialisasi,” paparnya.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tersebut lantas mencontohkan, beberapa teroris ternama seperti Imam Samudra dan Hambali adalah contoh orang-orang gifted yang mengalami salah perlakuan di sekolah. Dia menjelaskan, pada umumnya, hasil task commitment anak-anak gifted di atas rata-rata. Tidak heran, para teroris itu bisa dengan mudahnya berkomitmen melakukan tindakan-tindakan terorisme yang terikat pada satu golongan.

”Seperti pelaku bom Marriott, task commitment mereka di atas rata-rata. Kalau mereka nggakpunya task commitment yang tinggi, sulit bagi mereka melakukannya,” terang dia.

Karena itu, lanjut Rikrik, anak-anak cerdas berbakat harus mendapatkan perlakuan yang tepat dalam dunia pendidikan. Mereka tidak bisa sekadar belajar di sekolah dengan metodedrilling. Tapi harus dengan comprehensive program khusus anak-anak gifted. Dengan begitu, bukan hanya akademisnya, kemampuannya bersosialisasi dan mengelola emosi juga dilatih.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/