JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Irman Gusman kini telah resmi tidak lagi menjabat ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Setelah hanya dinyatakan nonaktif di sidang paripurna DPD sebelumnya, sidang paripurna luar biasa DPD kemarin (5/10) resmi memberhentikan senator asal Sumatera Barat itu dari jabatan ketua. Posisi Irman akan diisi satu di antara senator DPD wilayah barat pada paripurna luar biasa pekan depan.
Pengesahan keputusan Badan Kehormatan DPD atas pemberhentian Irman berlangsung dinamis. Tarik ulur sejumlah anggota DPD yang masih bersimpati kepada tersangka kasus impor gula di KPK itu dengan kelompok yang ingin melaksanakan peraturan tata tertib DPD terjadi dalam sidang paripurna luar biasa.
Kelompok anggota DPD yang bersimpati kepada Irman meminta pimpinan menunda penetapan keputusan BK. Anggota DPD Bahar Ngitung menyatakan, sebaiknya keputusan soal Irman ditunda sampai putusan praperadilan atas Irman muncul. Apalagi, status Irman saat ini baru berstatus tersangka. ”Di dalam UU MD3, keputusan BK juga tidak lengkap,” kata senator asal Sulawesi Selatan itu.
Menurut Bahar, seharusnya BK DPR dalam mengadili kasus Irman membentuk komite etik ataupun tim kerja. Dalam hal ini, BK harus bisa menunjukkan dua alat bukti sebelum mengambil putusan.
Anggota DPD Darmayanti Lubis menambahkan, dalam pembahasan rapat BK DPD terakhir, Ketua BK AM Fatwa menyatakan bahwa pembahasan kasus Irman di-pending sampai proses hukum diselesaikan. Karena itu, sebaiknya Fatwa juga menegaskan keputusan tersebut dalam paripurna. ”Terdakwa saja masih memiliki hak, kita tidak berhak mencampuradukkan, masih ada dua wakil ketua,” kata Lubis.
Fatwa angkat bicara terkait keputusan pending yang disinggung Darmayanti. Menurut dia, dalam rapat terakhir, BK DPD menyinggung dua kasus yang menimpa Irman. Selain kasus impor gula di KPK, ada kasus pesawat carter yang dilaporkan enam anggota DPD. ”Yang kami maksud pending itu kasus pesawat itu, bukan kasus di KPK,” kata Fatwa.
Fatwa menegaskan, harus dibedakan antara pengadilan pidana dan pengadilan etik. Pidana bisa berjalan tahunan, sedangkan etik bisa diputus dalam beberapa jam saja. Tentang dibentuknya komisi etik atau pencari fakta, Fatwa menyatakan, itu tidak diperlukan dalam kasus Irman. ”Permasalahannya sudah jelas dan tegas, tidak ada juga sidang pleno sehingga keputusannya cukup dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Dari dulu keputusan kami begitu, kenapa baru diprotes,” kata Fatwa.
Menurut Fatwa, keputusan BK DPD bersifat final dan mengikat. Seorang pejabat selevel Presiden Joko Widodo pun tidak bisa mengubah keputusan DPD, termasuk sidang paripurna luar biasa. ”Tidak perlu dengan cara begitu untuk menunjukkan loyalitas. Loyalitas itu kepada yang benar, bukan kepada yang membayar,” sindirnya.
Wakil Ketua Komite I DPD Benny Ramdhani menambahkan, aturan norma dalam tatib DPD sudah jelas. Pasal 52 ayat 3 tatib menyebutkan, pimpinan atau anggota DPD diberhentikan jika berstatus tersangka. Karena itu, sebaiknya paripurna luar biasa DPD berkomitmen menegakkan aturan dan norma yang berlaku. ”Hukum memberikan hak kepada Pak Irman untuk mengajukan praperadilan, namun kita terikat pada landasan tata tertib. Ketua dan wakil diberhentikan saat jadi tersangka,” tegas Benny.
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad selaku pimpinan DPD berusaha menengahi semua perdebatan yang muncul. Dia menyatakan, semua pandangan yang disampaikan lebih kurang sama. Karena itu, Farouk meminta segera diambil keputusan untuk menetapkan keputusan BK DPD. ”Setuju diberhentikan, ya,” kata Farouk yang disambut kata setuju sebagian besar peserta paripurna.
Menurut Farouk, kini panitia musyawarah (panmus) DPD bertugas menjadwalkan sidang paripurna luar bisa lanjutan. Sesuai tata tertib, paripurna luar biasa untuk pemilihan pimpinan DPD dilakukan tiga hari setelah keputusan pemberhentian. ”Saya minta panmus besok (hari ini, Red) bisa menjadwalkan sidang paripurna luar biasa,” kata Farouk. Sesuai aturan tatib, sosok pengganti Irman ditetapkan dalam paripurna luar biasa DPD pada pekan depan.