30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pelemahan Kurs Berpotensi Tekan Nilai Impor

Dollar v Rupiah.

SURABAYA, SUMUTPOS.CO   – Pelemahan nilai tukar rupiah membayangi kinerja ekspor-impor di Jatim. Kurs yang lemah dikhawatirkan terus menekan nilai impor. Pada kurun waktu Januari hingga Oktober tahun ini, nilai ekspor nonmigas Jatim mencapai USD 14,9 juta atau naik 5,68 persen.

Sementara itu, nilai impor nonmigas menurun 5,24 persen menjadi USD 12,38 juta. Kepala BPS Jatim Teguh Pramono menyatakan, pelemahan rupiah berpotensi membuat pengusaha membayar lebih tinggi untuk komoditas impor. “Kalau melemah, rupiah yang dibayar jadi banyak, harga impor jadi mahal,” katanya kemarin (15/11).

Kekhawatiran terhadap penurunan nilai impor utamanya terjadi pada komoditas bahan baku/penolong dan barang modal. Komoditas tersebut akan diolah di dalam negeri dan diekspor lagi dalam bentuk barang jadi. “Harga jual menjadi lebih mahal sehingga produk Indonesia menjadi tidak berdaya saing di pasar internasional,” terangnya.

Dampak pelemahan kurs terhadap kinerja impor tidak serta-merta terlihat. Dampaknya baru terlihat 3–4 bulan ke depan. Alasannya, perdagangan luar negeri biasanya memakai sistem kontrak. Pelemahan kurs juga tidak mampu mendorong ekspor.

Alasannya, kondisi negara-negara mitra dagang RI sedang tidak bagus sehingga permintaan impor tidak setinggi sebelumnya. Selama Oktober, impor nonmigas didominasi mesin-mesin atau peralatan mekanik dengan nilai USD 148,39 juta.

Setelah itu, diikuti besi dan baja, plastik dan barang dari plastik, perhiasan/permata, serta bungkil industri makanan. Dari sisi impor, Tiongkok menjadi negara mitra utama dengan nilai USD 333,37 juta, disusul AS senilai USD 103,66 juta, dan Singapura USD 75,32 juta.

Tiga negara itu menyumbang 42,32 persen impor Jatim. Selain tiga negara tersebut, Jatim mengimpor barang dari Thailand, Malaysia, Australia, dan Jerman. (res/c20/noe/jpnn/ije)

Dollar v Rupiah.

SURABAYA, SUMUTPOS.CO   – Pelemahan nilai tukar rupiah membayangi kinerja ekspor-impor di Jatim. Kurs yang lemah dikhawatirkan terus menekan nilai impor. Pada kurun waktu Januari hingga Oktober tahun ini, nilai ekspor nonmigas Jatim mencapai USD 14,9 juta atau naik 5,68 persen.

Sementara itu, nilai impor nonmigas menurun 5,24 persen menjadi USD 12,38 juta. Kepala BPS Jatim Teguh Pramono menyatakan, pelemahan rupiah berpotensi membuat pengusaha membayar lebih tinggi untuk komoditas impor. “Kalau melemah, rupiah yang dibayar jadi banyak, harga impor jadi mahal,” katanya kemarin (15/11).

Kekhawatiran terhadap penurunan nilai impor utamanya terjadi pada komoditas bahan baku/penolong dan barang modal. Komoditas tersebut akan diolah di dalam negeri dan diekspor lagi dalam bentuk barang jadi. “Harga jual menjadi lebih mahal sehingga produk Indonesia menjadi tidak berdaya saing di pasar internasional,” terangnya.

Dampak pelemahan kurs terhadap kinerja impor tidak serta-merta terlihat. Dampaknya baru terlihat 3–4 bulan ke depan. Alasannya, perdagangan luar negeri biasanya memakai sistem kontrak. Pelemahan kurs juga tidak mampu mendorong ekspor.

Alasannya, kondisi negara-negara mitra dagang RI sedang tidak bagus sehingga permintaan impor tidak setinggi sebelumnya. Selama Oktober, impor nonmigas didominasi mesin-mesin atau peralatan mekanik dengan nilai USD 148,39 juta.

Setelah itu, diikuti besi dan baja, plastik dan barang dari plastik, perhiasan/permata, serta bungkil industri makanan. Dari sisi impor, Tiongkok menjadi negara mitra utama dengan nilai USD 333,37 juta, disusul AS senilai USD 103,66 juta, dan Singapura USD 75,32 juta.

Tiga negara itu menyumbang 42,32 persen impor Jatim. Selain tiga negara tersebut, Jatim mengimpor barang dari Thailand, Malaysia, Australia, dan Jerman. (res/c20/noe/jpnn/ije)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/