25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Industri Otomotif Desak Pemerintah Terapkan Standar Euro 4

Industri Otomotif
Industri Otomotif

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  -Produsen otomotif mendesak pemerintah menerapkan standar bahan bakar Euro 4 untuk kendaraan roda 4. Sebelumnya, industri motor nasional memproduksi kendaraan roda 2 dengan standar emisi gas buang minimal Euro 3 sejak 2015.

“Ada beberapa hal terkait yang perlu diselesaikan. Misalnya aspek perpajakan, ketersediaan infrastruktur bahan bakar, dan kesiapan produsen,” tutur Vice President Director of Marketing and Sales Nissan Motor Indonesia (NMI) Davy J Tuilan, belum lama ini.

Khusus sisi produsen mobil, pria yang sebelumnya berkarier di Suzuki Indomobil Sales (SIS) tersebut, menilai, Indonesia tertinggal dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara, yang sudah menerapkan standar Euro 4. “Di ASEAN, tinggal Indonesia yang masih Euro 2. Thailand sudah Euro 4,” ungkap Davy.

Karena Indonesia menjadi satu-satunya negara dengan pasar besar yang masih belum menerapkan standar Euro 4, produsen mobil membutuhkan upaya khusus untuk bersaing di pasar Indonesia.

Satu di antaranya berinvestasi dengan memproduksi mesin mobil khusus yang cocok untuk bahan bakar standar Euro 2, saat seluruh negara sudah seragam di Euro 4. “Investasinya mahal,” kata Davy lagi.

Tidak hanya membebani produsen, lanjut Davy, nilai investasi tersebut juga tidak efisien bagi industri. Akibatnya, harga jual ke konsumen menjadi lebih tinggi. “Dari produsen mobil, aspirasinya kalau bisa sudah standar Euro 4,” ungkapnya.

Untuk bisa menerapkan standar Euro 4, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Pertamina, dan produsen mobil, harus merumuskan peta jalan menuju Euro 4.

Satu di antaranya, menyesuaikan kebijakan subsidi BBM dan memberi insentif kepada produsen mobil. Satu masalah yang dihadapi adalah ketersediaan BBM sesuai standar Euro 4. Davy menilai, hal itu harus segera diatasi. Sebab, sejumlah negara di Eropa kini mengadopsi standar Euro 6. “Kalau pakai standar Euro 4, kadar CO2 turun. Pemerintah saat ini membuat aturan luxury tax (pajak barang mewah) yang dikaitkan dengan emisi gas buang. Mungkin bisa dikaitkan dengan hal itu,” katanya.

Karena itu, sambungnya, harus ada kajian yang menyeluruh dari semua pihak, termasuk Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Misalnya mengenai skenario terbaiknya. Apakah mendahulukan kebijakan Euro 4 yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian bersama Kementerian Lingkungan Hidup, dengan dukungan Pertamina, atau aturan perpajakan dulu dari Kementerian Keuangan. Pertamina menjadi pihak yang harus berjuang keras jika Indonesia ingin mengadopsi standar Euro 4.

Alasannya, menurut Davy, kilang minyak milik Pertamina saat ini belum bisa menghasilkan BBM dengan kandungan sulfur maksimal 350 part per million (ppm) sesuai standar Euro 4. Pertamina baru bisa menghasilkan BBM sesuai Euro 4 bila kilang-kilang proyek RDMP selesai dibangun pada 2018-2021. (gen/c21/noe/jos/jpg/saz)

Industri Otomotif
Industri Otomotif

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  -Produsen otomotif mendesak pemerintah menerapkan standar bahan bakar Euro 4 untuk kendaraan roda 4. Sebelumnya, industri motor nasional memproduksi kendaraan roda 2 dengan standar emisi gas buang minimal Euro 3 sejak 2015.

“Ada beberapa hal terkait yang perlu diselesaikan. Misalnya aspek perpajakan, ketersediaan infrastruktur bahan bakar, dan kesiapan produsen,” tutur Vice President Director of Marketing and Sales Nissan Motor Indonesia (NMI) Davy J Tuilan, belum lama ini.

Khusus sisi produsen mobil, pria yang sebelumnya berkarier di Suzuki Indomobil Sales (SIS) tersebut, menilai, Indonesia tertinggal dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara, yang sudah menerapkan standar Euro 4. “Di ASEAN, tinggal Indonesia yang masih Euro 2. Thailand sudah Euro 4,” ungkap Davy.

Karena Indonesia menjadi satu-satunya negara dengan pasar besar yang masih belum menerapkan standar Euro 4, produsen mobil membutuhkan upaya khusus untuk bersaing di pasar Indonesia.

Satu di antaranya berinvestasi dengan memproduksi mesin mobil khusus yang cocok untuk bahan bakar standar Euro 2, saat seluruh negara sudah seragam di Euro 4. “Investasinya mahal,” kata Davy lagi.

Tidak hanya membebani produsen, lanjut Davy, nilai investasi tersebut juga tidak efisien bagi industri. Akibatnya, harga jual ke konsumen menjadi lebih tinggi. “Dari produsen mobil, aspirasinya kalau bisa sudah standar Euro 4,” ungkapnya.

Untuk bisa menerapkan standar Euro 4, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Pertamina, dan produsen mobil, harus merumuskan peta jalan menuju Euro 4.

Satu di antaranya, menyesuaikan kebijakan subsidi BBM dan memberi insentif kepada produsen mobil. Satu masalah yang dihadapi adalah ketersediaan BBM sesuai standar Euro 4. Davy menilai, hal itu harus segera diatasi. Sebab, sejumlah negara di Eropa kini mengadopsi standar Euro 6. “Kalau pakai standar Euro 4, kadar CO2 turun. Pemerintah saat ini membuat aturan luxury tax (pajak barang mewah) yang dikaitkan dengan emisi gas buang. Mungkin bisa dikaitkan dengan hal itu,” katanya.

Karena itu, sambungnya, harus ada kajian yang menyeluruh dari semua pihak, termasuk Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Misalnya mengenai skenario terbaiknya. Apakah mendahulukan kebijakan Euro 4 yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian bersama Kementerian Lingkungan Hidup, dengan dukungan Pertamina, atau aturan perpajakan dulu dari Kementerian Keuangan. Pertamina menjadi pihak yang harus berjuang keras jika Indonesia ingin mengadopsi standar Euro 4.

Alasannya, menurut Davy, kilang minyak milik Pertamina saat ini belum bisa menghasilkan BBM dengan kandungan sulfur maksimal 350 part per million (ppm) sesuai standar Euro 4. Pertamina baru bisa menghasilkan BBM sesuai Euro 4 bila kilang-kilang proyek RDMP selesai dibangun pada 2018-2021. (gen/c21/noe/jos/jpg/saz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/