26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Maret, Drainase Harus Tuntas

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Beberapa orang pekerja sedang melakukan pengerjaan drainase dan pelebaran jembatan di Jalan Glugur Medan, Rabu (31/8/2016). Pengerjaan dilakukan karena selama ini drainase tidak berfungsi dengan baik dan jembatan terlalu sempit.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Beberapa orang pekerja sedang melakukan pengerjaan drainase dan pelebaran jembatan di Jalan Glugur Medan, Rabu (31/8/2016). Pengerjaan dilakukan karena selama ini drainase tidak berfungsi dengan baik dan jembatan terlalu sempit.

MEDAN, SUMUTPOS.CO  -Dinas Bina Marga Kota Medan ternyata masih berbaik hati kepada kontraktor. Pasalnya, proyek jalan ataupun drainase di 2016 yang belum rampung dan masih dikerjakan awal 2017 ini, masih dapat diselesaikan pada Maret mendatang atau sampai 50 hari ke depan dari saat ini.

Kepala Bidang Drainase Dinas Bina Marga Kota Medan, Yusdartono, menyebutkan masih ada dua puluh paket pekerjaan yang belum selesai sampai saat ini. Pihaknya memberikan tambahan waktu pekerjaan kepada pemborong selama 50 hari, sejak batas waktu pekerjaan pada 25 Desember 2016.

Selama tambahan waktu 50 hari itu, kata Yus, pihak pemborong juga diwajibkan membayar uang denda dengan mekanisme satu per seribu dikali nilai kontrak. “Contohnya, satu per seribu dikali Rp1 juta (nilai kontrak) hasilnya seribu perharinya. Itulah yang wajib dia bayar,” katanya saat dihubungi, Kamis (5/1).

Yus menyebutkan, rata-rata nilai kontrak pekerjaan oleh kontraktor senilai Rp500-600 juta per paket. Sedangkan untuk denda yang disetor pihak pemborong, katanya, menjadi pendapatan asli daerah (PAD) Kota Medan. Pun, Pemko Medan akan melakukan pemutusan kontrak jika pihak pemborong tidak menyelesaikan proyek dimaksud selama 50 hari kerja kedepan.

“Terkadang mereka (pemborong) buru-buru mengerjakannya karena waktu yang sudah mepet. Mereka lebih mengutamakan pembetonan talunya,” katanya.

Amatan Sumut Pos, di beberapa ruas jalan masih tampak pekerjaan proyek drainse maupun pengaspalan. Hal itu membuat akses jalan menjadi terganggu. Bahkan material dan alat berat masih terparkir di sana, sehingga memakan badan jalan dan membuat kemacetan arus lalu lintas. Parahnya lagi, saat hujan deras turun, jalanan menjadi licin akibat tumpukan tanah yang menempel ke jalan. Begitupun saat cuaca panas melanda, maka debu dari pekerjaan tersebut menguap ke udara yang menyebabkan terjadinya polusi.

Dinas Bina Marga Kota Medan beralasan, penumpukan tanah yang terjadi di badan jalan akibat minimnya jumlah alat berat yang ada. “Armada mereka (pemborong) kan terbatas. Makanya saat mengorek dan mengangkut tumpukan material sering tidak sama. Sehingga saat penjemputan armada mereka sering terlambat,” ungkapnya.

Tanggung jawab akan hal itu, katanya, merupakan domain kontraktor. Termasuk proyek drainase yang berada di persimpangan jalan yang tidak diaspal kembali. “Ya, seluruhnya itu dikerjakan oleh pihak pemborong. termasuk yang crossing-crossing itu, itu harus diaspal lagi,” katanya.

Kepala Bidang Alat Berat Dinas Bina Marga Kota Medan, Zulkifli, mengaku tak ingat persis berapa alat berat yang disewa pemborong selama pekerjaan dilakukan. Namun ia mengakui banyak alat berat pemerintah yang digunakan untuk pekerjaan infrastruktur. Disebutnya bahwa untuk biaya sewa eskavator  sebesar Rp600 ribu per hari. Sedangkan truk sebesar Rp250 ribu per hari.

“Terkadang kalau untuk pengaspalan jalan mereka pakai dua atau tiga alat. Jadi saya gak hapal berapa jumlah totalnya,” katanya seraya mengatakan itu akan menjadi PAD Kota Medan.

Zul juga tak mengingat berapa PAD yang pihaknya peroleh dari alat berat tersebut. Ia juga tak berani mengatakan apakah seluruh alat berat yang digunakan, merupakan milik Pemko Medan. Ia hanya menjelaskan pihak pemborong dapat menggunakan miliknya sendiri atau dari pemerintah.

“Mereka (pemborong) bebas mau nyewa dari mana, mau dari pemerintah atau punya sendiri. Saya catat saja berapa satu hari yang keluar,” katanya. (prn/rbb)

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Beberapa orang pekerja sedang melakukan pengerjaan drainase dan pelebaran jembatan di Jalan Glugur Medan, Rabu (31/8/2016). Pengerjaan dilakukan karena selama ini drainase tidak berfungsi dengan baik dan jembatan terlalu sempit.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Beberapa orang pekerja sedang melakukan pengerjaan drainase dan pelebaran jembatan di Jalan Glugur Medan, Rabu (31/8/2016). Pengerjaan dilakukan karena selama ini drainase tidak berfungsi dengan baik dan jembatan terlalu sempit.

MEDAN, SUMUTPOS.CO  -Dinas Bina Marga Kota Medan ternyata masih berbaik hati kepada kontraktor. Pasalnya, proyek jalan ataupun drainase di 2016 yang belum rampung dan masih dikerjakan awal 2017 ini, masih dapat diselesaikan pada Maret mendatang atau sampai 50 hari ke depan dari saat ini.

Kepala Bidang Drainase Dinas Bina Marga Kota Medan, Yusdartono, menyebutkan masih ada dua puluh paket pekerjaan yang belum selesai sampai saat ini. Pihaknya memberikan tambahan waktu pekerjaan kepada pemborong selama 50 hari, sejak batas waktu pekerjaan pada 25 Desember 2016.

Selama tambahan waktu 50 hari itu, kata Yus, pihak pemborong juga diwajibkan membayar uang denda dengan mekanisme satu per seribu dikali nilai kontrak. “Contohnya, satu per seribu dikali Rp1 juta (nilai kontrak) hasilnya seribu perharinya. Itulah yang wajib dia bayar,” katanya saat dihubungi, Kamis (5/1).

Yus menyebutkan, rata-rata nilai kontrak pekerjaan oleh kontraktor senilai Rp500-600 juta per paket. Sedangkan untuk denda yang disetor pihak pemborong, katanya, menjadi pendapatan asli daerah (PAD) Kota Medan. Pun, Pemko Medan akan melakukan pemutusan kontrak jika pihak pemborong tidak menyelesaikan proyek dimaksud selama 50 hari kerja kedepan.

“Terkadang mereka (pemborong) buru-buru mengerjakannya karena waktu yang sudah mepet. Mereka lebih mengutamakan pembetonan talunya,” katanya.

Amatan Sumut Pos, di beberapa ruas jalan masih tampak pekerjaan proyek drainse maupun pengaspalan. Hal itu membuat akses jalan menjadi terganggu. Bahkan material dan alat berat masih terparkir di sana, sehingga memakan badan jalan dan membuat kemacetan arus lalu lintas. Parahnya lagi, saat hujan deras turun, jalanan menjadi licin akibat tumpukan tanah yang menempel ke jalan. Begitupun saat cuaca panas melanda, maka debu dari pekerjaan tersebut menguap ke udara yang menyebabkan terjadinya polusi.

Dinas Bina Marga Kota Medan beralasan, penumpukan tanah yang terjadi di badan jalan akibat minimnya jumlah alat berat yang ada. “Armada mereka (pemborong) kan terbatas. Makanya saat mengorek dan mengangkut tumpukan material sering tidak sama. Sehingga saat penjemputan armada mereka sering terlambat,” ungkapnya.

Tanggung jawab akan hal itu, katanya, merupakan domain kontraktor. Termasuk proyek drainase yang berada di persimpangan jalan yang tidak diaspal kembali. “Ya, seluruhnya itu dikerjakan oleh pihak pemborong. termasuk yang crossing-crossing itu, itu harus diaspal lagi,” katanya.

Kepala Bidang Alat Berat Dinas Bina Marga Kota Medan, Zulkifli, mengaku tak ingat persis berapa alat berat yang disewa pemborong selama pekerjaan dilakukan. Namun ia mengakui banyak alat berat pemerintah yang digunakan untuk pekerjaan infrastruktur. Disebutnya bahwa untuk biaya sewa eskavator  sebesar Rp600 ribu per hari. Sedangkan truk sebesar Rp250 ribu per hari.

“Terkadang kalau untuk pengaspalan jalan mereka pakai dua atau tiga alat. Jadi saya gak hapal berapa jumlah totalnya,” katanya seraya mengatakan itu akan menjadi PAD Kota Medan.

Zul juga tak mengingat berapa PAD yang pihaknya peroleh dari alat berat tersebut. Ia juga tak berani mengatakan apakah seluruh alat berat yang digunakan, merupakan milik Pemko Medan. Ia hanya menjelaskan pihak pemborong dapat menggunakan miliknya sendiri atau dari pemerintah.

“Mereka (pemborong) bebas mau nyewa dari mana, mau dari pemerintah atau punya sendiri. Saya catat saja berapa satu hari yang keluar,” katanya. (prn/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/