25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Kasus Korupsi Langkat Terbesar di Indonesia

Kalahkan Banyak Perkara Lain

JAKARTA-Perkara dugaan korupsi APBD Langkat memang cukup fenomenal lantaran tergolong besar. Bayangkan saja, dugaan kerugian negara dalam kasus Langkat, menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), jumlahnya mencapai Rp102,7 miliar. Dan ternyata, jumlah itu melebihi jumlah kerugian negara pada empat perkara korupsi di daerah yang ditangani KPK sepanjang 2010.

Data Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dipublikasikan kemarin (7/3) menyebutkan, selama 2010, KPK menangani 23 perkara. Empat diantaranya adalah kasus keuangan daerah yang jumlah kerugian negaranya mencapai Rp99,8 miliar.

Peneliti ICW Tama S Langkun dan Lais Abid menjelaskan, jumlah kerugian negara dalam kasus Langkat belum dimasukkan ke data, dengan alasan data yang dirangkum adalah angka kerugian negara yang sudah diputuskan pengadilan tipikor terhadap empat kasus.

“Data kasus Syamsul Arifin belum masuk karena basis data yang kita pakai adalah putusan pengadilan tipikor. Sedang Syamsul masih tersangka dan belum diputuskan pengadilan. Kalau sudah divonis tahun ini, ya nanti kita masukkan ke data 2011,” terang Lais Abid saat membeberkan hasil kajiannya di Sekretariat ICW, Kalibata, Jakarta, kemarin.

Dalam paparan hasil kajiannya, Tama dan Lais menjelaskan kinerja KPK sepanjang 2010. Jumlah kasus yang ditangani KPK dan sudah ada tersangkanya 23 kasus, sama dengan 2009. Hanya saja, jumlah tersangkanya lebih banyak yakni 69 tersangka, yang pada 2009 hanya 42. Potensi kerugian negara berdasar vonis hakim juga naik, yakni Rp619 miliar, dibanding 2009 yang Rp470,6 miliar.

Dari 23 kasus itu, lima sektor korupsi terbesar adalah energi yakni Rp204 miliar (3 kasus), infrastruktur Rp146,1 miliar (3 kasus), keuangan daerah Rp99,8 miliar (4 kasus), kesehatan Rp93,4 miliar (3 kasus), dan perbankan Rp5 miliar (1 kasus). Dari data terlihat, kasus keuangan daerah jumlahnya terbesar yakni 4 kasus.

“Pada 2010 sektor keuangan daerah dan bantuan masyarakat (bansos dari APBD, red), merupakan sektor yang paling banyak ditangani KPK,” ujar Tama S Langkun. Namun, dilihat potensi kerugian negara, terbanyak dari sektor energi.

Data yang dilansir ICW juga menyebutkan, kasus yang paling banyak menimbulkan kerugian negara adalah kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran yang melibatkan sejumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah, termasuk mantan Dirjen Otda Kemendagri Oentarto Sindung Mawardi dan mantan Mendagri Hari Sabarno. Total kerugian negara Rp86 miliar. Lagi-lagi, jumlah ini masih kalah dengan jumlah dugaan kerugian negara kasus Langkat.

Kasus Langkat juga ‘mengalahkan’ kasus yang oleh ICW termasuk tiga besar, yakni kasus mark up proyek pembangunan jalan dari Palembang ke pelabuhan Tanjung Api-api pada 2005-2008 yang mencapai Rp60 miliar. Kasus Langkat hanya kalah tipis dengan peringkat pertama versi ICW, yakni kasus pengadaan dan pemasangan solar home system (SHS) pada Dirjen Listrik dan Sumber Daya Mineral pada 2007 dan 2008 yang nilainya Rp119 miliar.

Sementara, dari jenis aktor korupsi yang ditangani KPK sepanjang 2010, ICW mencatat, terbanyak adalah anggota DPR yang mencapai 26 orang. Mereka ini terjerat kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI dan terlibat damkar, seperti anggota

DPR dari Fraksi Partai Golkar yang mantan gubernur Riau, Saleh Djasit. Menyusul kemudian pengusaha 8 tersangka, dan bupati/walikota 5 orang. Syamsul termasuk ke dalam 5 ini, lantaran dia dijerat sebagai mantan bupati Langkat.

“KPK sudah mulai menangani kasus-kasus di pusat kekuasaan dengan tidak melupakan kasus yang terjadi di daerah, terbukti dengan penatapan tersangka terhadap lima kepala daerah, bupati/wali kota,” terang Tama Langkun.

Tersangka Kluyuran Tiga Tahun
Meski demikian, KPK sepertinya tunduk kepada tiga pejabat di Riau. Ketiganya adalah Bupati Kampar Burhanuddin Husin, Bupati Siak Arwin As  dan Syuhada Tasman, yang menjabat Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau tahun 2004. Burhan dan Syuhada sudah sejak 2008 ditetapkan sebagai tersangka. Sedang Arwin As ditetapkan sebagai tersangka pada September 2009. Hingga kemarin, ketiganya belum juga ditahan oleh KPK.

Ketiganya tersangkut kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Riau yang sudah menjebloskan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaffar ke dalam penjara.

Indonesia Corruption Watch (ICW) memasukkan perkara ini sebagai salah satu dari 10 perkara macet dan berlarut-larut di KPK.

“Ir Syuhada Tasman MM tersangka sejak 2008 (3 tahun) belum ditahan. Drs H Burhanudin Husin MM tersangka sejak 2008 (3 tahun) sekarang menjadi Bupati Kampar dan belum ditahan. Bupati Siak Arwin. AS Sept 2009 belum ditahan,” ujar Tama S Langkun.

Sementara, Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo mengatakan, kasus tersebut jika tidak segera dibereskan, maka akan menjadi amunisi bagi kekuatan antikorupsi untuk menyerang KPK. “Sedikit saja ada kelemahan, akan menjadi celah untuk menyerang KPK,” ujar Adnan Topan.
Seperti diketahui, Burhanuddin yang juga Ketua DPC Partai Golkar Kampar, mencalonkan kembali sebagai Bupati Kampar periode 2011-2016.

Syuhada Tasman dan Burhanunuddin Husin diduga kuat telah menerbitkan IUPHHK-HTI, saat menjabat Kepala Dinas Provinsi Riau 2004 hingga 2005. Penerbitan IUPHHK-HTI diduga menjadi salah satu penyebab praktik pembalakan liar yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Sementara, Tama S Langkun menyebutkan 10 kasus yang masuk kategori macet atau berlarut-larut. Pertama, kasus di Riau tersebut. Kedua, Kasus dugaan korupsi pengadaan alat sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan pada 2007 hingga 2010 yang nilai proyeknya sebesar Rp180 miliar. Anggoro Wijaya tersangka sejak 23 Agustus 2009 dan langsung dinyatakan buron, karena menghilang. David Angkawijaya tersangka sejak 22 Agustus 2008 dicekal dan berlaku setahun, belum ditahan.

Ketiga, Kasus penggelembungan harga dalam biaya pengiriman hibah alat transportasi KRL dari Jepang ke Indonesia yang merugikan negara Rp11 miliar pada 2006 sampai 2007.
Sumino Eko Saputro Direktur jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan tersangka sejak 4 November 2009. Dicekal tanggal 10 Desember 2009 melalui surat siar pencegahan Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian nomor IMI.5.GR.02.06-3.20648, sampai saat ini belum ditahan.

Keempat, Bailout bank century yang terindikasikan tindak pidana korupsi. Kelima, belum diungkapnya pemberi suap dalam kasus cek pelawat. Keenam, kasus dugaan suap dana stimulus pembangunan dermaga dan bandara di Indonesia Timur. Ketujuh, kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran. “Mantan Dirjen Otda Oentarto SM hingga sudah bebas, Hari Sabarno yang sudah tersangka belum juga ditindaklanjuti,” ujar Adnan Topan, menambahkan.

Delapan, korupsi pada proyek pengadaan outsourcing Customer Management System atau Rencana Induk Sistem Informasi CIS-RISI yang dilakukan pada 2000-2006 di PLN Pusat Jakarta-Tangerang. Sembilan, rekening gendut (Dugaan transaksi keuangan mencurigakan perwira POLRI). 10. Perkara BLBI.(sam)

Kalahkan Banyak Perkara Lain

JAKARTA-Perkara dugaan korupsi APBD Langkat memang cukup fenomenal lantaran tergolong besar. Bayangkan saja, dugaan kerugian negara dalam kasus Langkat, menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), jumlahnya mencapai Rp102,7 miliar. Dan ternyata, jumlah itu melebihi jumlah kerugian negara pada empat perkara korupsi di daerah yang ditangani KPK sepanjang 2010.

Data Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dipublikasikan kemarin (7/3) menyebutkan, selama 2010, KPK menangani 23 perkara. Empat diantaranya adalah kasus keuangan daerah yang jumlah kerugian negaranya mencapai Rp99,8 miliar.

Peneliti ICW Tama S Langkun dan Lais Abid menjelaskan, jumlah kerugian negara dalam kasus Langkat belum dimasukkan ke data, dengan alasan data yang dirangkum adalah angka kerugian negara yang sudah diputuskan pengadilan tipikor terhadap empat kasus.

“Data kasus Syamsul Arifin belum masuk karena basis data yang kita pakai adalah putusan pengadilan tipikor. Sedang Syamsul masih tersangka dan belum diputuskan pengadilan. Kalau sudah divonis tahun ini, ya nanti kita masukkan ke data 2011,” terang Lais Abid saat membeberkan hasil kajiannya di Sekretariat ICW, Kalibata, Jakarta, kemarin.

Dalam paparan hasil kajiannya, Tama dan Lais menjelaskan kinerja KPK sepanjang 2010. Jumlah kasus yang ditangani KPK dan sudah ada tersangkanya 23 kasus, sama dengan 2009. Hanya saja, jumlah tersangkanya lebih banyak yakni 69 tersangka, yang pada 2009 hanya 42. Potensi kerugian negara berdasar vonis hakim juga naik, yakni Rp619 miliar, dibanding 2009 yang Rp470,6 miliar.

Dari 23 kasus itu, lima sektor korupsi terbesar adalah energi yakni Rp204 miliar (3 kasus), infrastruktur Rp146,1 miliar (3 kasus), keuangan daerah Rp99,8 miliar (4 kasus), kesehatan Rp93,4 miliar (3 kasus), dan perbankan Rp5 miliar (1 kasus). Dari data terlihat, kasus keuangan daerah jumlahnya terbesar yakni 4 kasus.

“Pada 2010 sektor keuangan daerah dan bantuan masyarakat (bansos dari APBD, red), merupakan sektor yang paling banyak ditangani KPK,” ujar Tama S Langkun. Namun, dilihat potensi kerugian negara, terbanyak dari sektor energi.

Data yang dilansir ICW juga menyebutkan, kasus yang paling banyak menimbulkan kerugian negara adalah kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran yang melibatkan sejumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah, termasuk mantan Dirjen Otda Kemendagri Oentarto Sindung Mawardi dan mantan Mendagri Hari Sabarno. Total kerugian negara Rp86 miliar. Lagi-lagi, jumlah ini masih kalah dengan jumlah dugaan kerugian negara kasus Langkat.

Kasus Langkat juga ‘mengalahkan’ kasus yang oleh ICW termasuk tiga besar, yakni kasus mark up proyek pembangunan jalan dari Palembang ke pelabuhan Tanjung Api-api pada 2005-2008 yang mencapai Rp60 miliar. Kasus Langkat hanya kalah tipis dengan peringkat pertama versi ICW, yakni kasus pengadaan dan pemasangan solar home system (SHS) pada Dirjen Listrik dan Sumber Daya Mineral pada 2007 dan 2008 yang nilainya Rp119 miliar.

Sementara, dari jenis aktor korupsi yang ditangani KPK sepanjang 2010, ICW mencatat, terbanyak adalah anggota DPR yang mencapai 26 orang. Mereka ini terjerat kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI dan terlibat damkar, seperti anggota

DPR dari Fraksi Partai Golkar yang mantan gubernur Riau, Saleh Djasit. Menyusul kemudian pengusaha 8 tersangka, dan bupati/walikota 5 orang. Syamsul termasuk ke dalam 5 ini, lantaran dia dijerat sebagai mantan bupati Langkat.

“KPK sudah mulai menangani kasus-kasus di pusat kekuasaan dengan tidak melupakan kasus yang terjadi di daerah, terbukti dengan penatapan tersangka terhadap lima kepala daerah, bupati/wali kota,” terang Tama Langkun.

Tersangka Kluyuran Tiga Tahun
Meski demikian, KPK sepertinya tunduk kepada tiga pejabat di Riau. Ketiganya adalah Bupati Kampar Burhanuddin Husin, Bupati Siak Arwin As  dan Syuhada Tasman, yang menjabat Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau tahun 2004. Burhan dan Syuhada sudah sejak 2008 ditetapkan sebagai tersangka. Sedang Arwin As ditetapkan sebagai tersangka pada September 2009. Hingga kemarin, ketiganya belum juga ditahan oleh KPK.

Ketiganya tersangkut kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Riau yang sudah menjebloskan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaffar ke dalam penjara.

Indonesia Corruption Watch (ICW) memasukkan perkara ini sebagai salah satu dari 10 perkara macet dan berlarut-larut di KPK.

“Ir Syuhada Tasman MM tersangka sejak 2008 (3 tahun) belum ditahan. Drs H Burhanudin Husin MM tersangka sejak 2008 (3 tahun) sekarang menjadi Bupati Kampar dan belum ditahan. Bupati Siak Arwin. AS Sept 2009 belum ditahan,” ujar Tama S Langkun.

Sementara, Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo mengatakan, kasus tersebut jika tidak segera dibereskan, maka akan menjadi amunisi bagi kekuatan antikorupsi untuk menyerang KPK. “Sedikit saja ada kelemahan, akan menjadi celah untuk menyerang KPK,” ujar Adnan Topan.
Seperti diketahui, Burhanuddin yang juga Ketua DPC Partai Golkar Kampar, mencalonkan kembali sebagai Bupati Kampar periode 2011-2016.

Syuhada Tasman dan Burhanunuddin Husin diduga kuat telah menerbitkan IUPHHK-HTI, saat menjabat Kepala Dinas Provinsi Riau 2004 hingga 2005. Penerbitan IUPHHK-HTI diduga menjadi salah satu penyebab praktik pembalakan liar yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Sementara, Tama S Langkun menyebutkan 10 kasus yang masuk kategori macet atau berlarut-larut. Pertama, kasus di Riau tersebut. Kedua, Kasus dugaan korupsi pengadaan alat sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan pada 2007 hingga 2010 yang nilai proyeknya sebesar Rp180 miliar. Anggoro Wijaya tersangka sejak 23 Agustus 2009 dan langsung dinyatakan buron, karena menghilang. David Angkawijaya tersangka sejak 22 Agustus 2008 dicekal dan berlaku setahun, belum ditahan.

Ketiga, Kasus penggelembungan harga dalam biaya pengiriman hibah alat transportasi KRL dari Jepang ke Indonesia yang merugikan negara Rp11 miliar pada 2006 sampai 2007.
Sumino Eko Saputro Direktur jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan tersangka sejak 4 November 2009. Dicekal tanggal 10 Desember 2009 melalui surat siar pencegahan Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian nomor IMI.5.GR.02.06-3.20648, sampai saat ini belum ditahan.

Keempat, Bailout bank century yang terindikasikan tindak pidana korupsi. Kelima, belum diungkapnya pemberi suap dalam kasus cek pelawat. Keenam, kasus dugaan suap dana stimulus pembangunan dermaga dan bandara di Indonesia Timur. Ketujuh, kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran. “Mantan Dirjen Otda Oentarto SM hingga sudah bebas, Hari Sabarno yang sudah tersangka belum juga ditindaklanjuti,” ujar Adnan Topan, menambahkan.

Delapan, korupsi pada proyek pengadaan outsourcing Customer Management System atau Rencana Induk Sistem Informasi CIS-RISI yang dilakukan pada 2000-2006 di PLN Pusat Jakarta-Tangerang. Sembilan, rekening gendut (Dugaan transaksi keuangan mencurigakan perwira POLRI). 10. Perkara BLBI.(sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/