25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Ribuan Warga Baduy Jalan Kaki Angkut Hasil Bumi

Foto: lp6
Ribuan warga Baduy berjalan kaki mengangkut hasil bumi, dalam gelar tradisi Seba, menuju Kantor Bupati Lebak, Banten, Jumat (28/4).

LEBAK, SUMUTPOS.CO – Ribuan warga Baduy berjalan kaki memadati jalan-jalan utama di Kabupaten Lebak, Banten, Jumat (28/4). Rombongan tersebut disambut jajaran Muspida Pemkab Lebak saat memasuki Kota Rangkas Bitung untuk melaksanakan tradisi Pesona Seba Baduy ke Kantor Bupati Lebak, Banten.

”Kegiatan Seba dimulai pada hari ini (Jumat) sampai Minggu (28-30) April 2017. Dimulai dari Kantor Kecamatan Leuwidamar di Kabupaten Lebak sampai Museum Negeri Provinsi Banten di Kota Serang,” kata Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya di Rangkas Bitung, Lebak, Banten, Jumat (28/4).

Warga Baduy luar dan dalam melakukan jalan kaki dari kampung mereka sambil membawa aneka hasil bumi yang dipersembahkan kepada kepala daerah. Pada pukul 16.00 WIB rombongan masyarakat Baduy memasuki kota Rangkasbitung, melewati jalan-jalan kota yang dihiasi branding Pesona Indonesia.

Ini tradisi tahunan milik adat yang berasal dari daerah Selatan di Kabupaten Lebak. Tahun ini tergolong Seba Gede (besar), diikuti lebih dari 2.000 lebih orang masyarakat suku Baduy baik dari Baduy Dalam maupun Baduy Luar.

“Selamat dan sukses,” jelas Arief Yahya Menpar. Perayaan Seba sampai sekarang masih dipertahankan secara turun-temurun oleh masyarakat Baduy. Perayaan Seba tersebut merupakan bentuk silatuhrahmi masyarakat Baduy dengan kepala daerah yakni Bupati dan Gubernur sebagai “Bapak Gede” atau kepala pemerintah daerah.

Menurut Bupati Octavia, Seba Baduy dilakukan setelah warga Baduy menjalani ritual kawalu selama tiga bulan. Ritual Kawalu berlangsung selama tiga bulan dan pada kurun waktu tersebut kawasan Baduy tertutup bagi wisatawan. Ia menjelaskan, Seba Baduy merupakan upacara tradisi sakral warga Baduy yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Seba ini merupakan budaya yang sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak zaman Kesultanan Banten.

“Pesan moral yang disampaikan dari masyarakat baduy yakni menitipkan pesan kepada pemerintah untuk menjaga kelestarian alam, hutan, dan lingkungan. Tentunya ini juga merupakan pesan moral untuk kita sebagai masyarakat Banten agar tetap menjaga kelestarian alam supaya terhindar dari bencana,” kata Bupati Octavia.

Esthy Reko Astuty, Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Kemenpar, didampingi Kepala Bidang Promosi Wisata Budaya Asdep Personal Wawan Gunawan mengatakan, tradisi seba baduy merupakan salah satu destinasi wisata budaya favorit yang dimiliki Provinsi Banten.

“Budaya itu semakin dilestarikan, semakin mensejahterakan. Selaras dengan itu, keunikan masyarakat Baduy yang menjaga kuat tradisinya justru menjadi kekuatan sendiri yang bernilai jual wisata tinggi,” ujar Esthy.

Esthy menambahkan, Indonesia sendiri memiliki faktor-faktor yang menjadi daya tarik promosi bagi wisatawan untuk datang berwisata. Faktor-faktor tersebut, lanjut Esthy, yakni budaya, alam, dan wisata buatan.

“Prosentasenya budaya 60 persen, alam 35 persen, dan wisata buatan 5 persen” kata Esthy.

Foto: lp6
Ribuan warga Baduy berjalan kaki mengangkut hasil bumi, dalam gelar tradisi Seba, menuju Kantor Bupati Lebak, Banten, Jumat (28/4).

LEBAK, SUMUTPOS.CO – Ribuan warga Baduy berjalan kaki memadati jalan-jalan utama di Kabupaten Lebak, Banten, Jumat (28/4). Rombongan tersebut disambut jajaran Muspida Pemkab Lebak saat memasuki Kota Rangkas Bitung untuk melaksanakan tradisi Pesona Seba Baduy ke Kantor Bupati Lebak, Banten.

”Kegiatan Seba dimulai pada hari ini (Jumat) sampai Minggu (28-30) April 2017. Dimulai dari Kantor Kecamatan Leuwidamar di Kabupaten Lebak sampai Museum Negeri Provinsi Banten di Kota Serang,” kata Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya di Rangkas Bitung, Lebak, Banten, Jumat (28/4).

Warga Baduy luar dan dalam melakukan jalan kaki dari kampung mereka sambil membawa aneka hasil bumi yang dipersembahkan kepada kepala daerah. Pada pukul 16.00 WIB rombongan masyarakat Baduy memasuki kota Rangkasbitung, melewati jalan-jalan kota yang dihiasi branding Pesona Indonesia.

Ini tradisi tahunan milik adat yang berasal dari daerah Selatan di Kabupaten Lebak. Tahun ini tergolong Seba Gede (besar), diikuti lebih dari 2.000 lebih orang masyarakat suku Baduy baik dari Baduy Dalam maupun Baduy Luar.

“Selamat dan sukses,” jelas Arief Yahya Menpar. Perayaan Seba sampai sekarang masih dipertahankan secara turun-temurun oleh masyarakat Baduy. Perayaan Seba tersebut merupakan bentuk silatuhrahmi masyarakat Baduy dengan kepala daerah yakni Bupati dan Gubernur sebagai “Bapak Gede” atau kepala pemerintah daerah.

Menurut Bupati Octavia, Seba Baduy dilakukan setelah warga Baduy menjalani ritual kawalu selama tiga bulan. Ritual Kawalu berlangsung selama tiga bulan dan pada kurun waktu tersebut kawasan Baduy tertutup bagi wisatawan. Ia menjelaskan, Seba Baduy merupakan upacara tradisi sakral warga Baduy yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Seba ini merupakan budaya yang sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak zaman Kesultanan Banten.

“Pesan moral yang disampaikan dari masyarakat baduy yakni menitipkan pesan kepada pemerintah untuk menjaga kelestarian alam, hutan, dan lingkungan. Tentunya ini juga merupakan pesan moral untuk kita sebagai masyarakat Banten agar tetap menjaga kelestarian alam supaya terhindar dari bencana,” kata Bupati Octavia.

Esthy Reko Astuty, Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Kemenpar, didampingi Kepala Bidang Promosi Wisata Budaya Asdep Personal Wawan Gunawan mengatakan, tradisi seba baduy merupakan salah satu destinasi wisata budaya favorit yang dimiliki Provinsi Banten.

“Budaya itu semakin dilestarikan, semakin mensejahterakan. Selaras dengan itu, keunikan masyarakat Baduy yang menjaga kuat tradisinya justru menjadi kekuatan sendiri yang bernilai jual wisata tinggi,” ujar Esthy.

Esthy menambahkan, Indonesia sendiri memiliki faktor-faktor yang menjadi daya tarik promosi bagi wisatawan untuk datang berwisata. Faktor-faktor tersebut, lanjut Esthy, yakni budaya, alam, dan wisata buatan.

“Prosentasenya budaya 60 persen, alam 35 persen, dan wisata buatan 5 persen” kata Esthy.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/