MEDAN, SUMUTPOS.CO -Petugas Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sumut menciduk tujuh mucikari dari sejumlah hotel di Medan dan Deliserdang. Ketujuh pelaku ini terlibat kasus perdagangan perempuan muda untuk dijadikan pekerja seks komersial (PSK).
Kasusnya berbeda-beda. Ada yang terlibat dengan modus mengirimkan tenaga kerja (TKI) ke Malaysia kemudian dijadikan pelacur. Kemudian prostitusi online dengan memanfaatkan media sosial. Satu lagi kasus prostitusi model tradisional, yaitu menjual kawan sekolah.
Ketujuh mucikari tersebut masing-masing, terdiri dari enam perempuan dan satu laki-laki. Tersangka pria berinisal HPS (32) alias Hendrik, warga Dusun Pekan, Kelurahan Pangkalan Palang Kecamatan Pangkatan, Labuhanbatu, Sumut. Sedangkan mucikari perempuan masing-masing, IP (22) dan Y (24) warga Sunggal, AB (19) dan P (26), PA (23) alias Siska warga Grobokan Purwodadi serta CNS (17) siswa SMA di Medan.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut Komisaris Besar Polisi Andi Ryan menjelaskan, Hendrik, IP, Y dan AB serta P merupakan mucikari yang menawarkan jasa seks melalui media sosial khususnya twitter dan instagram untuk menjual perempuan muda dalam bisnis prostitusi. Sedangkan CNS, yang masih pelajar nekad menjual teman sekolahnya sendiri kepada lelaki hidung belang.
“Kalau Siska, dia mucikari yang menjual perempuan dengan modus mengirim TKI. Ia bermain di Jogja. Dia memantau potensi cewek-cewek nakal. Lalu didekati dan direkrut dengan menjanjikan jadi TKI. Calon korbannya dikirim ke Malaysia, awalnya jadi terapis di tempat spa namun ujung-ujungnya dijadikan pelacur, ” beber Andi Ryan, Selasa (7/11).
Direktur Ditreskrimum Poldasu menjelaskan, terungkapnya kasus ini ketika pada 25 Oktober lalu, polisi mengamankan dua perempuan dari Hotel Wings di Tanjung Morawa. Kedua perempuan itu yakni Siska (mucikari) dan SF (korban).
Saat itu, Siska hendak mengirimkan SF ke Malaysia via Bandara Kualanamu. Siska menjanjikan kepada SF untuk dipekerjakan sebagai terapis spa di Hotel Cassanova Jalan Alor Bukit Bintang, Kuala Lumpur. Ternyata, di tangan Siska ada lima paspor lagi dengan nama berbeda serta tiket pesawat ke Kuala Lumpur.
Belakangan diketahui, pelaku Siska dan korban SF serta lima nama lainnya yang akan berangkat ke Malaysia tidak dilengkapi dokumen resmi, hanya paspor sebagai pelancong. Polisi pun menyaru sebagai sopir taksi online lalu berperan mengantar korban ke Bandara Kualanamu.
Di bandara, polisi kemudian mengamankan dua korban lainnya yang sedang menunggu pesawat untuk berangkat ke Malaysia. Kedua korban lainnya ini perempuan berinisial AD dan EW.
“Siska ini membelikan tiket pulang pergi untuk para korbannya, sehingga mereka bisa pulang-pergi sekali sebulan. Tujuannya agar kedoknya tidak terbongkar. Kan paspornya untuk melancong bukan kerja,” timpal Kompol Sandy Sinurat.
“Namun tiket yang dibelinya itu wajib dibayar kembali oleh para korban melalui pemotongan honor kerja sebagai PSK. Ini kan namanya menjerat korban lagi dengan modus beban utang,” sambung Sandy.
Sandy menambahkan, pihaknya sudah menyelidiki kasus ini dengan mengirim tim investigatif ke Malaysia. Para korbannya, kata dia, oleh lelaki hidung belang dibawa ke hotel.
“Kami sedang mengembangkan kasus ini. Kami juga sudah koordinasi dengan pihak KBRI dan konsulat di Malaysia,” ungkapnya.
Sementara untuk pengungkapan kasus prostitusi online, Sandy menjelaskan pengungkapan ini berawal dari masuknya pesan singkat (sms) ke nomor ponselnya. Isinya membocorkan akun-akun twitter dan instagram yang khusus menawarkan jasa seksual.
“Saya tak tau siapa pengirimnya. Namun tim kami menyelidiki informasi tersebut. Dan ternyata, akun-akun yang disebutkan itu benar terlibat kasus prostitusi. ‘Nah sudah mantap ini,’ pikirku. Langsung kami buru,” beber Sandy Sinurat.