29 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Pidie Dihantam Banjir Bandang, 5 Desa Terendam, 12 Penduduk Tewas

SIGLI-Banjir bandang menghantam lima gampong (kampung) di Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Kamis (10/3) malam kemarin. Banjir yang terjadi saat penduduk desa tertidur lelap itu merusak ratusan rumah penduduk dan menyebabkan 12 warga meninggal dunia.

Kelima gampong  dalam Kecamatan Tangse yang mengalami bencana besar itu meliputi Gampong Peunalom 1 dan Peunalom 2, kedua gampong ini tergolong parah 70 persen rumah warga terseret banjir badeng, sedangkan Gampong Blang Dalam, Blang Bungong, dan Rayan, sedikit lebih ringan dibanding kedua gampong tetangga lainnya.
Sedangkan 12 warga yang menjadi korban akibat diterjang banjir, terdiri dari Gani Usman (60), Samsul (25) dan seorang anak putri perempuannya.

masih berusia (20) belum terdata namanya, ketiga korban masih satu keluarga.

Selanjutnya, Fatriah Abubakar (40), Hendra Asnawi (16) dan seorang anak perempuan dari Mustafa masih berusia 2 tahun belum terdata namanya, kesemua korban tersebut tercatat warga Peunalom 1.

Lainnya Warga Rantau panyang, terdiri dari pang Hitam (75), hasbi (60) dan seorang anaknya masih berusia 3 tahun namanya belum terdata, selebihnya warga rayan yang juga alami musibah dalam waktu bersamaan Rumaida Ali (35), kesemuanya jasadnya sudah ditemui warga disana.

Akhirnya warga pun diungsikan ke Masjid Peunalom dengan membuka dapur umum dan posko pengobatan bagi para korban.

Banjir bandang ini mendapat sorotan tajam dari aktivis lingkungan. Ketua Walhi Aceh, TM Zulfikar, menuding pengusaha liar yang melakukan aktivitas illegal logging dituding sebagai penyebab banjir bandang. ”Banjir yang terjadi di Tangse ini telah mengingatkan kita atas kejadian serupa di Wasior, di Papua Barat, bulan Oktober 2010 lalu yang telah menewaskan 29 orang dan 103 orang lainnya dinyatakan hilang, dan menyebabkan fasilitas dan infrastruktur pemerintah dan asset milik masyarakat rusak,” ujar TM Zulfikar, Jumat (11/3).

Diungkapkannya, bencana yang sama di Tangse juga terjadi pada tahun 1985. Lagi-lagi sebagian besar pemukiman di Beungga, Kecamatan Titeu Keumala serta 5 kecamatan di sekitarnya terendam air. Bukan hanya itu, sejumlah penduduk dikabarkan meninggal dunia dan hancurnya berbagai fasilitas publik.

Memang kawasan Tangse merupakan daerah rawan banjir bandang. Walau demikian, hal itu takkan terjadi, kalau tidak ada aksi perambahan hutan secara ilegal. Seperti diketahui, banjir bandang di Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, kemarin malam sekira pukul 20.00 WIB, telah merusak lima  gampong dan 70 persen kerusakan pemukiman penduduk diakibatkan hantaman kayu.

Air Setinggi 1 Meter

Sementara itu di Aceh Jaya, 15 desa Kecamatan Teunom juga terendam banjir. Informasi tersebut diperoleh dari Wakil Bupati Aceh Jaya, Zamzami Abdulrani. ”Ketinggian mencapai 1 meter,” singkatnya.

Meski warga setempat mengaku telah terbiasa dengan keadaan demikian, Zamzami beserta perangkat kerja di daerahnya telah berupaya semaksimal mungkin menciptakan program pencegahan dan pelaksanaan pembangunannya, seperti pelurusan daerah aliran sungai (DAS) hingga pemasangan tanggul di tepi sungai.
“Tapi, Kabupaten Aceh Jaya tidak mampu melaksanakan pemasangan tanggul dan pelurusan DAS secepat munkin, karena dana APBK kita minim tiap tahun. Untuk tahun ini (2011) hanya Rp400 miliar lebih APBK Aceh Jaya,” ucapnya. (isf/den/slm/jpnn)

SIGLI-Banjir bandang menghantam lima gampong (kampung) di Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Kamis (10/3) malam kemarin. Banjir yang terjadi saat penduduk desa tertidur lelap itu merusak ratusan rumah penduduk dan menyebabkan 12 warga meninggal dunia.

Kelima gampong  dalam Kecamatan Tangse yang mengalami bencana besar itu meliputi Gampong Peunalom 1 dan Peunalom 2, kedua gampong ini tergolong parah 70 persen rumah warga terseret banjir badeng, sedangkan Gampong Blang Dalam, Blang Bungong, dan Rayan, sedikit lebih ringan dibanding kedua gampong tetangga lainnya.
Sedangkan 12 warga yang menjadi korban akibat diterjang banjir, terdiri dari Gani Usman (60), Samsul (25) dan seorang anak putri perempuannya.

masih berusia (20) belum terdata namanya, ketiga korban masih satu keluarga.

Selanjutnya, Fatriah Abubakar (40), Hendra Asnawi (16) dan seorang anak perempuan dari Mustafa masih berusia 2 tahun belum terdata namanya, kesemua korban tersebut tercatat warga Peunalom 1.

Lainnya Warga Rantau panyang, terdiri dari pang Hitam (75), hasbi (60) dan seorang anaknya masih berusia 3 tahun namanya belum terdata, selebihnya warga rayan yang juga alami musibah dalam waktu bersamaan Rumaida Ali (35), kesemuanya jasadnya sudah ditemui warga disana.

Akhirnya warga pun diungsikan ke Masjid Peunalom dengan membuka dapur umum dan posko pengobatan bagi para korban.

Banjir bandang ini mendapat sorotan tajam dari aktivis lingkungan. Ketua Walhi Aceh, TM Zulfikar, menuding pengusaha liar yang melakukan aktivitas illegal logging dituding sebagai penyebab banjir bandang. ”Banjir yang terjadi di Tangse ini telah mengingatkan kita atas kejadian serupa di Wasior, di Papua Barat, bulan Oktober 2010 lalu yang telah menewaskan 29 orang dan 103 orang lainnya dinyatakan hilang, dan menyebabkan fasilitas dan infrastruktur pemerintah dan asset milik masyarakat rusak,” ujar TM Zulfikar, Jumat (11/3).

Diungkapkannya, bencana yang sama di Tangse juga terjadi pada tahun 1985. Lagi-lagi sebagian besar pemukiman di Beungga, Kecamatan Titeu Keumala serta 5 kecamatan di sekitarnya terendam air. Bukan hanya itu, sejumlah penduduk dikabarkan meninggal dunia dan hancurnya berbagai fasilitas publik.

Memang kawasan Tangse merupakan daerah rawan banjir bandang. Walau demikian, hal itu takkan terjadi, kalau tidak ada aksi perambahan hutan secara ilegal. Seperti diketahui, banjir bandang di Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, kemarin malam sekira pukul 20.00 WIB, telah merusak lima  gampong dan 70 persen kerusakan pemukiman penduduk diakibatkan hantaman kayu.

Air Setinggi 1 Meter

Sementara itu di Aceh Jaya, 15 desa Kecamatan Teunom juga terendam banjir. Informasi tersebut diperoleh dari Wakil Bupati Aceh Jaya, Zamzami Abdulrani. ”Ketinggian mencapai 1 meter,” singkatnya.

Meski warga setempat mengaku telah terbiasa dengan keadaan demikian, Zamzami beserta perangkat kerja di daerahnya telah berupaya semaksimal mungkin menciptakan program pencegahan dan pelaksanaan pembangunannya, seperti pelurusan daerah aliran sungai (DAS) hingga pemasangan tanggul di tepi sungai.
“Tapi, Kabupaten Aceh Jaya tidak mampu melaksanakan pemasangan tanggul dan pelurusan DAS secepat munkin, karena dana APBK kita minim tiap tahun. Untuk tahun ini (2011) hanya Rp400 miliar lebih APBK Aceh Jaya,” ucapnya. (isf/den/slm/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/