Laporan Langsung Wartawan Jawa Pos dari Rusia
Kawasan Zhitnaya Ulitsa hari-hari ini sangat ramai. Pada gedung bernomor empat di jalan tersebut, ribuan orang dari berbagai negara sejak pagi sudah berderet mengantre. Mereka beradu untung mendapatkan tiket di loket resmi FIFA sampai pintu gedung ditutup pada pukul 21.00 waktu setempat.
Para penggila sepak bola itu mencari peluang, meskipun mereka tahu bahwa kansnya sangat kecil. Di luar loket, masih banyak orang yang memegang karton bertulisan I Need Tickets. Saat Jawa Pos (grup Sumut Pos) bertanya sebetulnya mereka membutuhkan tiket apa, mereka malah balik bertanya. Nadanya sangat menyelidik pula. “Kamu punya tiket apa?”
Persaingan di dunia maya untuk mendapatkan tiket pertandingan agaknya jauh lebih sengit. Apalagi FIFA masih membuka loket untuk pembelian tiket babak 16-besar. Padahal, sampai awal Juni lalu, FIFA sudah mengalokasikan 2 juta lembar tiket Piala Dunia 2018.
Saat ini merupakan fase yang FIFA sebut sebagai last minute sale. Setiap hari, banyak orang yang memantau situs resmi FIFA, melihat kalau-kalau ada ada tiket yang dijual. Padahal sejatinya, stok tiket sudah sangat tipis atau bisa dikatakan telah habis.
Tidak setiap hari ada tiket yang dijual walaupun loket online masih buka. Namun, peluang sekecil apapun masih ada. Yakni menunggu kalau-kalau ada fans yang menjual kembali tiketnya ke FIFA. Padahal, Federasi Sepak Bola Internasional itu memberikan denda besar mencapai 25 persen jika ada orang yang melakukan aktivitas resell.
Nah, ketika ada tiket yang masuk, FIFA langsung melemparkan tiket itu kembali ke pasar. Jelas langsung ludes. Seperti berburu tiket kereta api di situs perjalanan di musim mudik lebaran. Situasi itu bahkan berlaku juga untuk pertandingan-pertandingan yang tidak menentukan. Seperti Arab Saudi melawan Mesir (25/6) atau Panama versus Tunisia (28/6) waktu setempat.
Menjelang babak 16 besar Piala Dunia 2018, harga tiket merangkak naik. Di situs resmi FIFA, untuk harga kategori 1, FIFA membanderol dengan harga RUB 14.700 (sekitar Rp 3,3 juta). Itu lebih mahal Rp 500 ribu dibandingkan kategori yang sama pada babak penyisihan grup.
Pada kategori 3, peningkatannya tidak banyak, hanya Rp 100 ribu. Sedangkan untuk kategori 2 di babak 16 besar, tiket menjadi lebih mahal Rp 200 ribu dibandingkan penyisihan grup.
Dengan fakta bahwa sulit sekali mendapatkan tiket, calo bisa memanfaatkan situasi. Bahkan sekarang situasinya adalah, penonton yang mencari calo. Meskipun, harga tiket di tangan mereka sudah melangit gila-gilaan. Fans Maroko Hassan Aloui kepada Jawa Pos curhat bahwa dia ditawari tiket nonton Belgia melawan Inggris dengan harga yang begitu tinggi.
Harga normal untuk menonton pertandingan tersebut sejatinya hanya Rp 2,8 juta untuk kategori 1. Namun, karena ini pertandingan sangat penting, penentu siapa juara Grup G, Aloui ditawari tiket seharga Rp 28,4 juta!
Padahal, laga itu digelar sangat jauh dari Moskow. Yakni di Kaliningrad Stadium, yang jaraknya 1.200 kilometer di sebelah barat ibu kota. Untuk sampai di kota tersebut, jika berangkat dari Moskow, Aloui harus melewati dua negara yakni Latvia dan Lithuania. “Ya saya tolak, harganya mahal sekali. Gila,” katanya.
Tak semua fans seperti Aloui. Fakta bahwa calo berani menjual tiket sangat mahal menjadi bukti bahwa pasaranya tetap ada. Suporter negara yang lolos ke 16 besar, misalnya, pasti mbelani membeli tiket-tiket tersebut demi mendukung timnasnya.