26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Dewan Dukung PNS Pemprov Lawan Gatot

Interpelasi Kandas, Hak Angket Digaungkan

Gagal menggulirkan hak interpelasi untuk mempertanyakan kebijakan mutasi Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho terhadap 136 pejabat eselon III dan IV, beberapa anggota dewan mencoba cara lain. Hak angket menjadi pilihan untuk digaungkan.

Marasal Hutasoit, anggota Komisi A DPRD Sumut menjadi salah satu anggota dewan yang punya keinginan pelaksanaan hak angket. “Ada beberapa orang yang telah menggaungkan itu dan sudah terlihat adanya dukungan untuk itu,” ungkap politisi Fraksi PDS DPRD Sumut ini.
Usulan hak angket juga disuarakan beberapa anggota DPRD dari Fraksi PDIP. Tetapi kader partai banteng moncong putih ini belum mau terang-terangan mengungkapkannya.

Syamsul Hilal dari PDIP lebih mendukung ide yang diutarakan pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sigit Pamungkas, agar para pejabat yang dimutasi melakukan perlawanan secara terbuka. Syamsul Hilal bahkan mendukung bila aksi terbuka dilakukan seluruh PNS di jajaran Pemprov Sumut.

“Kalau memang mereka mau aksi, lebih bagus. Anggota dewan bisa memperjuangkan dari sisi politisnya,” jawabnya.
Marasal Hutasoit turut menantang para pejabat yang mutasi itu untuk berani melakukan aksi. Dia berpendapat, bila aksi terwujud secara otomatis akan mendapat dukungan dari para anggota dewan, terlebih anggota dewan yang mengusung hak interplasi.

Sedangkan Kader PDIP, Alamsyah Hamdani, lebih menyoroti dugaan yang melatarbelakangi kebijakan mutasi ala Gatot. “Ini karena Gatot dulu tidak pernah diikutkan dalam pengambil kebijakan-kebijakan oleh Syamsul Arifin. Semacam ada kesan balas dendam,” bebernya.

Wakil Ketua DPRD Sumut dari Fraksi PKS Sigit Pramono, tentu saja tidak setuju dengan wacana menggulirkan hak angket dan aksi besar-besaran PNS di pemprovsu. Dia menekankan, sebaiknya kebijakan mutasi itu tidak usah diungkapkan lagi. “Nggak usah yang sudah jadi bangkai diungkit-ungkit lagi. Itu kan sudah ada keputusan di paripurna. Keputusan paripurna itu lah yang tertinggi. Terserah pengamat mau ngomong apa. Itu kan hak nya, untuk memberi penilaian. Namanya pengamat,” kilahnya.

Apakah sebenarnya ahk angket itu? Diketahui, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat, sekurang-kurangnya diajukan 10 anggota DPR bisa kepada Pemimpin DPR. Usulan disampaikan secara tertulis, disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksinya. Usul dinyatakan dalam suatu rumusan secara jelas tentang hal yang akan diselidiki, disertai dengan penjelasan dan rancangan biaya sedangkan dalam pasal 177 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disebutkan bahwa hak angket harus diusulkan oleh paling sedikit oleh dua puluh lima orang anggota serta lebih dari satu fraksi disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya materi kebijakan memuat mengenai pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan.


Sekadar mengingatkan, hak interplasi anggota DPRD Sumut sudah dibahas pada Rapat Paripurna internal DPRD Sumut, Senin (22/8) lalu.
Yang menjadi landasan pengajuan itu yakni, Keputusan Gubsu No. 821.23/2096/2011 Tanggal 10 Juni 2011, Tentang pengangkatan 110 orang pejabat eselon III dan pemberhentian 26 orang pejabat eselon III menjadi staf alias non job.
Pengangkatan tersebut bertentangan dengan PP No.100 Tahun 2000 tentang pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural, perubahannya PP No.13 Tahun 2003 Pasal 5 ayat d, pasal 6, pasal 9 ayat 2, pasal 10, pasal 14.
“Usul Hak Interplasi itu kami ajukan sesuai hak DPRD sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.27 Tahun 2009 Pasal 289 ayat 1 Poin a dan ayat 2 serta Pasal 306 PP No 16 Tahun 2010 Pasal 9 ayat a dan pasal 11,” terangnya Marasal Hutasoit.

Pengajuan hak interplasi itu, telah disetujui dan ditandatangani beberapa anggota DPRD Sumut antara lain, Yan Syahrin (Gerindra BBR), Marasal Hutasoit (Fraksi PDS), Sopar Siburian (Demokrat), Oloan Simbolon (PPRN), Mulkan Ritonga (Golkar), Aduhot Simamora (Hanura), Roslynda Marpaung (PPRN), Janter Sirait (Golkar), Irwansyah Damanik (PAN), Tahan Manahan Panggabean (Demokrat), Alamsyah Hamdani (PDI P), Abu Bokar Tambak (Gerindra BBR), Ramli (Demokrat), Akhmad Ikhyar Hsb (Demokrat) dan Ferry Suando Tanuray Kaban (Gerindra BBR).

Ditambahkan Marasal lagi, dalam pengajuan Hak Interplasi itu, sudah ada Surat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No : 820/2966/SJ, yang juga ditandatangani Mendagri Gamawan Fauzi, tanggal 2 Agustus 2011 yang ditujukan kepada Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho dengan tembusan ke Menteri Sekretaris Negara (Mensekneg), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan), Sekretaris Kabinet (Sekkab) dan Kepala Badan Kepegawaian Negeri (BKN) RI.

Perihal: Pelaksanaan Mutasi Pejabat Struktural di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Dalam surat itu ada tiga poin yang menerangkan, lingkup penjabat atau pelaksana tugas tidak bisa serta merta melakukan pemutasian.

Poin pertama yakni, Berdasarkan ketentuan Pasal 132A ayat (1), huruf a dan ayat (2) Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2008, tentang perubahan ketiga atas PP No 6 Tahun  2005 tentang pemilihan, pengesahan dan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bahwa, – Penjabat Kepala Daerah atau pelaksana tugas kepala daerah dilarang melakukan mutasi pegawai. – Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan  setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Poin kedua adalah mengacu kepada ketentuan tersebut, mengingat saudara (Plt Gubsu, red), belum mengajukan persetujuan tertulis kepada Mendagri, maka keputusan Plt Gubsu tentang mutasi pejabat struktural di lingkungan Pemprovsu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Poin ketiga adalah sehubungan dengan hal tersebut, agar saudara (Plt Gubsu, red) meninjau kembali keputusan Plt Gubsu tentang mutasi pejabat struktural di lingkungan Pemprovsu.

Usulan Hak Interplasi juga, kemudian disetujui dan diajukan oleh Komisi A DPRD Sumut yang ditandatangani Ketua Komisi A DPRD Sumut Hasbullah Hadi Tanggal 11 Juni 2011 untuk diajukan ke Pimpinan Dewan.

Kemudian yang jadi pertanyaan, kenapa akhirnya hak interplasi itu tidak jadi bergulir? Kembali lagi, Marasal Hutasoit menyatakan, awalnya rencana pengajuan itu didukung banyak pihak, namun karena ada kepentingan-kepentingan maka, akhirnya pada paripurna DPRD Sumut menjadi tidak disetujui. Karena anggota dewan yang awalnya mendukung, selain yang menandatangani surat pengajuan hak interplasi, akhirnya mencabut dukungannya.(ari)

Interpelasi Kandas, Hak Angket Digaungkan

Gagal menggulirkan hak interpelasi untuk mempertanyakan kebijakan mutasi Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho terhadap 136 pejabat eselon III dan IV, beberapa anggota dewan mencoba cara lain. Hak angket menjadi pilihan untuk digaungkan.

Marasal Hutasoit, anggota Komisi A DPRD Sumut menjadi salah satu anggota dewan yang punya keinginan pelaksanaan hak angket. “Ada beberapa orang yang telah menggaungkan itu dan sudah terlihat adanya dukungan untuk itu,” ungkap politisi Fraksi PDS DPRD Sumut ini.
Usulan hak angket juga disuarakan beberapa anggota DPRD dari Fraksi PDIP. Tetapi kader partai banteng moncong putih ini belum mau terang-terangan mengungkapkannya.

Syamsul Hilal dari PDIP lebih mendukung ide yang diutarakan pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sigit Pamungkas, agar para pejabat yang dimutasi melakukan perlawanan secara terbuka. Syamsul Hilal bahkan mendukung bila aksi terbuka dilakukan seluruh PNS di jajaran Pemprov Sumut.

“Kalau memang mereka mau aksi, lebih bagus. Anggota dewan bisa memperjuangkan dari sisi politisnya,” jawabnya.
Marasal Hutasoit turut menantang para pejabat yang mutasi itu untuk berani melakukan aksi. Dia berpendapat, bila aksi terwujud secara otomatis akan mendapat dukungan dari para anggota dewan, terlebih anggota dewan yang mengusung hak interplasi.

Sedangkan Kader PDIP, Alamsyah Hamdani, lebih menyoroti dugaan yang melatarbelakangi kebijakan mutasi ala Gatot. “Ini karena Gatot dulu tidak pernah diikutkan dalam pengambil kebijakan-kebijakan oleh Syamsul Arifin. Semacam ada kesan balas dendam,” bebernya.

Wakil Ketua DPRD Sumut dari Fraksi PKS Sigit Pramono, tentu saja tidak setuju dengan wacana menggulirkan hak angket dan aksi besar-besaran PNS di pemprovsu. Dia menekankan, sebaiknya kebijakan mutasi itu tidak usah diungkapkan lagi. “Nggak usah yang sudah jadi bangkai diungkit-ungkit lagi. Itu kan sudah ada keputusan di paripurna. Keputusan paripurna itu lah yang tertinggi. Terserah pengamat mau ngomong apa. Itu kan hak nya, untuk memberi penilaian. Namanya pengamat,” kilahnya.

Apakah sebenarnya ahk angket itu? Diketahui, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat, sekurang-kurangnya diajukan 10 anggota DPR bisa kepada Pemimpin DPR. Usulan disampaikan secara tertulis, disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksinya. Usul dinyatakan dalam suatu rumusan secara jelas tentang hal yang akan diselidiki, disertai dengan penjelasan dan rancangan biaya sedangkan dalam pasal 177 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disebutkan bahwa hak angket harus diusulkan oleh paling sedikit oleh dua puluh lima orang anggota serta lebih dari satu fraksi disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya materi kebijakan memuat mengenai pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan.


Sekadar mengingatkan, hak interplasi anggota DPRD Sumut sudah dibahas pada Rapat Paripurna internal DPRD Sumut, Senin (22/8) lalu.
Yang menjadi landasan pengajuan itu yakni, Keputusan Gubsu No. 821.23/2096/2011 Tanggal 10 Juni 2011, Tentang pengangkatan 110 orang pejabat eselon III dan pemberhentian 26 orang pejabat eselon III menjadi staf alias non job.
Pengangkatan tersebut bertentangan dengan PP No.100 Tahun 2000 tentang pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural, perubahannya PP No.13 Tahun 2003 Pasal 5 ayat d, pasal 6, pasal 9 ayat 2, pasal 10, pasal 14.
“Usul Hak Interplasi itu kami ajukan sesuai hak DPRD sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.27 Tahun 2009 Pasal 289 ayat 1 Poin a dan ayat 2 serta Pasal 306 PP No 16 Tahun 2010 Pasal 9 ayat a dan pasal 11,” terangnya Marasal Hutasoit.

Pengajuan hak interplasi itu, telah disetujui dan ditandatangani beberapa anggota DPRD Sumut antara lain, Yan Syahrin (Gerindra BBR), Marasal Hutasoit (Fraksi PDS), Sopar Siburian (Demokrat), Oloan Simbolon (PPRN), Mulkan Ritonga (Golkar), Aduhot Simamora (Hanura), Roslynda Marpaung (PPRN), Janter Sirait (Golkar), Irwansyah Damanik (PAN), Tahan Manahan Panggabean (Demokrat), Alamsyah Hamdani (PDI P), Abu Bokar Tambak (Gerindra BBR), Ramli (Demokrat), Akhmad Ikhyar Hsb (Demokrat) dan Ferry Suando Tanuray Kaban (Gerindra BBR).

Ditambahkan Marasal lagi, dalam pengajuan Hak Interplasi itu, sudah ada Surat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No : 820/2966/SJ, yang juga ditandatangani Mendagri Gamawan Fauzi, tanggal 2 Agustus 2011 yang ditujukan kepada Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho dengan tembusan ke Menteri Sekretaris Negara (Mensekneg), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan), Sekretaris Kabinet (Sekkab) dan Kepala Badan Kepegawaian Negeri (BKN) RI.

Perihal: Pelaksanaan Mutasi Pejabat Struktural di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Dalam surat itu ada tiga poin yang menerangkan, lingkup penjabat atau pelaksana tugas tidak bisa serta merta melakukan pemutasian.

Poin pertama yakni, Berdasarkan ketentuan Pasal 132A ayat (1), huruf a dan ayat (2) Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2008, tentang perubahan ketiga atas PP No 6 Tahun  2005 tentang pemilihan, pengesahan dan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bahwa, – Penjabat Kepala Daerah atau pelaksana tugas kepala daerah dilarang melakukan mutasi pegawai. – Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan  setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Poin kedua adalah mengacu kepada ketentuan tersebut, mengingat saudara (Plt Gubsu, red), belum mengajukan persetujuan tertulis kepada Mendagri, maka keputusan Plt Gubsu tentang mutasi pejabat struktural di lingkungan Pemprovsu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Poin ketiga adalah sehubungan dengan hal tersebut, agar saudara (Plt Gubsu, red) meninjau kembali keputusan Plt Gubsu tentang mutasi pejabat struktural di lingkungan Pemprovsu.

Usulan Hak Interplasi juga, kemudian disetujui dan diajukan oleh Komisi A DPRD Sumut yang ditandatangani Ketua Komisi A DPRD Sumut Hasbullah Hadi Tanggal 11 Juni 2011 untuk diajukan ke Pimpinan Dewan.

Kemudian yang jadi pertanyaan, kenapa akhirnya hak interplasi itu tidak jadi bergulir? Kembali lagi, Marasal Hutasoit menyatakan, awalnya rencana pengajuan itu didukung banyak pihak, namun karena ada kepentingan-kepentingan maka, akhirnya pada paripurna DPRD Sumut menjadi tidak disetujui. Karena anggota dewan yang awalnya mendukung, selain yang menandatangani surat pengajuan hak interplasi, akhirnya mencabut dukungannya.(ari)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/