Nilai tukar rupiah kembali tersungkur terhadap dolar Amerika Serikat pada Senin (13/8) pagi. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah berada di level Rp 14.583 per USD. Padahal, pada perdagangan Jumat lalu (10/8), USD masih di kisaran Rp 14.437.
Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pelemahan rupiah terjadi karena persoalan yang terjadi di Turki. Apalagi, mata uang lira Turki (TRY) telah mencapai rekor terendah sejak awal tahun 2018.
USD saat ini setara dengan TRY 6. “Faktor yang berasal dari Turki menjadi sangat menonjol secara global pada minggu terakhir ini,” ujarnya Sri di Jakarta, Senin (13/8).
Dinamika yang terjadi di Turki tidak hanya dari sisi magnitudonya saja.
Sebab, karakter persoalan internalnya menunjukkan adanya suatu masalah yang sangat serius. Di antaranya masalah currency dan pengaruhnya terhadap perekonomian domestik, terutama dimensi politik serta persoalan keamanan.
Hal itu berbeda dengan Indonesia yang pada bulan ini justru mencatatkan pertumbuhan positif di kuartal II-2018. Ekonomi Indonesia tumbuh 5,27 persen pada kuartal II-2018.
“Kita tetap menekankan investasi dan ekspor perlu dipacu sedangkan current account defisit mengalami peningkatan menjadi tiga persen. Ini masih lebih rendah kalau dibandingkan situasi pada saat tahun 2015 yang bisa di atas empat persen,” tuturnya.
Hanya saja, mantan petinggi Bank Dunia itu juga menegaskan bahwa Indonesia tetap harus berhati-hati karena tekanan kepada rupiah kali ini berbeda dibandingkan 2015. Sebab, pada 2015 ada quantitative easing atau pelonggaran kuantitatif atas suplai uang dan belum ada kenaikan suku bunga.
“Namun, kita tetap perlu hati-hati karena lingkungan yang kita hadapi sangat berbeda sekali dengan tahun 2015. Waktu itu quantitative easing masih terjadi dan kenaikan suku bunga belum dilakukan baru diumumkan. Kalau sekarang suku bunga sudah naik secara global dan quantitative easing sudah mulai dikurangi. Inilah yang menyebabkan tekanan menjadi lebih kuat terhadap berbagai mata uang dunia,” tandasnya.
Melansir Bloomberg Dollar Index, Rupiah pada perdagangan spot exchange melemah 130 poin atau 0,90 persen ke level Rp14.608 per USD. Dalam pergerakan hariannya, Rupiah berada di level Rp14.579 per USD-Rp14.608 per USD.
Sementara itu, Yahoofinance juga mencatat Rupiah melemah 135 poin atau 0,93 persen menjadi Rp14.605 per USD. Dalam pantauan Yahoofinance, Rupiah berada dalam rentang Rp14.468 per USD hingga Rp14.605 per USD.
Sebelumnya, Analis AAEI Reza Priyambada mengatakan, kondisi makroekonomi dalam negeri yang terdapat rilis kurang baik sehingga berpeluang melemahkan Rupiah.
Disamping itu, pasca menguat, pelaku pasar kembali melakukan aksi lepas posisi pada Rupiah dan beralih pada USD yang sejak sebelumnya masih dalam tren kenaikan.
“Di sisi lain, melemahnya EUR seiring dengan imbas turunnya nilai mata uang Lira Turki turut berimbas pada melemahnya Rupiah,” tuturnya.
Diketahui Turki memiliki banyak eksposure utang terhadap Eropa sehingga ketika ekonomi Turki di ambang krisis maka akan mempengaruhi ekonomi Zona Eropa. Atas kondisi tersebut, EUR pun cenderung melemah.
“Selain itu, rilis melebarnya defisit neraca transaksi berjalan hingga 3 persen dari PDB turut menambah sentimen negatif. Di sisi lain, hingar bingar pencalonan presiden dan wakilnya tampaknya tidak banyak terpengaruh pada Rupiah,” tandasnya. (ce1/hap/mys/JPC/ram)