26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Kosongkan Keramba 2 Bulan

EDWIN SIMBOLON/SUMUT POS
KUBUR: Warga mengumpuli ikan-ikan yang mati mendadak untuk dikuburkan agar tidak mencemari lingkungan, Kamis (23/8).

SAMOSIR- Jutaan ekor ikan di keramba jaring apung (KJA) milik warga Pintu Sona, Kecamatan Pangururan , mati mendadak sejak Senin (21/8) lalu. Matinya jutaan ikan ini, mengulang peristiwa kelam awal Mei 2016. Saat itu, jutaan ikan di keramba di Haranggaol, Simalungun, kawasan Danau Toba, mati tiba-tiba.

Agar peristiwa ini tak terulang kembali, Pemkab Samosir menyarankan kepada 18 kepala keluarga pemilik KJA untuk mengosongkan keramba dari aktivitas budi daya ikan selama dua bulan. Sebelum dipakai kembali, jaring dan seluruh peralatan KJA dibersihkan dan disterilkan.

Kepala Dinas  Lingkungan Hidup Pemkab Samosir Sudion Tamba mengaku sudah membawa ikan yang mati untuk diperiksa di laboratorium, terkait penyebab kematian mendadak ikan tersebut. Dan pemeriksaan kadar oksigen dalam air (Dissolved Oxygen) berkisar 2,28 Mg/L. Kondisi tersebut sangat jauh di bawah standard mutu air yang ditetapkan pemerintah berdasarkan PP 82 tahun 2001 minimal 6,0 Mg/L.

“Untuk sementara diperkirakan penyebab matinya ikan ini karena kekurangan oksigen, DO 2,82 Mg/L itu sangat rendah,” ujarnya Sudion.

Dari segi lingkungan hidup, kata Sudion, bangkai ikan yang sudah mulai membusuk mengakibatkan pencemaran udara dan air. Pihaknya dibantu pemilik dan komunitas warga telah berupaya melakukan evakuasi sejauh 30 meter dari bibir pantai. Menggunakan satu unit alat berat, bangkai ikan dievakuasi ke dalam galian tanah seluas seluas 10 x 10 meter dengan kedalaman 2 meter.

“Kita tidak bisa menggali terlalu dalam, sebab di bawah  kedalaman dua meter sudah keluar air. Jadi kita buat seadanya guna mempercepat evakuasi,” terang Sudion, sembari menuturkan kalau bangkai ikan nantinya akan diolah menjadi pupuk kompos.

Turut membantu evakuasi Perkumpulan Warga Onan Baru (Perona). Sebanyak 25 orang anggota Perona turun ke lokasi sebagai bentuk kepedulian bersama. ”Intinya, kami turut prihatin atas kejadian yang menimpa petani keramba ini. Kita akan bantu hingga proses evakuasi selesai,” ujar Polten Simbolon, koordinator Perona.

Sementara itu, Kepala Bidang Perikanan Dinas Pertanian Kabupaten Samosir Sumatera Utara, Jhunellis Sinaga, menduga terjadi kematian ikan karena perubahan suhu. “Ini akibat Up Welling, dugaan sementara terjadi perubahan suhu. Suhu dari dasar danau naik ke permukaan,” tuturnya.

Letak KJA Tak Sesuai

Sementara, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara masih terus mendalami penyebab kematian sekitar 180 ton ikan dalam keramba jaring apung (KJA) yang mendadak mati di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumut, Mulyadi Simatupang menjelaskan, hasil sementara pihaknya bersama Dinas Perikanan Kabupaten Samosir dan karantina pusat dari Kementrian Perikanan dan Kelautan, bahwa kematian ikan dalam KJA disebabkan kualitas air yang buruk.

“Melalui pengamatan visual di lapangan (Pangururan), terlihat warna air yang kecoklatan dan keruh. Salah satu faktor penyebabnya dikarenakan saat ini sedang memasuki puncak musim kemarau disertai angin yang kencang,” katanya saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (24/8).

Kondisi ini, terang Mulyadi, membuat bahan organik didasar perairan khususnya sekitar keramba jaring apung naik ke atas perairan (up-welling) sehingga kandungan oksigen diperairan tersebut sangat rendah. Hal ini juga diperparah, sambung dia, dari letak KJA yang belum mengikuti cara budidaya ikan yang baik (CBIB) seperti kedalaman perairan, padat tebar dan jarak antar unit KJA. “Inilah sementara hasil pengamatan kami di lapangan dan saat ini petugas kita sedang melakukan pengambilan sampel dan pengukuran kualitas air di lokasi KJA,” ujarnya.

Selanjutnya dari hasil diskusi dengan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Samosir, sebut Mulyadi, diperkirakan ikan yang mati sekitar 180-200 ton dengan asumsi kerugian lebih kurang sekitar Rp5 miliar sampai Rp 6 miliar, dan pembudidaya ikan di KJA yang terkena dampak berjumlah 18 orang.  “Demikian sementara informasi yang bisa kami sampaikan dan ini masih berada di lokasi ikan yang mati di Kecamatan Pangururan, Samosir bersama staf dari Diskala Sumut, Dinas Perikanan Samosir, dan pihak karantina pusat Kementerian Perikanan dan Kelautan,” katanya. “Senin besok kami akan jelaskan detil kejadian dan upaya strategis kita ke depan atas kejadian ini,” pungkasnya.

Sementara, anggota DPRD Sumut Juliski Simorangkir mengaku prihatin terkait kejadian matinya jutaan ekor ikan KJA di Danau Toba, beberapa waktu lalu. Dirinyapun meminta pemerintah menghadirkan tim ahli untuk memastikan penyebabnya dan langkah pencegahan agar tidak terulang.

“Matinya ikan-ikan di Danah Toba dengan jumlah ratusan dan jutaan ekor, sudah terjadi berulang kali. Perlu tim ahli memastikan apa penyebab matinya ikan tersebut,” kata Juliski Simorangkir kepada wartawan, Jumat (24/8) di gedung dewan.

Dikatakannya, hingga kini belum ada kepastian penyebab matinya ikan di Danau Toba. Namun dirinya mendapat isu bahwa penyebabnya karena faktor perubahan suaca dan adapula karena serangan virus.

“Paling tidak, kalau sudah diketahui penyebabnya, bisa diambil langkah pencegahan agar tidak terulang lagi,” katanya.

Dampaknya, lanjut Anggota DPRD Sumut dapil Tapanuli ini, petani ikan selalu dirugikan bahkan sampai saat ini hampir tidak ada solusi. Sehingga katanya, harus ada langkah antisipatif dan menjadikan kasus ini sebagai pelajaran,” sebutnya.

Untuk langkahnya, Juliski meminta Dinas Lingkungan Hidup dan lembaga terkait lainnya harus segera turun tangan dengan mencari tahu penyebabnya secara komprehensif, mengingat masih banyaknya KJA di kawasan Danau Toba. Begitu juga dugaan soal sisa pakan yang mencemari air, supaya bisa ditindak tegas.

“Kalau perlu pemerintah kabupaten , Propinsi dan pusat mencabut izin usaha yang terbukti mencemari Danau Toba atau secara bertahap mengurangi jumlahnya. Kita ingin Danau Toba tidak jadi kolam raksasa, tapi kita ingin Danau Toba jadi lokasi wisata  kelas dunia harus bersih dari pencemaran lingkungan,” ujarnya.

Pihaknya juga kata Juliski, sudah pernah mengingatkan Dinas Lingkungan Hidup agar meneliti matinya ikan di Desa Silalahi agar tidak meluas, karena sebelumnya juga sudah terjadi di Desa Bandar Purba Kecamatan Haranggaol Kabupaten Simalungun. Tetapi dirinya menilai tidak ada upaya mengantisipasi, sehingga kejadian tersebut terulang lagi.

Diberitakan, berkurangnya oksigen secara tiba-tiba diduga menjadi penyebab matinya sekitar 180 ton ikan mas dan nila di KJA Desa Pintu Sona, Pangururan, Kabupaten Samosir, Rabu (22/8). Dari hasil pemeriksaan Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Samosir, kadar oksigen dalam air (Diasolved Oxygen atau DO) Danau Toba berkisar 2,28 Mg/L. Kondisi ini sangat jauh dibawah standar mutu air yang ditetapkan pemerintah berdasarkan PP 82/2001 yakni minimal 6,0 Mg/L.

Ratusan ton bangkai ikan mas dan nila yang mati mendadak tersebut menebarkan bau busuk yang sangat menyengat, Kamis (23/8). Kondisi ini sangat menggangu. Apalagi, lokasi keramba berada persis disamping RSUD Dr Hadrianus Sinaga, Kelurahan Pintusona. Agar bau busuk tersebut tidak semakin menyebar kemana-mana dan menimbulkan masalah baru bagi kesehatan masyarakat sekitar, puluhan pemilik KJA bersama Pemkab Samosir bergotong-royong membersihkan perairan danau yang penuh bangkai ikan itu. (esa/smg/bal/prn)

EDWIN SIMBOLON/SUMUT POS
KUBUR: Warga mengumpuli ikan-ikan yang mati mendadak untuk dikuburkan agar tidak mencemari lingkungan, Kamis (23/8).

SAMOSIR- Jutaan ekor ikan di keramba jaring apung (KJA) milik warga Pintu Sona, Kecamatan Pangururan , mati mendadak sejak Senin (21/8) lalu. Matinya jutaan ikan ini, mengulang peristiwa kelam awal Mei 2016. Saat itu, jutaan ikan di keramba di Haranggaol, Simalungun, kawasan Danau Toba, mati tiba-tiba.

Agar peristiwa ini tak terulang kembali, Pemkab Samosir menyarankan kepada 18 kepala keluarga pemilik KJA untuk mengosongkan keramba dari aktivitas budi daya ikan selama dua bulan. Sebelum dipakai kembali, jaring dan seluruh peralatan KJA dibersihkan dan disterilkan.

Kepala Dinas  Lingkungan Hidup Pemkab Samosir Sudion Tamba mengaku sudah membawa ikan yang mati untuk diperiksa di laboratorium, terkait penyebab kematian mendadak ikan tersebut. Dan pemeriksaan kadar oksigen dalam air (Dissolved Oxygen) berkisar 2,28 Mg/L. Kondisi tersebut sangat jauh di bawah standard mutu air yang ditetapkan pemerintah berdasarkan PP 82 tahun 2001 minimal 6,0 Mg/L.

“Untuk sementara diperkirakan penyebab matinya ikan ini karena kekurangan oksigen, DO 2,82 Mg/L itu sangat rendah,” ujarnya Sudion.

Dari segi lingkungan hidup, kata Sudion, bangkai ikan yang sudah mulai membusuk mengakibatkan pencemaran udara dan air. Pihaknya dibantu pemilik dan komunitas warga telah berupaya melakukan evakuasi sejauh 30 meter dari bibir pantai. Menggunakan satu unit alat berat, bangkai ikan dievakuasi ke dalam galian tanah seluas seluas 10 x 10 meter dengan kedalaman 2 meter.

“Kita tidak bisa menggali terlalu dalam, sebab di bawah  kedalaman dua meter sudah keluar air. Jadi kita buat seadanya guna mempercepat evakuasi,” terang Sudion, sembari menuturkan kalau bangkai ikan nantinya akan diolah menjadi pupuk kompos.

Turut membantu evakuasi Perkumpulan Warga Onan Baru (Perona). Sebanyak 25 orang anggota Perona turun ke lokasi sebagai bentuk kepedulian bersama. ”Intinya, kami turut prihatin atas kejadian yang menimpa petani keramba ini. Kita akan bantu hingga proses evakuasi selesai,” ujar Polten Simbolon, koordinator Perona.

Sementara itu, Kepala Bidang Perikanan Dinas Pertanian Kabupaten Samosir Sumatera Utara, Jhunellis Sinaga, menduga terjadi kematian ikan karena perubahan suhu. “Ini akibat Up Welling, dugaan sementara terjadi perubahan suhu. Suhu dari dasar danau naik ke permukaan,” tuturnya.

Letak KJA Tak Sesuai

Sementara, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara masih terus mendalami penyebab kematian sekitar 180 ton ikan dalam keramba jaring apung (KJA) yang mendadak mati di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumut, Mulyadi Simatupang menjelaskan, hasil sementara pihaknya bersama Dinas Perikanan Kabupaten Samosir dan karantina pusat dari Kementrian Perikanan dan Kelautan, bahwa kematian ikan dalam KJA disebabkan kualitas air yang buruk.

“Melalui pengamatan visual di lapangan (Pangururan), terlihat warna air yang kecoklatan dan keruh. Salah satu faktor penyebabnya dikarenakan saat ini sedang memasuki puncak musim kemarau disertai angin yang kencang,” katanya saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (24/8).

Kondisi ini, terang Mulyadi, membuat bahan organik didasar perairan khususnya sekitar keramba jaring apung naik ke atas perairan (up-welling) sehingga kandungan oksigen diperairan tersebut sangat rendah. Hal ini juga diperparah, sambung dia, dari letak KJA yang belum mengikuti cara budidaya ikan yang baik (CBIB) seperti kedalaman perairan, padat tebar dan jarak antar unit KJA. “Inilah sementara hasil pengamatan kami di lapangan dan saat ini petugas kita sedang melakukan pengambilan sampel dan pengukuran kualitas air di lokasi KJA,” ujarnya.

Selanjutnya dari hasil diskusi dengan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Samosir, sebut Mulyadi, diperkirakan ikan yang mati sekitar 180-200 ton dengan asumsi kerugian lebih kurang sekitar Rp5 miliar sampai Rp 6 miliar, dan pembudidaya ikan di KJA yang terkena dampak berjumlah 18 orang.  “Demikian sementara informasi yang bisa kami sampaikan dan ini masih berada di lokasi ikan yang mati di Kecamatan Pangururan, Samosir bersama staf dari Diskala Sumut, Dinas Perikanan Samosir, dan pihak karantina pusat Kementerian Perikanan dan Kelautan,” katanya. “Senin besok kami akan jelaskan detil kejadian dan upaya strategis kita ke depan atas kejadian ini,” pungkasnya.

Sementara, anggota DPRD Sumut Juliski Simorangkir mengaku prihatin terkait kejadian matinya jutaan ekor ikan KJA di Danau Toba, beberapa waktu lalu. Dirinyapun meminta pemerintah menghadirkan tim ahli untuk memastikan penyebabnya dan langkah pencegahan agar tidak terulang.

“Matinya ikan-ikan di Danah Toba dengan jumlah ratusan dan jutaan ekor, sudah terjadi berulang kali. Perlu tim ahli memastikan apa penyebab matinya ikan tersebut,” kata Juliski Simorangkir kepada wartawan, Jumat (24/8) di gedung dewan.

Dikatakannya, hingga kini belum ada kepastian penyebab matinya ikan di Danau Toba. Namun dirinya mendapat isu bahwa penyebabnya karena faktor perubahan suaca dan adapula karena serangan virus.

“Paling tidak, kalau sudah diketahui penyebabnya, bisa diambil langkah pencegahan agar tidak terulang lagi,” katanya.

Dampaknya, lanjut Anggota DPRD Sumut dapil Tapanuli ini, petani ikan selalu dirugikan bahkan sampai saat ini hampir tidak ada solusi. Sehingga katanya, harus ada langkah antisipatif dan menjadikan kasus ini sebagai pelajaran,” sebutnya.

Untuk langkahnya, Juliski meminta Dinas Lingkungan Hidup dan lembaga terkait lainnya harus segera turun tangan dengan mencari tahu penyebabnya secara komprehensif, mengingat masih banyaknya KJA di kawasan Danau Toba. Begitu juga dugaan soal sisa pakan yang mencemari air, supaya bisa ditindak tegas.

“Kalau perlu pemerintah kabupaten , Propinsi dan pusat mencabut izin usaha yang terbukti mencemari Danau Toba atau secara bertahap mengurangi jumlahnya. Kita ingin Danau Toba tidak jadi kolam raksasa, tapi kita ingin Danau Toba jadi lokasi wisata  kelas dunia harus bersih dari pencemaran lingkungan,” ujarnya.

Pihaknya juga kata Juliski, sudah pernah mengingatkan Dinas Lingkungan Hidup agar meneliti matinya ikan di Desa Silalahi agar tidak meluas, karena sebelumnya juga sudah terjadi di Desa Bandar Purba Kecamatan Haranggaol Kabupaten Simalungun. Tetapi dirinya menilai tidak ada upaya mengantisipasi, sehingga kejadian tersebut terulang lagi.

Diberitakan, berkurangnya oksigen secara tiba-tiba diduga menjadi penyebab matinya sekitar 180 ton ikan mas dan nila di KJA Desa Pintu Sona, Pangururan, Kabupaten Samosir, Rabu (22/8). Dari hasil pemeriksaan Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Samosir, kadar oksigen dalam air (Diasolved Oxygen atau DO) Danau Toba berkisar 2,28 Mg/L. Kondisi ini sangat jauh dibawah standar mutu air yang ditetapkan pemerintah berdasarkan PP 82/2001 yakni minimal 6,0 Mg/L.

Ratusan ton bangkai ikan mas dan nila yang mati mendadak tersebut menebarkan bau busuk yang sangat menyengat, Kamis (23/8). Kondisi ini sangat menggangu. Apalagi, lokasi keramba berada persis disamping RSUD Dr Hadrianus Sinaga, Kelurahan Pintusona. Agar bau busuk tersebut tidak semakin menyebar kemana-mana dan menimbulkan masalah baru bagi kesehatan masyarakat sekitar, puluhan pemilik KJA bersama Pemkab Samosir bergotong-royong membersihkan perairan danau yang penuh bangkai ikan itu. (esa/smg/bal/prn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/