MEDAN,SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan kembali mengkaji dan mengevaluasi semua teknis pengendali banjir di Kota Medan, termasuk kanal di daerah Titi Kuning. Tim terpadu pengkajian banjir diberi waktu selama dua minggu ke depan.
“Tim dikoordinir Badan Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II dan Dinas Sumber Daya Air Cipta Karya dan Tata Ruang Provsu. Jadi sejak habis rapat kemarin (Senin, Red), dikasih waktu 2 minggu,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provsu, Riadil Akhir Lubis kepada Sumut Pos, Kamis (20/9).
Memang, kata Riadil, waktu pertemuan kemarin, secara eksplisit, penanganan banjir Kota Medan tidak ada membahas soal optimalisasi kanal. Namun bila memang nantinya pengkajian dari tim terpadu ada mengarah ke kanal, dimungkinkan agar optimalisasi terhadap kanal yang ada tersebut. “Itu nanti yang dikaji ulang dan dievaluasi kembali. Makanya dilibatkan para tenaga ahli banjir, akademisi dan unsur sipil,” katanya.
Berdasarkan pertemuan kemarin pula, lanjutnya, ada disinggung salah satu solusi pengendalian banjir di Kota Medan dan sekitarnya melalui optimalisasi kanal Sungai Deli-sungai Percut.
Di samping itu juga, pembangunan atau normalisasi Sungai Kera, Sungai Badera, Babura, Percut, Belawan, dan Sungai Serdang Hiur yang berfungsi sebagai drainase primer, serta rencana pembangunan Bendungan Lau Simeme.
“Sebenarnya, secara prinsip, proses normalisasi ini bertujuan untuk mengalihkan kapasitas banjir dari sungai Deli ke sungai Percut dengan membangun kanal di Titi Kuning dengan kapasitas banjir 25 tahunan yang dilaksanakan pada 2008,” terangnya.
Riadil Ia melanjutkan, untuk pembangunan Bendungan Lau Simeme pada 2015, di mana dimulai dari pembebasan tanah dengan tujuan utama menambah kapasitas banjir Kota Medan 40 tahunan, untuk pembangkit listrik 2,5 MW, air baku 3.000 L/detik dan wisata.
“Saat ini pembebasan tanah belum selesai, tapi terkait pemindahan penduduk untuk APL sudah disetujui Kementerian Lingkungan Hidup. Dan Kota Medan telah melaksanakan revitalisasi drainase dihampir seluruh wilayah Kota Medan melalui dana dari Prancis,” katanya.
Solusi lain atas pengendalian banjir Kota Medan, lanjut mantan Kepala Bappeda Sumut, melalui langkah identifikasi semua sungai penyebab banjir dengan melibatkan tenaga ahli banjir, pendampingan TNI/Polri dan sipil secara teknokratik dan partisipatif.
Selanjutnya, pemetaan semua hulu dan hilir sungai-sungai yang mengancam kehidupan perekonomian masyarakat, permukiman perumahan, infrastruktur dan bangunan.
“Lalu akan dilakukan pemetaan dan pengecekan lahan-lahan kritis (hutan) pada DAS normalisasi sungai (pendalaman, pelebaran, penanaman pohon), penanganan teknis outlet-outlet pengendali banjir sungai, dan penataan kembali tata ruang sempadan sungai,” katanya.
Pemprovsu juga ikut mendorong peraturan daerah yang mengatur perlunya sumur resapan atau bak penampung air pada setiap rumah tangga dan bangunan.
Kemudian, pengalokasian anggaran prioritas pengendalian banjir pada masing-masing wilayah kabupaten/kota, mengusulkan anggaran ke Kementerian PUPR yang menjadi kewenangan pusat, dan mengantisipasi dampak banjir bagi masyarakat dalam mencukupi kebutuhan selama bencana.
“Seperti ketersediaan air minum, evakuasi dan penanganan darurat. Selain itu, secara kelembagaan segera aktifkan fungsi forum DAS Deli dan forum DAS Sumut, serta mendetailkan dan memberdayakan fungsi kelembagaan perkotaan Mebidangro sesuai Pergubsu No.5/2016,” pungkasnya.