32 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

Komponen Pesawat Lion Air JT-610 Sempat Diganti, KNKT Cium Kejanggalan

SALMAN TOYIBA/JAWAPOS
TURBIN: Pengangkatan turbin pesawat Lion Air JT 610, baru-baru ini. KNKT mengkonfirmasi, pihak teknisi pesawat Lion Air JT-610 telah mengganti satu komponen pesawat.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Fakta baru kembali berhasil diungkap dalam tragedi jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 di perairan Tanjungkarawang, Jawa Barat (Jabar). Satu di antaranya komponen pesawat tersebut, diketahui diganti pada satu penerbangan, sebelum menuju Pangkalpinang.

Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soejanto Tjahjono menyebutkan, komponen yang diganti tersebut merupakan satu indikator penunjuk sikap atau Angle of Attack (AoA). Penggantian ini dilakukan saat Lion Air JT-610 hendak terbang dari Denpasar menuju Jakarta.

“AoA telah diganti di Bali,” ungkap Soerjanto di Kantor KNKT Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (7/11). AoA merupakan indikator penunjuk sikap pesawat terhadap arah aliran udara. Pergantian ini dilakukan di satu penerbangan sebelum akhirnya burung besi nahas itu kandas di dasar laut.

Di tempat sama, Sub Komite Kecelakaan Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo men jelaskan, AoA dalam pesawat jenis Boeing 737 Max 8 memiliki 3 bagian. Dalam kasus ini, hanya satu yang diganti saat terbang dari Denpasar-Jakarta. “Ini posisi (yang diganti) di sebelah kiri. Di bagian jendela pilot,” bebernya.

Lebih lanjut, Nurcahyo menuturkan, kerusakan AoA masih berhubungan dengan airspeed indicator. Artinya bukan kerusakan baru. Penggantian komponen ini dilakukan setelah pilot melaporkan adanya kerusakan.

Meski demikian, penggantian komponen ini pun masih menyisakan pertanyaan yang belum terjawab oleh KNKT. Pasalnya kerusakan airspeed indicator telah terjadi di 4 penerbangan terakhir Lion Air JT-610. Bukan hanya sejak terbang dari Denpasar-Jakarta.

“Di dua penerbangan sebelumnya sebelum Denpasar-Jakarta tidak (diganti AoA, red),” jelas Nurcahyo.

Sementara itu, langkah aktif Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam melakukan pemeriksaan kelaikudaraan terhadap sejumlah pesawat, khususnya milik Lion Air, terus dilakukan. Hal itu ditempuh guna mencegah kejadian yang dialami pesawat Lion Air PK-LQP di Perairan Tanjungkarawang tidak terulang.

Kasubdit Produk Aeronautika Direktorat KUPPU Kemenhub, Kus Handono mengatakan, pihaknya sampai saat ini telah melakukan pemeriksaan atau ramp check terhadap 117 pesawat milik Lion Air. Pemeriksaan itu dilakukan sejak sepekan silam hingga Rabu (7/11).

“Pertama diinformasikan tentang ramp check. Itu sudah berlangsung rutin, dalam arti ada atau tidak ada accident tetap dilakukan ramp check. Tapi karena ada accident ini, diintensifkan. Kami sudah melakukan ramp check 117 pesawat dalam 7 hari terakhir ini,” ungkapnya dalam konferensi pers di Kemenhub, Jakarta, Rabu (7/11).

Adapun rincian pesawat Lion Air yang telah diperiksa, yakni satu unit untuk pesawat jenis Boeing 737 300. Selanjutnya, ada 2 unit untuk pesawat tipe Boeing 737 500. Kemudian, ada 57 unit pesawat jenis Boeing 7373 New Generation (NG), dan 11 unit pesawat untuk jenis pesawat Boeing 737 Max 8.

Selanjutnya 11 unit pesawat dengan jenis ATR, 8 unit dengan jenis pesawat Airbus 320, dan masih banyak berbagai jenis pesawat Lion Air lainnya yang sudah dilakukan ramp check oleh Kemenhub. “Dari hasil ramp check yang dilakukan, semua pesawat laik terbang. Itu terkait dengan ramp check,” kata Handono.

Handono menambahkan, pengecekan itu dilakukan di 10 bandara wilayah Indonesia. Peme riksaan dilakukan Kemenhub secara menyebar di bandara yang strategis. “Ramp check dilakukan di 10 bandara, Cengkareng, Kualanamu, Padang, Bali, Makassar, Manado, Surabaya, Sorong, Balikpapan, dan Batam,” paparnya.

Terus Bermasalah,

Lion Air Grup Bakal Ditutup?
Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra, menuturkan, keberadaan maskapai bertarif murah atau Low Cost Carrier (LCC) seperti Lion Air, di negara kepulauan seperti Indonesia, adalah sebuah kesempatan atau opportunity. “Lion Air melayani lebih dari 200 pesawat setiap harinya. Bayangkan berapa juta penumpang per hari. Kalau company tiba-tiba ditutup, apa yang akan terjadi?” katanya, Rabu (7/11).

Hal itu makin mustahil dengan melihat pangsa pasar Lion Air Grup yang menguasai 20 persen hingga 30 persen seluruh maskapai penerbangan domestik Tanah Air. “Karena kalau Lion Air ditutup, kita mesti siap market yang terpotong bisa 30 persen. Dan maskapai lain belum bisa serap,” jelas Ziva. Ziva menilai, tentunya perlu berpikir 2 kali untuk menutup sebuah maskapai, apalagi akibat dari sebuah kejadian kecelakaan.

Menurutnya, lebih baik pemerintah melakukan koreksi terhadap maskapai dan memperbaiki regulasi yang ada. “Tetap ada pembelajaran, kalau ternyata ada anomali airspeed indicator serta ada kerusakan di 4 penerbangan terakhir. Yang pasti apakah sanksinya adalah hukum penerbangan atau pidana yang akan kelihatan setelah KNKT umumkan hasilnya,” pungkasnya. (sat/hap/uji/jpc/saz)

SALMAN TOYIBA/JAWAPOS
TURBIN: Pengangkatan turbin pesawat Lion Air JT 610, baru-baru ini. KNKT mengkonfirmasi, pihak teknisi pesawat Lion Air JT-610 telah mengganti satu komponen pesawat.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Fakta baru kembali berhasil diungkap dalam tragedi jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 di perairan Tanjungkarawang, Jawa Barat (Jabar). Satu di antaranya komponen pesawat tersebut, diketahui diganti pada satu penerbangan, sebelum menuju Pangkalpinang.

Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soejanto Tjahjono menyebutkan, komponen yang diganti tersebut merupakan satu indikator penunjuk sikap atau Angle of Attack (AoA). Penggantian ini dilakukan saat Lion Air JT-610 hendak terbang dari Denpasar menuju Jakarta.

“AoA telah diganti di Bali,” ungkap Soerjanto di Kantor KNKT Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (7/11). AoA merupakan indikator penunjuk sikap pesawat terhadap arah aliran udara. Pergantian ini dilakukan di satu penerbangan sebelum akhirnya burung besi nahas itu kandas di dasar laut.

Di tempat sama, Sub Komite Kecelakaan Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo men jelaskan, AoA dalam pesawat jenis Boeing 737 Max 8 memiliki 3 bagian. Dalam kasus ini, hanya satu yang diganti saat terbang dari Denpasar-Jakarta. “Ini posisi (yang diganti) di sebelah kiri. Di bagian jendela pilot,” bebernya.

Lebih lanjut, Nurcahyo menuturkan, kerusakan AoA masih berhubungan dengan airspeed indicator. Artinya bukan kerusakan baru. Penggantian komponen ini dilakukan setelah pilot melaporkan adanya kerusakan.

Meski demikian, penggantian komponen ini pun masih menyisakan pertanyaan yang belum terjawab oleh KNKT. Pasalnya kerusakan airspeed indicator telah terjadi di 4 penerbangan terakhir Lion Air JT-610. Bukan hanya sejak terbang dari Denpasar-Jakarta.

“Di dua penerbangan sebelumnya sebelum Denpasar-Jakarta tidak (diganti AoA, red),” jelas Nurcahyo.

Sementara itu, langkah aktif Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam melakukan pemeriksaan kelaikudaraan terhadap sejumlah pesawat, khususnya milik Lion Air, terus dilakukan. Hal itu ditempuh guna mencegah kejadian yang dialami pesawat Lion Air PK-LQP di Perairan Tanjungkarawang tidak terulang.

Kasubdit Produk Aeronautika Direktorat KUPPU Kemenhub, Kus Handono mengatakan, pihaknya sampai saat ini telah melakukan pemeriksaan atau ramp check terhadap 117 pesawat milik Lion Air. Pemeriksaan itu dilakukan sejak sepekan silam hingga Rabu (7/11).

“Pertama diinformasikan tentang ramp check. Itu sudah berlangsung rutin, dalam arti ada atau tidak ada accident tetap dilakukan ramp check. Tapi karena ada accident ini, diintensifkan. Kami sudah melakukan ramp check 117 pesawat dalam 7 hari terakhir ini,” ungkapnya dalam konferensi pers di Kemenhub, Jakarta, Rabu (7/11).

Adapun rincian pesawat Lion Air yang telah diperiksa, yakni satu unit untuk pesawat jenis Boeing 737 300. Selanjutnya, ada 2 unit untuk pesawat tipe Boeing 737 500. Kemudian, ada 57 unit pesawat jenis Boeing 7373 New Generation (NG), dan 11 unit pesawat untuk jenis pesawat Boeing 737 Max 8.

Selanjutnya 11 unit pesawat dengan jenis ATR, 8 unit dengan jenis pesawat Airbus 320, dan masih banyak berbagai jenis pesawat Lion Air lainnya yang sudah dilakukan ramp check oleh Kemenhub. “Dari hasil ramp check yang dilakukan, semua pesawat laik terbang. Itu terkait dengan ramp check,” kata Handono.

Handono menambahkan, pengecekan itu dilakukan di 10 bandara wilayah Indonesia. Peme riksaan dilakukan Kemenhub secara menyebar di bandara yang strategis. “Ramp check dilakukan di 10 bandara, Cengkareng, Kualanamu, Padang, Bali, Makassar, Manado, Surabaya, Sorong, Balikpapan, dan Batam,” paparnya.

Terus Bermasalah,

Lion Air Grup Bakal Ditutup?
Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra, menuturkan, keberadaan maskapai bertarif murah atau Low Cost Carrier (LCC) seperti Lion Air, di negara kepulauan seperti Indonesia, adalah sebuah kesempatan atau opportunity. “Lion Air melayani lebih dari 200 pesawat setiap harinya. Bayangkan berapa juta penumpang per hari. Kalau company tiba-tiba ditutup, apa yang akan terjadi?” katanya, Rabu (7/11).

Hal itu makin mustahil dengan melihat pangsa pasar Lion Air Grup yang menguasai 20 persen hingga 30 persen seluruh maskapai penerbangan domestik Tanah Air. “Karena kalau Lion Air ditutup, kita mesti siap market yang terpotong bisa 30 persen. Dan maskapai lain belum bisa serap,” jelas Ziva. Ziva menilai, tentunya perlu berpikir 2 kali untuk menutup sebuah maskapai, apalagi akibat dari sebuah kejadian kecelakaan.

Menurutnya, lebih baik pemerintah melakukan koreksi terhadap maskapai dan memperbaiki regulasi yang ada. “Tetap ada pembelajaran, kalau ternyata ada anomali airspeed indicator serta ada kerusakan di 4 penerbangan terakhir. Yang pasti apakah sanksinya adalah hukum penerbangan atau pidana yang akan kelihatan setelah KNKT umumkan hasilnya,” pungkasnya. (sat/hap/uji/jpc/saz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/