SUMUTPOS.CO – Usai menjalani kurungan badan selama delapan bulan, lima nelayan asal Sumatera Utara dipulangkan dari negeri jiran, Malaysia, Rabu (8/11) siang. Mereka diterbangkan dari bandara di Penang sekira pukul 11.00 WIB dan tiba di Bandara Internasional Kualanamu, Deliserdang pukul 12.00 WIB.
Kelima nelayan asal Kabupaten Langkat itu masing-masing, Riduwan (42), Imam Safil bin Rusli (28), Armansyah (36), Ismail bin Yusuf (35) dan Juriansyah bin Syahfirudin (30). Kecuali Riduwan sebagai nahkoda kapal, keempat nelayan lainnya merupakan anak buah kapal (ABK).
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sumut, Mulyadi Simatupang mengatakan, nelayan asal Sumut yang dipulangkan setelah dipenjara di Malaysia periode Januari sampai November 2018 mencapai 19 orang. Jumlah itu sudah termasuk 5 nelayan yang dipulangkan, Rabu (8/11).
“Total nelayan kita yang ditahan itukan ada 25 orang, hingga November sudah dipulangkan 19 orang dan 6 orang lagi masih ditahan atau sedang menjalani hukuman,” katanya kepada wartawan, kemarin (8/11).
Diungkapnya, nelayan yang ditangkap oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) itu karena memasuki zona abu-abu atau batas perairan antara Indonesia-Malaysia. “Sebenarnya mereka sudah dibekali dengan GPS sebagai kelengkapan saat menangkap ikan.
Setelah empat sampai lima hari berada ditengah laut, mereka baru sadar bahwa telah memasuki perairan Malaysia. Saat saya menemui mereka dan menanyakan kenapa bisa ditangkap, mereka menjawab karena ketiduran dan tiba-tiba sudah berada di laut Malaysia. Salah seorang di antara mereka beralasan tidak memakai GPS,” paparnya.
Padahal sebelum peristiwa penangkapan terjadi sekitar Januari 2018, sambung Mulyadi, pihaknya baru saja melakukan sosialisasi mengenai aturan main melaut pada kelompok nelayan di Langkat. Bahkan diakuinya, GPS maupun perangkat kelengkapan lainnya saat melaut pun sudah diberikan kepada mereka.
“Mereka yang ditangkap itu nelayan kecil (tradisional). Ada GPS sama mereka, tapi hanya sekadar dipakai untuk petunjuk arah pulang pergi. Dan pengakuan pihak APMM kepada kami, bahwa sebenarnya banyak nelayan Indonesia yang masuk perairan mereka namun tidak sampai ditangkap dan hanya diusir.
Tapi karena nelayan kita ini sudah terlalu jauh masuk, makanya terpaksa ditangkap,” ungkap mantan Kasubbag Anggaran pada Biro Keuangan Setdaprovsu ini. “Hukuman denda atas pelanggaran tersebut 50 ribu Ringgit Malaysia (RM). Lantaran mereka tak ada uang makanya diganti dengan hukuman badan (penjara),” sambungnya.
Sementara enam nelayan lain, lanjutnya, mesti harus menjalani hukuman serupa dan diprediksi akan bebas pada Agustus 2019. Keenamnya masing-masing, Mohammad Fahrul Rozi, Abdul Rahman Ritonga, Elfan, M Parlen alias Ucok, Zulkifli, dan Danur Dirja yang semuanya berasal dari Langkat.
“Semua biaya pemulangan nelayan kita difasilitasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, karena kita tidak punya anggaran khusus untuk itu,” kata Mulyadi.
Ia menambahkan, pada APBD Sumut 2019 pihaknya sudah mengalokasikan anggaran untuk pemulangan nelayan yang ditangkap tersebut senilai Rp50 juta. Pihaknya juga mendesak agar pemerintah kabupaten/kota melakukan hal serupa supaya ketika ada masalah seperti ini, tidak repot lagi menanganinya.
“Ya, provinsi ikut repot mengurusi biaya untuk memulangkan mereka. Untungnya KKP ada menganggarkan sehingga bisa difasilitasi memakai dana mereka. Apalagi untuk wilayah pantai timur yang notabene banyak nelayan tertangkap di perairan Malaysia,” pungkasnya. (prn/ala)