MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pencabutan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 5 Tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan atau HO, masih terus berproses. Kini, tahapannya memasuki tanggapan kepala daerah terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD Medan.
Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution menyatakan, potensi hilangnya pendapatan asli daerah (PAD) dengan tidak diberlakukannya lagi retribusi tersebut mencapai hingga Rp19 miliar. Namun demikian, kontribusi retribusi itu terhadap PAD Kota Medan cenderung relatif sama atau stabil setiap tahunnya antara 0,89 hingga 1,28 persen.
“Pada tahun anggaran 2017, kontribusinya 0,94 persen. Sedangkan 2016, meningkat 1,28 persen. Lalu, 2015 kontribusinya 0,89 persen, 2014 sebesar 0,93 persen dan 2013 mencapai 1,27 persen,” ujar Akhyar saat menyampaikan nota jawaban pemandangan umum Fraksi PDI Perjuangan DPRD Medan, Rabu (14/11).
Ia mengaku, secara detail bisa disampaikan bahwa penerimaan retribusi HO sejak 2013 hingga 2017 sebagai berikut. Target tahun 2013 sebesar Rp15,2 miliar dengan realisasi Rp16,1 miliar. Tahun 2014 target Rp15,2 miliar, realisasi Rp16,3 miliar, 2015 target Rp16,6 miliar dan Rp17,9 miliar. Sedangkan 2017, target Rp19,1 miliar dengan terealisasi Rp9,18 miliar. “Untuk meningkatkan PAD, maka dilakukan secara terus-menerus pembenahan dan peningkatan pelayanan perizinan,” katanya.
Disebutkan Akhyar, setelah diterbitkannya Permendagri Nomor 19/2017 tertanggal 15 Juli 2017, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Medan masih memungut izin tersebut. Namun, tertanggal 18 September 2017 sudah tidak lagi dikutip. “Pencabutan Perda itu sebetulnya mempermudah investasi. Namun, diakui memang dampaknya ada pengurangan pendapatan PAD,” pungkasnya.
Kepala Dinas PMPTSP Medan Purnama Dewi mengakui, realisasi retribusi HO tahun 2017 yang diperoleh relatif kecil sebesar Rp9,18 miliar. “Memang penerimaan retribusi tahun lalu tidak mencapai target yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan karena izin HO tidak diperoleh secara penuh. Sebab, penerimaannya hanya dilakukan sampai pertengahan September tahun lalu,” ungkap Purnama.
Dijelaskan Purnama, tidak dipungutnya lagi retribusi HO berdasarkan Surat Edaran Mendagri Nomor 500/223 tertanggal 15 Juli. Kemudian, Surat Edaran Mendagri tersebut dilanjutkan dengan Instruksi Wali Kota Medan tertanggal 18 September tentang larangan penyelenggaraan retribusi izin HO. “Jadi, semenjak adanya kebijakan baru tersebut maka terhitung 18 September 2017 kami tidak lagi memungut retribusi itu,” akunya.
Sebelumya, Anggota DPRD Medan Fraksi PDI Perjuangan, Paul Anton Mei Simanjuntak mengatakan, dengan dicabutnya aturan tersebut, maka otomatis Pemko Medan akan kehilangan atau kekurangan PAD. “Berapa besar potensi penerimaan PAD Kota Medan dari sektor tersebut hilang, hal ini harus dijelaskan Pemko Medan,” ungkap Paul saat menyampaikan pemandangan umum Fraksi PDI Perjuangan dalam rapat paripurna beberapa waktu lalu.
Untuk itu, sambung dia, Pemko Medan harus mencari solusi atau alternati sumber PAD baru untuk mengganti hilangnya penerimaan dari sektor retribusi izin gangguan.
Meski harus kehilangan sumber pendapatan, kata Paul, tetapi bila dikaji dari sosial ekonomi dan pemanfaatannya jangka panjang maka Pemko Medan justru akan mendapatkan laba yang lebih besar. Namun, laba ini tidak diperoleh begitu saja melainkan harus mampu meyakinkan dan menarik para investor lokal maupun asing untuk menanamkan modalnya dalam pengembangan usaha.
Menurut pihaknya, keberadaan aturan itu dinilai sangat menghambat proses pembangunan di Kota Medan. Karena, seringkali dikeluhkan oleh para investor yang ingin menanamkan modalnya. “Kami mendukung dicabutnya Perda tersebut. Akan tetapi, sebenarnya terlambat dilakukan Pemko Medan. Sebab, surat edaran tentang pencabutan Perda itu telah beredar sejak bulan Juli 2017 lalu,” pungkasnya. (ris/ila)