26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

139 RS Belum Dibayar, BPJS Kesehatan Tunggak Klaim Miliaran Rupiah

Ilustrasi BPJS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tunggakan klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Wilayah Sumut-Aceh mencapai miliaran rupiah untuk rumah sakit di Sumatera Utara. Tercatat, tunggakan tersebut kepada 139 rumah sakit (RS) di wilayah Sumut. Tunggakan ini untuk klaim September dan Oktober yang belum ada dibayarkan.

Rinciannya, untuk klaim September, sebanyak 77 rumah sakit masih dalam pemberkasan, 14 rumah sakit dalam tahap verifikasi BPJS Kesehatan dan 48 rumah sakit dalam tahap menunggu pembayaran. Ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi E DPRD Sumut denga BPJS Kesehatan Sumut-Aceh dan RSUP H Adam Malik serta RSUD Pringadi Medan, Rabu (21/11).

Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumut-Aceh, Mariamah menjelaskan, untuk klaim Oktober 2018, sebanyak 124 rumah sakit masih dalam tahap pemberkasan, 10 rumah sakit dalam tahap verifikasi dan 5 rumah sakit sedang menunggu proses pembayaran.

Di RS Adam Malik sendiri, lanjutnya, untuk klaim September 2018 menunggu proses pembayaran dan untuk Oktober masih dalam pemberkasan, sehingga belum dibayarkan dua bulan. Dengan begitu, total klaim di RSUP Adam Malik, untuk September Rp23,4 miliar dan Oktober Rp28,6 miliar.

Ditambah lagi klaim pending dari tahun lalu sebesar Rp46 miliar lebih, sehingga total klaim yang belum dibayar di RSUP Adam Malik mencapai Rp98 miliar lebih.

Sementara itu, Dirut Keuangan RSUD Adam Malik, Supomo mengaku memahami kesulitan keuangan BPJS Kesehatan. “Meski begitu, kami tetap melayani masyarakat, karena RS Adam Malik merupakan rujukan terakhir, jadi kami tetap harus membuka layanan,” sahut Supomo menanggapi paparan Mariamah.

Sementara itu, terkait keberadaan Tim Anti-Fraud (kecurangan) yang bertugas mencegah kecurangan terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Rumah Sakit (RS), Komisi E DPRD Sumut mengusulkan agar tugas tersebut dipercayakan kepada kalangan independen. Usulan tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran terkait klaim dan lainnya dan merugikan BPJS Kesehatan.

Adanya pembengkakan klaim dari RS yang memberatkan BPJS Kesehatan ditanggapi Anggota Komisi E DPRD Sumut Safaruddin Siregar. Hal ini menurutnya, karena ada dugaan kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh pihak pemberi layanan kesehatan dengan menyerahkan klaim palsu atau di-mark-up. Untuk itu, menurut mereka, perlu ada pengawasan ketat terhadap klaim tersebut.

Namun keberadaan tim pengawasan pencegahan (anti fraud) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015, dinilai kurang meyakinkan. Mengingat, pembentukan tim ini terdiri atas unsur satuan pemeriksaan internal, komite medik, perekam medis, Koder, dan unsur lain yang terkait yang berasal dari internal RS. Sehingga, dugaan kurang maksimalnya pengawasan sering muncul.

“Bagaimana bisa kita percaya tim pencegahan yang berasal dari internal rumah sakit. Saya tidak menuduh, tapi kemungkinan ada. Mereka (RS) yang menjalankan, mereka yang mengawasi. Logikanya bagaimana itu? Mereka yang eksekutif, mereka juga sebagai legislatif. Saya usul di rapat ini, harus ada tim anti-fraud eksternal yang independen,” kata dia.

Senada disampaikan Anggota Komisi E lainnya. Reiki Nelson menilai perlunya tim khusus yang mengaudit laporan klaim dari RS. Menurutnya kecurangan bisa saja terjadi dengan klaim palsu, penggelembungan tagihan, rujukan fiktif, manipulasi kelas perawatan (layanan) dan kecurangan lainnya.”Untuk itu memang diperlukan tim independen agar penajaman terhadap pengawasan bisa dilaksanakan,” ujar Reiki.

Begitu juga disampaikan rekannya, Juliski Simorangkir. Menurutnya pihak KPK harus hadir untuk melihat bagaimana jalannya BPJS Kesehatan. Termasuk juga mengaudit seluruh dana yang dikelola. Mengingat, dana-nya cukup besar dan berasal dari uang rakyat sehingga sangat tidak boleh diselewengkan.

“Kita heran kenapa bisa sampai rugi. Dana BPJS Kesehatan harus diaudit secara menyeluruh. KPK harus hadir di BPJS Kesehatan. Apalagi banyak celah penyelewengan yang memungkinkan terjadinya kerugian pada BPJS Kesehatan,” jelas Juliski.

Namun usulan tersebut tak sertamerta diterima pihak BPJS Kesehatan tersebut. “Terkait ini, hal itu sudah diatur dalam Permenkes 35/2015, termasuk unsur yang terlibat di dalamnya. Semua klaim dapat dilihat rekam medis yang diberikan kepada pasien,” kata Mariamah. (bal/ila)

Ilustrasi BPJS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tunggakan klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Wilayah Sumut-Aceh mencapai miliaran rupiah untuk rumah sakit di Sumatera Utara. Tercatat, tunggakan tersebut kepada 139 rumah sakit (RS) di wilayah Sumut. Tunggakan ini untuk klaim September dan Oktober yang belum ada dibayarkan.

Rinciannya, untuk klaim September, sebanyak 77 rumah sakit masih dalam pemberkasan, 14 rumah sakit dalam tahap verifikasi BPJS Kesehatan dan 48 rumah sakit dalam tahap menunggu pembayaran. Ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi E DPRD Sumut denga BPJS Kesehatan Sumut-Aceh dan RSUP H Adam Malik serta RSUD Pringadi Medan, Rabu (21/11).

Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumut-Aceh, Mariamah menjelaskan, untuk klaim Oktober 2018, sebanyak 124 rumah sakit masih dalam tahap pemberkasan, 10 rumah sakit dalam tahap verifikasi dan 5 rumah sakit sedang menunggu proses pembayaran.

Di RS Adam Malik sendiri, lanjutnya, untuk klaim September 2018 menunggu proses pembayaran dan untuk Oktober masih dalam pemberkasan, sehingga belum dibayarkan dua bulan. Dengan begitu, total klaim di RSUP Adam Malik, untuk September Rp23,4 miliar dan Oktober Rp28,6 miliar.

Ditambah lagi klaim pending dari tahun lalu sebesar Rp46 miliar lebih, sehingga total klaim yang belum dibayar di RSUP Adam Malik mencapai Rp98 miliar lebih.

Sementara itu, Dirut Keuangan RSUD Adam Malik, Supomo mengaku memahami kesulitan keuangan BPJS Kesehatan. “Meski begitu, kami tetap melayani masyarakat, karena RS Adam Malik merupakan rujukan terakhir, jadi kami tetap harus membuka layanan,” sahut Supomo menanggapi paparan Mariamah.

Sementara itu, terkait keberadaan Tim Anti-Fraud (kecurangan) yang bertugas mencegah kecurangan terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Rumah Sakit (RS), Komisi E DPRD Sumut mengusulkan agar tugas tersebut dipercayakan kepada kalangan independen. Usulan tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran terkait klaim dan lainnya dan merugikan BPJS Kesehatan.

Adanya pembengkakan klaim dari RS yang memberatkan BPJS Kesehatan ditanggapi Anggota Komisi E DPRD Sumut Safaruddin Siregar. Hal ini menurutnya, karena ada dugaan kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh pihak pemberi layanan kesehatan dengan menyerahkan klaim palsu atau di-mark-up. Untuk itu, menurut mereka, perlu ada pengawasan ketat terhadap klaim tersebut.

Namun keberadaan tim pengawasan pencegahan (anti fraud) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015, dinilai kurang meyakinkan. Mengingat, pembentukan tim ini terdiri atas unsur satuan pemeriksaan internal, komite medik, perekam medis, Koder, dan unsur lain yang terkait yang berasal dari internal RS. Sehingga, dugaan kurang maksimalnya pengawasan sering muncul.

“Bagaimana bisa kita percaya tim pencegahan yang berasal dari internal rumah sakit. Saya tidak menuduh, tapi kemungkinan ada. Mereka (RS) yang menjalankan, mereka yang mengawasi. Logikanya bagaimana itu? Mereka yang eksekutif, mereka juga sebagai legislatif. Saya usul di rapat ini, harus ada tim anti-fraud eksternal yang independen,” kata dia.

Senada disampaikan Anggota Komisi E lainnya. Reiki Nelson menilai perlunya tim khusus yang mengaudit laporan klaim dari RS. Menurutnya kecurangan bisa saja terjadi dengan klaim palsu, penggelembungan tagihan, rujukan fiktif, manipulasi kelas perawatan (layanan) dan kecurangan lainnya.”Untuk itu memang diperlukan tim independen agar penajaman terhadap pengawasan bisa dilaksanakan,” ujar Reiki.

Begitu juga disampaikan rekannya, Juliski Simorangkir. Menurutnya pihak KPK harus hadir untuk melihat bagaimana jalannya BPJS Kesehatan. Termasuk juga mengaudit seluruh dana yang dikelola. Mengingat, dana-nya cukup besar dan berasal dari uang rakyat sehingga sangat tidak boleh diselewengkan.

“Kita heran kenapa bisa sampai rugi. Dana BPJS Kesehatan harus diaudit secara menyeluruh. KPK harus hadir di BPJS Kesehatan. Apalagi banyak celah penyelewengan yang memungkinkan terjadinya kerugian pada BPJS Kesehatan,” jelas Juliski.

Namun usulan tersebut tak sertamerta diterima pihak BPJS Kesehatan tersebut. “Terkait ini, hal itu sudah diatur dalam Permenkes 35/2015, termasuk unsur yang terlibat di dalamnya. Semua klaim dapat dilihat rekam medis yang diberikan kepada pasien,” kata Mariamah. (bal/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/