26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

KPK Diminta Awasi Pembebasan Lahan Tol Tanjungmulia, Dewan Imbau Jangan Dulu Bayar Ganti Rugi

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
PENGERJAAN: Suasana pengerjaan jalan tol sesi Tanjungmulia Medan, kemarin.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kalangan DPRD Sumut meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut mengawasi proses pembebasan lahan tol seksi 1 Medan-Binjai di Tanjungmulia Hilir Medan. Hal ini terkait memanasnya persoalan lahan tersebut, karena masing-masing pihak di masyarakat saling mengklaim kepemilikan sertifikat.

Adapun pihak masyarakat dimaksud yakni yang menempati lahan, ahli waris Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah (Sultan Deli), dan Ahli Waris Tengku Muhammad Dalik sebagai pemegang Grand Sultan. Ketiganya mengklaim paling berhak atas kepemilikan lahan tersebut. Hal ini pun disampaikan saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi A DPRD Sumut beberapa waktu lal.

“Yang perlu diingat kami bukan lembaga pemutus, tapi kami berharap persoalan ini dapat terang benderang. Siapa yang berhak atas tanah itu dialah yang menguasai, makanya kami berharap agar pihak-pihak terkait baik camat, BPN maupun masyarakat pada rapat selanjutnya dapat melengkapi data-data dan sampaikan kepada kami. Kami juga meminta KPK turun tangan memantau proses pembebasan lahan hingga ganti ruginya,” ujar Ketua Komisi A DPRD Sumut HM Nezar Djoeli, Selasa (27/11).

Pihaknya juga mengingatkan agar pembayaran ganti rugi tidak diberikan sebelum adanya keputusan tetap (inkrah). Pasalnya, hingga saat ini diketahui bahwa pihak ahli waris Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah (Sultan Deli) dan Ahli Waris Tengku Muhammad Dalik melakukan upaya hukum di Pengadilan Negeri Medan. Bahkan perkara No 232, ahli waris di tingkat Pengadilan Medan memenangkan perkara tersebut meskipun pihak tergugat di antaranya BPN dan PPK Jalan Tol Medan-Binjai melakukan upaya banding.

“Kita minta agar proses pembayaran ganti rugi ini tidak dulu dibayarkan sebelum persoalan ini inkracht. Kita tidak ingin kalau yang menerima ganti rugi yang menggunakan uang rakyat ini tidak tepat sasaran karena bukan orang yang berhak menerimanya. Ke depan setelah data dan berkas kami terima dan telah kita pelajari kita akan menggelar RDP lanjutan,” sebutnya.

Hal senada disampaikan Anggota Komisi A DPRD Sumut Sarma Hutajulu. Dirinya berharap agar program pemerintah ini tidak sampai merugikan masyarakat. Oleh karena itu, ia kembali meningatkan agar BPN sebagai Ketua Tim Satgas Pembebasan Lahan memberikan data-data siapa saja pemilik lahan yang terkena pembebasan pembangunan jalan Tol tersebut.

“Bagaimana kami tahu kalau data penerima itu tidak kami terima. Termasuk juga soal sertifikat ada, saya tidak bisa katakan itu bodong karena yang menguji itu pihak pengadilan. Begitu juga dengan pak camat dan Pak lurah kami minta data apakah ada surat-surat silang sengketa. Jadi tidak hanya cerita saja kita, silahkan serahkan bahan-bahan itu agar ke depan RDP lanjutan kita sudah mempelajarinya,” katanya.

Sebelumnya, Kuasa Hukum Ahli Waris Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah (Sultan Deli) dan Ahli Waris Tengku Muhammad Dalik, Afrizon SH MH mempertanyakan sejumlah alasan pihak pengadilan dan PPK Jalan tol Medan-Binjai yang melakukan pembayaran ganti rugi pembebasan kepada masyarakat.

Pasalnya menurut Afrizon bahwa saat ini lahan yang diklaim masyarakat sebagai pemilik yang sah merupakan objek sengketa gugatan pihaknya di pengadilan. Bahkan pada perkara 232 pihaknya telah memenangkan gugatan meskipun masih belum inkrah. Begitu juga halnya dengan perkara 448 sat ini masih berproses di pengadilan.

“Yang menjadi pertanyaan saya kepada PPK dan Pengadilan kenapa memberikan pembayaran ganti rugi sementara lahan tersebut saat ini merupakan objek sengketa. Kami juga mempertanyakan persoalan keputusan menteri soal pergantian ganti rugi 70 persen pemegang sertifikat dan 30 persen masyarakat.

Apa dasar kebijakan tersebut. Kami sudah gelar perkara dengan BPN Pusat dan dinyatakan 16 SHM yang ada cacat Yuridis karena itu tanah Grand Sultan. Sayangnya rekomendasi ini tidak dilaksanakan. Lalu kenapa lahir kebijakan 70 dan 30 persen itu,” sebut Afrizon.

Dalam kesempatan tersebut Afrizon menyambut baik kesimpulan Komisi A agar pihak-pihak terkait menyampaikan data yang dimiliki. Termasuk juga permintaan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan untuk melakukan pengawasan terhadap proses pembebasan lahan tersebut.

“Tentu kita sangat setuju dengan kesimpulan tadi. Termasuk agar pembayaran ganti rugi ditunda sampai adanya kepastian hukum tetap dan juga agar KPK ikut memantau proses pembayaran ganti rugi lahan. Saya tidak ingin sampaikan hal-hal yang menyangkut pokok perkara yang saat ini bergulir di pengadilan. Biarlah di pengadilan nanti di buktikan,” tegasnya.

Sedangkan PPK Jalan Tol Medan-Helvetia Painir Sitompul mengaku kalau pihak taat hukum dalam proses pembebasan lahan tol. Pihaknya lanjut Sitompul melakukan pembayaran kepada masyarakat yang berhak menerima sesuai dengan data yang mereka terima data pihak terkait, termasuk BPN dan aparatur pemerintah daerah.

Berdasarkan data yang mereka miliki bahwa dalam perkara 232 objek sengketa bukan Grand Sultan tapi ada 13 SHM dan BPN masih menyatakan kalau SHM tersebut sah sehingga lahirnya keputusan menteri terkaut 70 dan 30 persen tersebut.

Sementara perwakilan PN Medan mengatakan bahwa pembayaran ganti rugi untuk 15 bidang tanah dari 17 bidang tanah telah dilakukan atas keputusan Ketua Pengadilan Negeri Medan dan BPN atas perkara 448. Sedangkan untuk perkara 232 hingga saat ini belum ada dilakukan pembayaran oleh pihak Pengadilan Negeri Medan. (bal/azw)

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
PENGERJAAN: Suasana pengerjaan jalan tol sesi Tanjungmulia Medan, kemarin.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kalangan DPRD Sumut meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut mengawasi proses pembebasan lahan tol seksi 1 Medan-Binjai di Tanjungmulia Hilir Medan. Hal ini terkait memanasnya persoalan lahan tersebut, karena masing-masing pihak di masyarakat saling mengklaim kepemilikan sertifikat.

Adapun pihak masyarakat dimaksud yakni yang menempati lahan, ahli waris Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah (Sultan Deli), dan Ahli Waris Tengku Muhammad Dalik sebagai pemegang Grand Sultan. Ketiganya mengklaim paling berhak atas kepemilikan lahan tersebut. Hal ini pun disampaikan saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi A DPRD Sumut beberapa waktu lal.

“Yang perlu diingat kami bukan lembaga pemutus, tapi kami berharap persoalan ini dapat terang benderang. Siapa yang berhak atas tanah itu dialah yang menguasai, makanya kami berharap agar pihak-pihak terkait baik camat, BPN maupun masyarakat pada rapat selanjutnya dapat melengkapi data-data dan sampaikan kepada kami. Kami juga meminta KPK turun tangan memantau proses pembebasan lahan hingga ganti ruginya,” ujar Ketua Komisi A DPRD Sumut HM Nezar Djoeli, Selasa (27/11).

Pihaknya juga mengingatkan agar pembayaran ganti rugi tidak diberikan sebelum adanya keputusan tetap (inkrah). Pasalnya, hingga saat ini diketahui bahwa pihak ahli waris Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah (Sultan Deli) dan Ahli Waris Tengku Muhammad Dalik melakukan upaya hukum di Pengadilan Negeri Medan. Bahkan perkara No 232, ahli waris di tingkat Pengadilan Medan memenangkan perkara tersebut meskipun pihak tergugat di antaranya BPN dan PPK Jalan Tol Medan-Binjai melakukan upaya banding.

“Kita minta agar proses pembayaran ganti rugi ini tidak dulu dibayarkan sebelum persoalan ini inkracht. Kita tidak ingin kalau yang menerima ganti rugi yang menggunakan uang rakyat ini tidak tepat sasaran karena bukan orang yang berhak menerimanya. Ke depan setelah data dan berkas kami terima dan telah kita pelajari kita akan menggelar RDP lanjutan,” sebutnya.

Hal senada disampaikan Anggota Komisi A DPRD Sumut Sarma Hutajulu. Dirinya berharap agar program pemerintah ini tidak sampai merugikan masyarakat. Oleh karena itu, ia kembali meningatkan agar BPN sebagai Ketua Tim Satgas Pembebasan Lahan memberikan data-data siapa saja pemilik lahan yang terkena pembebasan pembangunan jalan Tol tersebut.

“Bagaimana kami tahu kalau data penerima itu tidak kami terima. Termasuk juga soal sertifikat ada, saya tidak bisa katakan itu bodong karena yang menguji itu pihak pengadilan. Begitu juga dengan pak camat dan Pak lurah kami minta data apakah ada surat-surat silang sengketa. Jadi tidak hanya cerita saja kita, silahkan serahkan bahan-bahan itu agar ke depan RDP lanjutan kita sudah mempelajarinya,” katanya.

Sebelumnya, Kuasa Hukum Ahli Waris Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah (Sultan Deli) dan Ahli Waris Tengku Muhammad Dalik, Afrizon SH MH mempertanyakan sejumlah alasan pihak pengadilan dan PPK Jalan tol Medan-Binjai yang melakukan pembayaran ganti rugi pembebasan kepada masyarakat.

Pasalnya menurut Afrizon bahwa saat ini lahan yang diklaim masyarakat sebagai pemilik yang sah merupakan objek sengketa gugatan pihaknya di pengadilan. Bahkan pada perkara 232 pihaknya telah memenangkan gugatan meskipun masih belum inkrah. Begitu juga halnya dengan perkara 448 sat ini masih berproses di pengadilan.

“Yang menjadi pertanyaan saya kepada PPK dan Pengadilan kenapa memberikan pembayaran ganti rugi sementara lahan tersebut saat ini merupakan objek sengketa. Kami juga mempertanyakan persoalan keputusan menteri soal pergantian ganti rugi 70 persen pemegang sertifikat dan 30 persen masyarakat.

Apa dasar kebijakan tersebut. Kami sudah gelar perkara dengan BPN Pusat dan dinyatakan 16 SHM yang ada cacat Yuridis karena itu tanah Grand Sultan. Sayangnya rekomendasi ini tidak dilaksanakan. Lalu kenapa lahir kebijakan 70 dan 30 persen itu,” sebut Afrizon.

Dalam kesempatan tersebut Afrizon menyambut baik kesimpulan Komisi A agar pihak-pihak terkait menyampaikan data yang dimiliki. Termasuk juga permintaan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan untuk melakukan pengawasan terhadap proses pembebasan lahan tersebut.

“Tentu kita sangat setuju dengan kesimpulan tadi. Termasuk agar pembayaran ganti rugi ditunda sampai adanya kepastian hukum tetap dan juga agar KPK ikut memantau proses pembayaran ganti rugi lahan. Saya tidak ingin sampaikan hal-hal yang menyangkut pokok perkara yang saat ini bergulir di pengadilan. Biarlah di pengadilan nanti di buktikan,” tegasnya.

Sedangkan PPK Jalan Tol Medan-Helvetia Painir Sitompul mengaku kalau pihak taat hukum dalam proses pembebasan lahan tol. Pihaknya lanjut Sitompul melakukan pembayaran kepada masyarakat yang berhak menerima sesuai dengan data yang mereka terima data pihak terkait, termasuk BPN dan aparatur pemerintah daerah.

Berdasarkan data yang mereka miliki bahwa dalam perkara 232 objek sengketa bukan Grand Sultan tapi ada 13 SHM dan BPN masih menyatakan kalau SHM tersebut sah sehingga lahirnya keputusan menteri terkaut 70 dan 30 persen tersebut.

Sementara perwakilan PN Medan mengatakan bahwa pembayaran ganti rugi untuk 15 bidang tanah dari 17 bidang tanah telah dilakukan atas keputusan Ketua Pengadilan Negeri Medan dan BPN atas perkara 448. Sedangkan untuk perkara 232 hingga saat ini belum ada dilakukan pembayaran oleh pihak Pengadilan Negeri Medan. (bal/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/