26 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Diyakini Bisa Tingkatkan Perekonomian di Sumut, Gubsu Diminta Seriusi Aerotropolis Kualanamu

Bandara kualanamu pada malam hari.

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Aerotropolis Bandara Internasional Kualanamu, Kabupaten Deliserdang sudah diwacanakan sejak lama. Sejak Kualanamu diresmikan empat tahun lalu, wacana tersebut dari hari ke hari semakin menguap.

Dirangkum JawaPos.com (grup Sumut Pos) dari berbagai sumber, aerotropolis merupakan kota di mana tata letak, infrastruktur, dan ekonomi berpusat pada bandara. Seperti konsep kota metropolitan, bandara sebagai pusat aerotropolis juga memiliki kawasan pinggir kota (suburban) yang terhubung oleh infrastruktur dan transportasi masal.

Konsep ini pertama kali dikemukakan seniman asal New York Nicholas Desantis pada 1939 silam. Kemudian dikembangkan lagi oleh John D Kasarda pada tahun 2000.

Aerotropolis biasanya dilengkapi industri manufaktur, e-commerce, telekomunikasi dan logistik, hotel, gerai ritel, pusat entertainment dan eksibisi. Selain itu harus ada ruang perkantoran bagi para pebisnis yang sering bepergian melalui bandara atau terlibat dalam perdagangan global. Di samping itu, aerotropolis juga dilengkapi pusat perdagangan grosir serta sarana transportasi yang terintegrasi.

Saat ini Aerotropolis masih ada di tujuh negara. Antara lain Belanda, Hongkong, Malaysia, Uni Emirat Arab, India dan Amerika Serikat.

Sayangnya, progres aerotropolis di Kualanamu terkesan lamban. Menjadi pertanyaan besar, mengapa penggarapannya begitu lamban?

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca IP Pandjaitan XIII kembali mengangkat wacana itu ke permukaan. Menurutnya, jika Kualanamu bisa menjadi aerotropolis, akan membawa perubahan signifikan di Sumatera Utara.

Hinca mempertanyakan, kenapa pemerintah kurang getol menggarap aerotropolis. Dia menduga ada kepentingan besar, sehingga aerotropolis itu belum juga jadi. “Aerotropolis masih terganjal mafia,” kata Hinca di sela kegiatannya di Kota Medan, Jumat (7/12).

Hinca menyebutkan, mafia itu bisa jadi memang tidak menginginkan aerotropolis berkembang di Sumut. Sebab, jika Kualanamu menjadi pusat bisnis (khususnya penerbangan), maka bandara di sekitarnya bisa tutup.

Contohnya saja Changi Airport di Singapura dan Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Selama ini, pesawat dari Eropa akan transit untuk mengisi bahan bakar di Changi Airport setelah terbang 13 jam.

Sementara itu, jika Kualanamu makin berkembang dan menjual bahan bakar, akan terjadi banyak perubahan. Sebab, jaraknya hanya 10 jam dari Eropa. Sehingga pesawat akan memilih mengisi bahan bakar di Kualanamu. “Jadi kalau di Kualanamu jualan bahan bakar saja bisa hidup,” ungkap laki-laki 54 tahun itu.

Dia mencontohkan Bandara di Cengkareng. Dengan traffic yang cukup padat, mereka menjual bahan bakar yang banyak. Namun tidak mungkin pesawat dari Eropa melandas di sana. Sebab jaraknya terlalu jauh.

Kualanamu dibangun pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu anggaran negara yang digelontorkan Rp5,4 triliun. Hinca memprediksi, aerotropolis Kualanamu bisa meningkatkan perekonomian di Sumut hingga 3.000 persen. Menurutnya, pemerintah seharusnya menggarap itu secara bekesinambungan. “Kalau pemerintah Sumut tidak peduli, maka lewat lah itu,” ungkapnya.

Dia menambahkan, Kualanamu sangat layak dijadikan aerotropolis. Mulai dari geografis yang dekat dengan laut, hingga lahannya yang sangat luas. Bahkan bisa menjadi penghubung internasional di sisi barat Indonesia.

Belum lagi dari sisi pariwisata. Aerotropolis juga bakal mendukung destinasi wisata yang bisa menghasilkan pendapatan daerah Sumut. “Ke pelabuhan dekat, kereta api juga ada. Ini satu-satunya di Indonesia, kereta api terhubung dengan bandara secara langsung,” ujarnya.

Hinca mengkritik pemerintah yang juga membuat peraturan soal Bandara Kualanamu. Misalnya peraturan daerah tentang keselamatan dan keamanan Bandara Internasional. “Ini diduga karena permainan mafia juga. Mafia itu nggak ingin Kualanamu itu jadi semakin besar. Kalau ini jadi, maka bisnis bahan bakar pesawat akan ada di Sumut. Singapura dan Kuala Lumpur berpotensi tutup,” jelasnya.

Dia berharap pemerintah, khususnya Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi bisa melirik kembali aerotropolis Kualanamu. Sehingga bisa mendorong juga masyarakat untuk mendukungnya. Karena begitu besar dampaknya dengan perkembangan ekonomi masyarakat. “Jadi kalau mau Sumut sejahtera, Kualanamu harus jadi aerotropolis,” tandasnya.

Sementara itu, dalam waktu dekat Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Sumut juga akan menggelar seminar tentang aerotropolis. Ketua Umum Badko HMI Sumut Alwi Hasbi Silalahi menjelaskan, seminar ini dilakukan untuk mengingatkan kembali soal konsep aerotropolis. “Kami tetap mendorong bagaimana pembangunan Sumut ini bisa semakin maju. Kami juga ingin pemerintah bisa kembali bergiat,” katanya.

Aerotropolis harus jadi titik kebangkitan Sumut lagi. Sehingga Sumut bisa menjadi provinsi yang diperhitungkan. “Kalau bukan dari kita siapa lagi. Aerotropolis jadi titik penentu kemajuan Sumut,” tandasnya. (pra/jpc)

Bandara kualanamu pada malam hari.

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Aerotropolis Bandara Internasional Kualanamu, Kabupaten Deliserdang sudah diwacanakan sejak lama. Sejak Kualanamu diresmikan empat tahun lalu, wacana tersebut dari hari ke hari semakin menguap.

Dirangkum JawaPos.com (grup Sumut Pos) dari berbagai sumber, aerotropolis merupakan kota di mana tata letak, infrastruktur, dan ekonomi berpusat pada bandara. Seperti konsep kota metropolitan, bandara sebagai pusat aerotropolis juga memiliki kawasan pinggir kota (suburban) yang terhubung oleh infrastruktur dan transportasi masal.

Konsep ini pertama kali dikemukakan seniman asal New York Nicholas Desantis pada 1939 silam. Kemudian dikembangkan lagi oleh John D Kasarda pada tahun 2000.

Aerotropolis biasanya dilengkapi industri manufaktur, e-commerce, telekomunikasi dan logistik, hotel, gerai ritel, pusat entertainment dan eksibisi. Selain itu harus ada ruang perkantoran bagi para pebisnis yang sering bepergian melalui bandara atau terlibat dalam perdagangan global. Di samping itu, aerotropolis juga dilengkapi pusat perdagangan grosir serta sarana transportasi yang terintegrasi.

Saat ini Aerotropolis masih ada di tujuh negara. Antara lain Belanda, Hongkong, Malaysia, Uni Emirat Arab, India dan Amerika Serikat.

Sayangnya, progres aerotropolis di Kualanamu terkesan lamban. Menjadi pertanyaan besar, mengapa penggarapannya begitu lamban?

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca IP Pandjaitan XIII kembali mengangkat wacana itu ke permukaan. Menurutnya, jika Kualanamu bisa menjadi aerotropolis, akan membawa perubahan signifikan di Sumatera Utara.

Hinca mempertanyakan, kenapa pemerintah kurang getol menggarap aerotropolis. Dia menduga ada kepentingan besar, sehingga aerotropolis itu belum juga jadi. “Aerotropolis masih terganjal mafia,” kata Hinca di sela kegiatannya di Kota Medan, Jumat (7/12).

Hinca menyebutkan, mafia itu bisa jadi memang tidak menginginkan aerotropolis berkembang di Sumut. Sebab, jika Kualanamu menjadi pusat bisnis (khususnya penerbangan), maka bandara di sekitarnya bisa tutup.

Contohnya saja Changi Airport di Singapura dan Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Selama ini, pesawat dari Eropa akan transit untuk mengisi bahan bakar di Changi Airport setelah terbang 13 jam.

Sementara itu, jika Kualanamu makin berkembang dan menjual bahan bakar, akan terjadi banyak perubahan. Sebab, jaraknya hanya 10 jam dari Eropa. Sehingga pesawat akan memilih mengisi bahan bakar di Kualanamu. “Jadi kalau di Kualanamu jualan bahan bakar saja bisa hidup,” ungkap laki-laki 54 tahun itu.

Dia mencontohkan Bandara di Cengkareng. Dengan traffic yang cukup padat, mereka menjual bahan bakar yang banyak. Namun tidak mungkin pesawat dari Eropa melandas di sana. Sebab jaraknya terlalu jauh.

Kualanamu dibangun pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu anggaran negara yang digelontorkan Rp5,4 triliun. Hinca memprediksi, aerotropolis Kualanamu bisa meningkatkan perekonomian di Sumut hingga 3.000 persen. Menurutnya, pemerintah seharusnya menggarap itu secara bekesinambungan. “Kalau pemerintah Sumut tidak peduli, maka lewat lah itu,” ungkapnya.

Dia menambahkan, Kualanamu sangat layak dijadikan aerotropolis. Mulai dari geografis yang dekat dengan laut, hingga lahannya yang sangat luas. Bahkan bisa menjadi penghubung internasional di sisi barat Indonesia.

Belum lagi dari sisi pariwisata. Aerotropolis juga bakal mendukung destinasi wisata yang bisa menghasilkan pendapatan daerah Sumut. “Ke pelabuhan dekat, kereta api juga ada. Ini satu-satunya di Indonesia, kereta api terhubung dengan bandara secara langsung,” ujarnya.

Hinca mengkritik pemerintah yang juga membuat peraturan soal Bandara Kualanamu. Misalnya peraturan daerah tentang keselamatan dan keamanan Bandara Internasional. “Ini diduga karena permainan mafia juga. Mafia itu nggak ingin Kualanamu itu jadi semakin besar. Kalau ini jadi, maka bisnis bahan bakar pesawat akan ada di Sumut. Singapura dan Kuala Lumpur berpotensi tutup,” jelasnya.

Dia berharap pemerintah, khususnya Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi bisa melirik kembali aerotropolis Kualanamu. Sehingga bisa mendorong juga masyarakat untuk mendukungnya. Karena begitu besar dampaknya dengan perkembangan ekonomi masyarakat. “Jadi kalau mau Sumut sejahtera, Kualanamu harus jadi aerotropolis,” tandasnya.

Sementara itu, dalam waktu dekat Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Sumut juga akan menggelar seminar tentang aerotropolis. Ketua Umum Badko HMI Sumut Alwi Hasbi Silalahi menjelaskan, seminar ini dilakukan untuk mengingatkan kembali soal konsep aerotropolis. “Kami tetap mendorong bagaimana pembangunan Sumut ini bisa semakin maju. Kami juga ingin pemerintah bisa kembali bergiat,” katanya.

Aerotropolis harus jadi titik kebangkitan Sumut lagi. Sehingga Sumut bisa menjadi provinsi yang diperhitungkan. “Kalau bukan dari kita siapa lagi. Aerotropolis jadi titik penentu kemajuan Sumut,” tandasnya. (pra/jpc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/