28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Terbitkan SKT hingga Rugikan Rp1 Triliun, Eks Kades Ngaku tak Nikmati Uang Korupsi

AGUSMAN/SUMUT POS 
SIDANG: Eks Kades Sampali, Sri Astuti menjalani persidangan, Senin (7/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Kepala Desa (Kades) Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang, Sri Astuti mengaku tak menikmati sepeser pun uang hasil korupsi  penerbitan ratusan surat keterangan tanah (SKT) yang merugikan keuangan negara senilai Rp1 triliun lebih tersebut.

Hal itu dikatakan Sri Astuti menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim, Nazar Efriadi dalam sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa yang digelar di ruang Kartika, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (7/1).

“Tidak ada yang mulia. Tidak ada saya nikmati sepeser pun uang itu,” ucap Sri Astuti.

Sri Astuti mengatakan, dirinya juga sempat kaget ketika rumahnya digrebek  polisi dan mengatakan kerugian negara yang ditimbulkan akibat dirinya menerbitkan SKT tersebut mencapai triliunan rupiah.

“Saya kaget. Bahkan saya sempat dirawat di rumah sakit gara-gara hal itu,” kata Sri Astuti lagi.

Kemudian, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Deliserdang mencecarnya dengan pertanyaan-pertanyaan lain.

 

“Terus kenapa di dalam BAP saudara terdakwa sebutkan nominal harga untuk menerbitkan SKT-SKT itu. Berapa SKT yang sudah saudara terbitkan,” cecar JPU.

Menjawab itu, Sri Astuti berdalih saat diperiksa penyidik dalam keadaan tertekan dan labil.

“Saat itu penyidik bilang, saya harus menyebutkan angka. Karena saat itu saya sedang labil, saya sebutkan saja besarannya. Kalau jumlah SKT yang saya terbitkan, saya sudah lupa,” tukasnya.

Sri Astuti juga beralasan, dirinya mengeluarkan SKT itu untuk mensejahterakan masyarakat sekitar.

“Saat pembuatan SKT itu, kepada warga saya bilang bahwasanya tanah itu bukan hak milik. Namun untuk dikelola saja seperti untuk bercocok tanam dan beternak. Karena lahan itu merupakan milik PTPN II,” ungkap Sri Astuti.

“Apakah saudara terdakwa tidak tahu, SKT-SKT itu ada yang sudah diperjual belikan? Bahkan SKT itu ada yang sudah ditingkatkan menjadi SHM,” tanya JPU lagi.

Dengan suara pelan, lalu Sri Astuti mengatakan tidak tahu soal itu. Di akhir keterangannya, Sri Astuti juga mengaku bersalah.

“Saya mengaku bersalah yang mulia,” pungkasnya.

Majelis hakim pun kemudian menutup persidangan dan melanjutkannya pekan depan.

Pantauan wartawan, keluarga Sri Astuti yang hadir di persidangan langsung memeluk Sri Astuti erat-erat begitu dirinya hendak digiring kembali ke dalam sel tahanan. Mereka juga menangis.

Sementara, Wisnu salah satu Tim JPU dari Kejari Deliserdang mengatakan sah-sah saja terdakwa Sri Astuti tak mengaku telah menikmati uang hasil korupsi itu.

“Sah-sah saja. Itu haknya terdakwa. Tuntutan kita rencanakan pekan depan,” tandas JPU Wisnu.

Sekadar mengingatkan, tahun lalu, Sri Astuti juga pernah menjadi terdakwa di PN Medan. Dia divonis selama 1,2 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan pungutan liar sebesar Rp5 juta kepada seorang warga yang mau mengurus surat silang sengketa di kantornya.

Dia terjaring operasi tangkap tangan (OTT) petugas kepolisian dari Polrestabes Medan.

Sedangkan dalam kasus yang kedua ini, Sri Astuti menjadi terdakwa dalam kasus korupsi penerbitan ratusan surat keterangan tanah (SKT) hingga negara dirugikan senilai Rp1 triliun lebih.

Jaksa dalam dakwaannya menyebutkan, Sri Astuti yang menerbitkan SKT/Surat Keterangan Penguasaan Fisik Tanah sebanyak  405 lembar di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN-II (Persero) Kebun Sampali dengan luas 604.960,84 M2. Sehingga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai Kepala Desa Sampali.

Selain itu, persyaratan yang harus dipenuhi pemohon untuk dapat diterbitkannya SKT seperti surat permohonan, surat pernyataan penguasaan fisik, berita acara pengukuran tanah, dan gambar situasi tidak dihiraukan Sri Astuti. Ia malah menyediakan semuanya di Kantor Desa Sampali, sehingga pemohon tinggal menandatangani saja.

Bukan itu saja, Sri Astuti dalam menerbitkan 405 SKT tersebut turut menerima uang dengan jumlah bervariasi antara Rp300 ribu sampai Rp500 ribu/SKT. Sehingga menguntungkan diri pribadi dan juga orang-orang yang tertera di 405 SKT tersebut.(man/ala)

AGUSMAN/SUMUT POS 
SIDANG: Eks Kades Sampali, Sri Astuti menjalani persidangan, Senin (7/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Kepala Desa (Kades) Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang, Sri Astuti mengaku tak menikmati sepeser pun uang hasil korupsi  penerbitan ratusan surat keterangan tanah (SKT) yang merugikan keuangan negara senilai Rp1 triliun lebih tersebut.

Hal itu dikatakan Sri Astuti menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim, Nazar Efriadi dalam sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa yang digelar di ruang Kartika, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (7/1).

“Tidak ada yang mulia. Tidak ada saya nikmati sepeser pun uang itu,” ucap Sri Astuti.

Sri Astuti mengatakan, dirinya juga sempat kaget ketika rumahnya digrebek  polisi dan mengatakan kerugian negara yang ditimbulkan akibat dirinya menerbitkan SKT tersebut mencapai triliunan rupiah.

“Saya kaget. Bahkan saya sempat dirawat di rumah sakit gara-gara hal itu,” kata Sri Astuti lagi.

Kemudian, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Deliserdang mencecarnya dengan pertanyaan-pertanyaan lain.

 

“Terus kenapa di dalam BAP saudara terdakwa sebutkan nominal harga untuk menerbitkan SKT-SKT itu. Berapa SKT yang sudah saudara terbitkan,” cecar JPU.

Menjawab itu, Sri Astuti berdalih saat diperiksa penyidik dalam keadaan tertekan dan labil.

“Saat itu penyidik bilang, saya harus menyebutkan angka. Karena saat itu saya sedang labil, saya sebutkan saja besarannya. Kalau jumlah SKT yang saya terbitkan, saya sudah lupa,” tukasnya.

Sri Astuti juga beralasan, dirinya mengeluarkan SKT itu untuk mensejahterakan masyarakat sekitar.

“Saat pembuatan SKT itu, kepada warga saya bilang bahwasanya tanah itu bukan hak milik. Namun untuk dikelola saja seperti untuk bercocok tanam dan beternak. Karena lahan itu merupakan milik PTPN II,” ungkap Sri Astuti.

“Apakah saudara terdakwa tidak tahu, SKT-SKT itu ada yang sudah diperjual belikan? Bahkan SKT itu ada yang sudah ditingkatkan menjadi SHM,” tanya JPU lagi.

Dengan suara pelan, lalu Sri Astuti mengatakan tidak tahu soal itu. Di akhir keterangannya, Sri Astuti juga mengaku bersalah.

“Saya mengaku bersalah yang mulia,” pungkasnya.

Majelis hakim pun kemudian menutup persidangan dan melanjutkannya pekan depan.

Pantauan wartawan, keluarga Sri Astuti yang hadir di persidangan langsung memeluk Sri Astuti erat-erat begitu dirinya hendak digiring kembali ke dalam sel tahanan. Mereka juga menangis.

Sementara, Wisnu salah satu Tim JPU dari Kejari Deliserdang mengatakan sah-sah saja terdakwa Sri Astuti tak mengaku telah menikmati uang hasil korupsi itu.

“Sah-sah saja. Itu haknya terdakwa. Tuntutan kita rencanakan pekan depan,” tandas JPU Wisnu.

Sekadar mengingatkan, tahun lalu, Sri Astuti juga pernah menjadi terdakwa di PN Medan. Dia divonis selama 1,2 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan pungutan liar sebesar Rp5 juta kepada seorang warga yang mau mengurus surat silang sengketa di kantornya.

Dia terjaring operasi tangkap tangan (OTT) petugas kepolisian dari Polrestabes Medan.

Sedangkan dalam kasus yang kedua ini, Sri Astuti menjadi terdakwa dalam kasus korupsi penerbitan ratusan surat keterangan tanah (SKT) hingga negara dirugikan senilai Rp1 triliun lebih.

Jaksa dalam dakwaannya menyebutkan, Sri Astuti yang menerbitkan SKT/Surat Keterangan Penguasaan Fisik Tanah sebanyak  405 lembar di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN-II (Persero) Kebun Sampali dengan luas 604.960,84 M2. Sehingga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai Kepala Desa Sampali.

Selain itu, persyaratan yang harus dipenuhi pemohon untuk dapat diterbitkannya SKT seperti surat permohonan, surat pernyataan penguasaan fisik, berita acara pengukuran tanah, dan gambar situasi tidak dihiraukan Sri Astuti. Ia malah menyediakan semuanya di Kantor Desa Sampali, sehingga pemohon tinggal menandatangani saja.

Bukan itu saja, Sri Astuti dalam menerbitkan 405 SKT tersebut turut menerima uang dengan jumlah bervariasi antara Rp300 ribu sampai Rp500 ribu/SKT. Sehingga menguntungkan diri pribadi dan juga orang-orang yang tertera di 405 SKT tersebut.(man/ala)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/