25 C
Medan
Monday, June 3, 2024

Sidang Korupsi Pembangunan WTP III PDAM Tirtakualo, Mantan Wali Kota Tanjungbalai Jadi Saksi

SAKSI: Mantan Wali Kota Tanjungbalai Thamrin Munthe duduk sebagai saksi padasidang dugaan korupsi.
SAKSI: Mantan Wali Kota Tanjungbalai Thamrin Munthe duduk sebagai saksi padasidang dugaan korupsi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Wali Kota Tanjungbalai Thamrin Munthe menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi pembangunan WTP III PDAM Tirtakualo, di ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (29/6). Thamrin menjadi saksi bersama empat saksi lainnya, dalam kasus yang merugikan negara Rp1,9 miliar dari APBD 2015.

Kelimanya memberikan kesaksian atas ketiga terdakwa yakni, mantan Direktur PDAM Tirta Kualo, Zaharuddin, PPK PDAM Tirta Kualo Herianto serta Direktur PT Andry Karya Cipta, Oktavia Sihombing.

Dalam persidangan tersebut, hakim ketua Ahmad Sayuti, mempertanyakan alasan dari Thamrin yang menandatangani persetujuan penyertaan modal untuk PDAM Tirta Kualo pada akhir tahun.

Adapun penyertaan itu selain meningkatkan pelayanan dengan Pembangunan Water Treatment Plant (WTP) III dan Pemasangan Pipa Distribusi Utama Sepanjang 600 M di Lokasi WTP Beting Semelur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Kota Tanjung Balai yang berasal dari 2012, 2013 dan 2014. “Kalau itu sudah persetujuan dewan maupun dari SKPD,” ucap Thamrin.

Mendengar itu, majelis menyinggung mengapa harus dikerjakan dipenghujung tahun secara teknis. Thamrin mengaku tidak memahaminya.”Lho kenapa bisa begitu anda kan pimpinan, jadi beginilah akibatnya terjadi pengerjaan yang tidak sesuai pengerjaannya,” tegas majelis hakim.

Meski tak banyak informasi didapat dari Thamrin, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan Ketua PPTK Yudil Heri Nasution bersama dua anggotanya Syarifuddin dan Selamat Riadi serta Wakil Direktur CV Gendake, Suprianto.

Keterangan Yudil menerangkan bahwa pihaknya menerima SK pengangkatan dari Direktur Tirta Kualo, Zaharuddin sedangkan PPK Herianto (kedua terdakwa), menyebutkan ada beberapa kali laporan pengerjaan kepada PPK akan tetapi tidak pernah ditindaklanjuti termasuk Direktur PT Andry Karya Cipta, Oktavia Sihombing (terdakwa) yang tak pernah dilokasi akan tetapi hanya diwakili Mahdi Aziz Siregar sebagai konsultan pengawas.

Bahkan menurut Yudil, bahwa konsultan pengawas yang ditunjuk dalam kasus ini sebenar Wakil Direktur CV Gendake Suprianto yang tidak pernah datang. Kesaksian Yudil ini pun diamini oleh dua saksi yang juga sesama anggota PPTK.

Ketidaksesuaian yang dilaporkan dari jumlah pekerja yang tak maksimal hanya dua hingga lima orang saja dilapangan.

Masih dalam persidangan, Wakil Direktur CV Gendake, Suprianto bahwa perusahaan mendapat proyek pengerjaan sebesar Rp355 juta. Ia mengaku, hanya sebulan sekali turun kelapangan karena pengawasan pengerjaan diserahkan kepada Mahdi. Dan Mahdi sendiripun mendapat honor dari CV Gendake sebesar Rp60 Juta.

Dari fakta persidangan, Suprianto tidak tahu berapa persen jumlah pengerjaan fisik dalam setiap tiga kali termin pembayaran. Bahkan ia mengaku dipaksa menandatangani untuk pembayaran termin ketiga meski pekerjaan belum selesai 100 persen.

Dalam kesaksiannya, ia juga dijanjikan memperpanjang pekerjaan dengan imbalan Rp70 Juta kepada dirinya. Namun semua itu bohong dan tidak ada realisasinya kepada dirinya. Usai mendengarkan kesaksian kelimanya, majelis menunda persidangan hingga, Kamis (2/7) mendatang. (man)

SAKSI: Mantan Wali Kota Tanjungbalai Thamrin Munthe duduk sebagai saksi padasidang dugaan korupsi.
SAKSI: Mantan Wali Kota Tanjungbalai Thamrin Munthe duduk sebagai saksi padasidang dugaan korupsi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Wali Kota Tanjungbalai Thamrin Munthe menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi pembangunan WTP III PDAM Tirtakualo, di ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (29/6). Thamrin menjadi saksi bersama empat saksi lainnya, dalam kasus yang merugikan negara Rp1,9 miliar dari APBD 2015.

Kelimanya memberikan kesaksian atas ketiga terdakwa yakni, mantan Direktur PDAM Tirta Kualo, Zaharuddin, PPK PDAM Tirta Kualo Herianto serta Direktur PT Andry Karya Cipta, Oktavia Sihombing.

Dalam persidangan tersebut, hakim ketua Ahmad Sayuti, mempertanyakan alasan dari Thamrin yang menandatangani persetujuan penyertaan modal untuk PDAM Tirta Kualo pada akhir tahun.

Adapun penyertaan itu selain meningkatkan pelayanan dengan Pembangunan Water Treatment Plant (WTP) III dan Pemasangan Pipa Distribusi Utama Sepanjang 600 M di Lokasi WTP Beting Semelur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Kota Tanjung Balai yang berasal dari 2012, 2013 dan 2014. “Kalau itu sudah persetujuan dewan maupun dari SKPD,” ucap Thamrin.

Mendengar itu, majelis menyinggung mengapa harus dikerjakan dipenghujung tahun secara teknis. Thamrin mengaku tidak memahaminya.”Lho kenapa bisa begitu anda kan pimpinan, jadi beginilah akibatnya terjadi pengerjaan yang tidak sesuai pengerjaannya,” tegas majelis hakim.

Meski tak banyak informasi didapat dari Thamrin, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan Ketua PPTK Yudil Heri Nasution bersama dua anggotanya Syarifuddin dan Selamat Riadi serta Wakil Direktur CV Gendake, Suprianto.

Keterangan Yudil menerangkan bahwa pihaknya menerima SK pengangkatan dari Direktur Tirta Kualo, Zaharuddin sedangkan PPK Herianto (kedua terdakwa), menyebutkan ada beberapa kali laporan pengerjaan kepada PPK akan tetapi tidak pernah ditindaklanjuti termasuk Direktur PT Andry Karya Cipta, Oktavia Sihombing (terdakwa) yang tak pernah dilokasi akan tetapi hanya diwakili Mahdi Aziz Siregar sebagai konsultan pengawas.

Bahkan menurut Yudil, bahwa konsultan pengawas yang ditunjuk dalam kasus ini sebenar Wakil Direktur CV Gendake Suprianto yang tidak pernah datang. Kesaksian Yudil ini pun diamini oleh dua saksi yang juga sesama anggota PPTK.

Ketidaksesuaian yang dilaporkan dari jumlah pekerja yang tak maksimal hanya dua hingga lima orang saja dilapangan.

Masih dalam persidangan, Wakil Direktur CV Gendake, Suprianto bahwa perusahaan mendapat proyek pengerjaan sebesar Rp355 juta. Ia mengaku, hanya sebulan sekali turun kelapangan karena pengawasan pengerjaan diserahkan kepada Mahdi. Dan Mahdi sendiripun mendapat honor dari CV Gendake sebesar Rp60 Juta.

Dari fakta persidangan, Suprianto tidak tahu berapa persen jumlah pengerjaan fisik dalam setiap tiga kali termin pembayaran. Bahkan ia mengaku dipaksa menandatangani untuk pembayaran termin ketiga meski pekerjaan belum selesai 100 persen.

Dalam kesaksiannya, ia juga dijanjikan memperpanjang pekerjaan dengan imbalan Rp70 Juta kepada dirinya. Namun semua itu bohong dan tidak ada realisasinya kepada dirinya. Usai mendengarkan kesaksian kelimanya, majelis menunda persidangan hingga, Kamis (2/7) mendatang. (man)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/