MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pedagang Pasar Kampunglalang mengultimatum Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk segera menuntaskan proses serah terima bangunan pasar yang telah rampung direvitalisasi. Apabila tak juga diserahterimakan pada pekan ini, pedagang mengadukan ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Ketua Pedagang Pasar Kampunglalang, Erwina Pinem menyatakan, para pedagang sudah sering dibohongi dengan janji-janji palsu oleh Pemko Medan terkait proses serah terima. “Kita tunggulah, tetapi pedagang tidak tinggal diam. Kami tengah menyusun kekuatan dan strategi. Apabila tak juga diserahterimakan untuk dioperasikan pasar tersebut, maka kami akan mengadukan ke Presiden Jokowi,” kata Erwina kepada Sumut Pos.
Erwina mengaku, pihaknya sudah bertemu dengan banyak kelompok pedagang pasar tradisional di Medan. Hasilnya, disepakati akan membawa persoalan yang dialami pedagang ke Istana Negara. “Kami sudah melakukan pertemuan dengan kelompok pedagang sekitar 20 pasar di Medan untuk menghadirkan RI 1 (Presiden Joko Widodo). Rencananya pada pertengahan atau minggu ketiga bulan ini, kami melaporkan permasalahan yang terjadi di pasar masing-masing,” ucapnya.
Diutarakan Erwina, pernyataan yang disampaikannya ini tidak main-main atau sekadar ancaman. Sebab, pedagang sudah kecewa berat dengan Pemko Medan. “Biar tahu Pak Presiden Jokowi sekalian kalau di Medan ini persoalan pasar tradisional belum bisa dituntaskan,” cetusnya.
Kata Erwina, sebelumnya telah melakukan pertemuan dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan Wiriya Alrahman untuk mempertanyakan nasib pedagang Pasar Kampunglalang. Dari hasil pertemuan, cukup banyak yang disampaikan Sekda.
“Kami lebih senang dengan Pak Wiriya menyampaikan aspirasi karena terbuka orangnya, dibanding dengan Wali Kota atau Wakil Wali Kota Medan. Hasil pertemuan, itulah dikasih waktu bahwa ditambah lagi waktu untuk proses serah terimanya sampai minggu ini,” ungkapnya.
Tak hanya itu, lanjut Erwina, dalam pertemuan itu juga terungkap ternyata proyek tersebut diserahkan kepada PT Budi Mangun KSO karena kontraktor pertama tidak punya uang melanjutkan pekerjaan. Akibatnya, terjadi persoalan antara kontraktor pertama dengan PT Budi Mangun KSO.
“Kontraktor yang pertama belum mau menandatangani serah terima, dan malahan mau mengadukan kontraktor kedua yang digandengnya dalam menyelesaikan proyek tersebut. Jadi, Pak Sekda bilang bahwa beliau sedang membujuk kontraktor untuk tidak saling ribut,” bebernya.
Erwina melanjutkan, yang berhak melakukan penagihan pembayaran adalah kontraktor pertama. Namun, mereka tidak mau menagih. Sementara yang keluar uang untuk pembangunan gedung itu adalah kontraktor kedua.
“Kontraktor kedua keberatan atas denda keterlambatan pekerjaan sebesar Rp3,1 miliar. Begitu juga kontraktor pertama enggan membayar denda tersebut. Walau sama-sama keberatan, tapi mereka ribut, entah karena pembagian komisi yang tidak cocok. Makanya, jadi rumit tapi tetap salah Pemko Medan kenapa memberikan proyek kepada kontraktor bobrok,” tukasnya.
Sementara, Ketua Komisi C DPRD Medan Boydo HK Panjaitan menyatakan, pihaknya telah sepakat dengan Dinas Perkim-PR, Inspektorat dan PD Pasar Medan untuk memberi waktu tambahan 3×24 jam untuk menyelesaikan proses Profesional Hand Over (PHO) atau serah terima kepada Dinas Perkim-PR Medan. Waktu tambahan tersebut terhitung sejak tanggal 5 Maret 2019.
“Serah terima awalnya tanggal 5 Maret tapi ditunda, karena beberapa hal belum bisa dipenuhi kontraktor seperti pengadaan genset dan sound system tak sesuai speknya sehingga harus diganti. Makanya, kami memberi waktu tambahan supaya kontraktor memenuhi kekurangan-kekurangan tersebut. Namun, jika tak bisa memenuhi juga maka akan membuat rekomendasi kepada Sekda untuk mengambil paksa Pasar Kampung Lalang dari kontraktor,” ujarnya.
Boydo menyebutkan, ketika diambil paksa, dilakukan dengan beberapa catatan untuk dilaporkan kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Medan. Catatan dimaksud adalah beberapa kewajiban yang tak dipenuhi kontraktor dimasukan sebagai utang.
Artinya, ketika dilakukan pembayaran proyek ini maka langsung dipotong utang kontraktor karena tak memenuhi kewajibannya. Termasuk juga dengan denda Rp3,1 miliar yang telah ditetapkan oleh BPK RI Perwakilan Sumut, akibat keterlambatan mengerjakan proyek tersebut.
“Pembayaran tidak dilakukan saat itu juga atau ketika diambil paksa, tetapi pada Perubahan APBD 2019. Sebab, proyek tersebut tidak dianggarkan sewaktu pengesahan APBD 2019. Nah, sewaktu hendak dibayar maka dipotong utang-utang mereka dari segala sesuatu yang tidak dipenuhi kontraktor,” beber Boydo.
Terpisah, Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman mengatakan, pihaknya masih menunggu kesadaran dan memberi waktu kepada kontraktor untuk menyerahkannya secara baik-baik. Namun, jika tidak juga diserahkan maka kemungkinan dilakukan pengambilan paksa.
“Kita ingin bagaimana supaya pedagang bisa masuk segera. Oleh karena itu, dicari upaya lain (pengambilan paksa). Akan tetapi, upaya lain ini jangan pula kita menegak hukum namun melanggar hukum,” katanya.
Wiriya menyatakan, Pemko Medan tidak mau konyol. Karenanya, dilakukan kajian terlebih dahulu secara mendalam. “Kami harus mengkaji lagi dasar hukum apa, ketentuan apa yang bisa memaksa kontraktor supaya menyerahkan (kepada Dinas Perkim-PR Medan),” akunya.
Dia menghimbau, mari sama-sama berdoa supaya kontraktor punya kesadaran untuk menandatangani berita acara serah terima kepada Dinas Perkim-PR Medan. Meskipun, pembayaran belum dilakukan saat itu juga. “Setelah diserahkan kepada Dinas Perkim-PR barulah kepada PD Pasar Medan untuk dioperasionalkan. Dengan begitu, pedagang bisa masuk atau menempati untuk berjualan,” pungkasnya. (ris/ila)