MEDAN, SUMUTPOS.CO – Golkar menjadi partai politik di Sumatera Utara yang paling tinggi dalam hal biaya kampanye Pemilihan Umum 2019. Melalui Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) ke KPU Sumut, partai mapan berlambang pohon beringin tersebut memiliki biaya kampanye sebesar Rp10,8 miliar lebih.
Partai NasDem menyusul diurutan kedua dengan biaya kampanye Rp6, 5 miliar, Partai Amanat Nasional (PAN) senilai Rp4,8 miliar, Partai Gerindra senilai Rp4,024 miliar, Partai Perindo senilai Rp2,028 miliar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) senilai Rp1,29 miliar, Partai Demokrat senilai Rp1,7 miliar, PBB senilai Rp1,055 miliar, PPP senilai Rp1,040 miliar, PKPI senilai Rp936 juta, PKB senilai Rp794 juta, PSI senilai Rp575 juta, dan Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda) senilai Rp266 juta.
Sedangkan tiga parpol lain yaitu PDI Perjuangan, Partai Hanura dan Partai Berkarya, nihil atau sama sekali tak mencantumkan angka di LPPDK mereka alias nol rupiah. Ketiga parpol ini juga melakukan hal serupa saat menyampaikan LADK terutama LPSDK, ke KPU beberapa waktu lalu.
Komisioner KPU Sumut Divisi Hukum, Ira Wirtati mengungkapkan, hasil audit LPPDK peserta pemilu dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mereka tunjuk sebelumnya, sudah disampaikan ke seluruh parpol tingkat Sumut. Hasilnya itu menurut dia ada dua perkara, yakni patuh dan tidak patuh.
“Untuk parpol kami tidak mengetahui siapa yang tertinggi dan terendah angkanya, karena KAP yang mengaudit semuanya. Tugas kami hanya meneruskan saja lalu memuat di halaman resmi atau website KPU,” katanya menjawab Sumut Pos, Minggu (9/6).
Artinya, kata dia, dengan penyerahan LPPDK tersebut masyarakat yang akan menilai bahwa parpol itu patuh atau tidak atas mekanisme dan ketentuan yang berlaku. Untuk parpol yang tidak patuh, sebut Ira, juga tidak berpengaruh terhadap calon terpilih nantinya.
“Jadi sifatnya lebih ke publik. Biar masyarakatlah yang menilai dan melihat. Sebetulnya hanya beban moral saja bagi partai bahwa mereka adalah parpol tidak patuh. Dan hasilnya itu semua bisa dilihat di website kita,” katanya.
Sedangkan untuk calon perseorangan atau Dewan Perwakilan Daerah, dirinya mengungkapkan hal senada bahwa selain Dadang Dermawan, hasil audit LPPDK dari KPU RI sudah disampaikan kembali ke calon bersangkutan. Namun bedanya, jika calon DPD terpilih tidak menyerahkan LPPDK maka tidak ditetapkan sebagai calon terpilih.
Disamping itu, dia menambahkan, ada hal yang tak kalah penting yaitu masalah penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi caleg dan calon DPD terpilih. Katanya, LPPDK merupakan kewajiban bagi parpol atas penggunaan dana kampanye, sedangkan LHKPN bersifat individual caleg bersangkutan. “Caleg terpilih jika tidak melaporkan LHKPN pribadi mereka, dan tanda terima bukti laporannya dari KPK tidak diserahkan ke KPU, mereka juga tidak akan dilantik. Memang mereka wajib sampaikan itu ke KPK, tapi bukti terimanya harus disampaikan juga ke KPU,” katanya.
Meski waktu penyerahan LHKPN ini masih relatif panjang, pihaknya mengingatkan seluruh caleg terpilih menjadikan atensi. “Waktunya sampai nanti menjelang pelantikan. Jadi memang masih relatif lama namun kalau tak disampaikan juga beresiko bagi mereka,” katanya.
Menjawab soal nihilnya angka LPPDK, Partai Hanura dan PDI Perjuangan kompak menyatakan bahwa masing-masing caleg mereka membiayai kegiatan kampanyenya. “Kami memang gak mencantumkan angkanya, sebab caleg kami yang langsung membiayai kampanye dan sosialisasinya ke masyarakat,” ucap Sekretaris Partai Hanura Sumut, Edison Sianturi. (prn)