MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anggota DPRD Medan fraksi PKS dari Komisi II, Rajuddin Sagala menyebutkan, masyarakat yang mau menggugat pihak-pihak yang dinilai merugikan mereka dengan menimbun daerah resapan air harus memiliki bukti-bukti yang cukup. Masyarakat diharapkan tidak hanya mengadu secara lisan tapi juga tertulis kepada pihak Pemko Medan.
“Begitupun kepada pihak Pelindo, masyarakat harus buat surat tertulis. Nantinya surat itu harus ditembuskan ke DPRD Medan, agar kami bisa turut mengetahui perkembangan masalah itu. Masyarakat pun harus punya bukti-bukti yang jelas, bagian mana yang ditimbun, lampirkan foto-fotonya sekalian. Jadi jangan sekadar wacana bicara-bicara di warung kopi saja, tapi memang harus ada tindakan nyata,” ucap Rajuddin Sagala kepada Sumut Pos, Selasa (25/6).
Selain itu, lanjut Rajuddin masyarakat juga harus mengetahui apakah lahan tersebut benar merupakan lahan RTH milik masyarakat ataupun Pemko, bukan lahan milik Pelindo.
“Kalau nanti sudah jelas bahwa lahan itu memang bukan milik Pelindo dan pihak Pemko Medan tidak mau mengambil tindakan, tentu kami akan turun tangan membela kepentingan rakyat,” ujarnya.
Dilanjutkan Rajuddin, begitu juga dengan pihak Pemko yang disebutnya harus program aktif dalam menanggapi aduan masyarakat sekalipun aduan tersebut belum dalam bentuk aduan resmi. “Masyarakat memang harus pro aktif, tapi pemerintah justru harus lebih aktif untuk segera menanggapi keluhan masyarakat kota Medan dengan segera terjun langsung kelapangan melihat kebenaran yang ada,” tuturnya.
Begitupun dengan anggota DPRD Medan fraksi PKS dari Dapil Medan Utara, M Nasir. Nasir menyebutkan bahwa masyarakat harus punya dokumen atau setidaknya mengetahui pasti bahwa lahan tersebut bukanlah RTH milik Pelindo, melainkan milik masyarakat ataupun Pemko Medan.”Maka, semua pihak ini harus duduk bersama dulu. Nanti semua harus bawa dokumen masing-masing. Di situ baru kelihatan apakah benar itu milik Pelindo atau tidak,” katanya.
Terlepas dari RTH yang dibahas, Nasir juga menegaskan bahwa masalah itu bukanlah masalah Pemko sendiri tetapi juga pemerintah pusat. Karena perusahaan yang dimaksud juga merupakan perusahaan BUMN yang dikelola pemerintah pusat.
“Jadi Pemko juga harus bisa berkoordinasi dengan pihak Pemprov dan pemerintah pusat untuk mengatasi masalah ini. Namun Pemko yang harus punya inisiatif dan lebih berperan banyak karena otoritas wilayahnya memang ada di kawasan Pemko Medan,” terangnya.
Untuk itu, lanjut Nasir, pihaknya sangat berharap agar adanya ketegasan dari pihak Pemko Medan dalam menindak tegas oknum-oknum ‘nakal’ yang ada diwilayahnya.
“Pemko harus tegas dalam memberikan izin, kalau bukan Pemko yang memberikan izin maka harus koordinasi dengan pemberian izin, lalu tindak tegas pelanggaran izin itu, izin tersebut bisa batal. Lalu, Pemko juga harus bisa jadi pemimpin yang humanis, yang bisa menyelesaikan masalah dengan cepat dengan cara yang terbaik untuk warga Medan,” pungkasnya.
Reklamasi Tak Diperbolehkan di Sumut
Sedangkan persoalan reklamasi yang dilakukan Pelindo I, Pelaksana Tugas Kepala Biro Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, Aprilla H Siregar mengatakan, belum ada satu regulasi di Sumut yang memperbolehkan kegiatan reklamasi alias penimbunan air laut.
“Sumatera Utara memang sudah punya Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dari 2018 hingga 2038, namun di dalam regulasi dan aturan tersebut tidak ada menyebut memperbolehkan reklamasi,” katanya menjawab Sumut Pos, Selasa (25/6) sekaitan proyek pelebaran dermaga Pelabuhan Belawan oleh PT Pelindo I, dengan cara reklamasi yang saat ini tengah berlangsung.
Dia mengungkapkan, perda yang disahkan bersama DPRD Sumut pada Desember 2018 itu, memang ada menjelaskan tentang reklamasi namun tidak untuk dalam implementasinya.
“Sepengetahuan saya, untuk reklamasi ini masih tertutup sama kita. Dalam rapat kami terkhir di Jakarta, reklamasi di Sumut memang dilarang untuk dilakukan,” katanya.
Meski demikian, wanita yang akrab disapa Butet ini mengungkapkan, sekaitan projek PT Pelindo I di perairan Belawan, kemungkinan besar izinnya berasal dari kementerian terkait. “Nah itu beda, dia masuk kawasan strategis nasional (KSN), dan itu (wewenang) pusat. Jadi bagi KSN merupakan kewenangan kementerian terkait di Jakarta. Bukan domain kita lagi,” katanya.
Diketahui, proyek pelebaran dermaga Pelabuhan Belawan terus menuai polemik hingga kini. Selain diduga menyerobot RTH sebagai resapan air baru atas dampak pekerjaan reklamasi, masyarakat setempat juga mengeluhkan banjir rob semakin parah di lingkungan mereka. Sejumlah kalangan pun meminta agar Pelindo I bertanggungjawab penuh atas pekerjaan yang mereka lakukan tersebut. (mag-1/prn/ila)