MEDAN, SUMUTPOS.CO – Meski didesak Tim VII DPRD Sumut, Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara ogah menampung anggaran studi kelayakan pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara (Sumteng) di APBD Sumut 2020. Alasannya, belum ada pembicaraan resmi membahas alokasi anggaran atas wacana pemekaran itu.
“BELUM ada. Surat resmi ke kami juga belum ada disampaikan,” kata Kabiro Otda dan Kerja Sama Setdaprovsu, Basarin Yunus Tanjung, menjawab Sumut Pos, Rabu (10/7).
Kata dia, pihaknya akan melihat dulu kebijakan terbaru tentang pembentukan daerah otonomi baru (DOB) dari pemerintah pusat. Di mana sampai kini statusnya masih moratorium (penundaan, Red). “Anggaran yang dibutuhkan itu ketika sudah daerah persiapan. Ketika sudah ada keluar PP-nya, perpres atau regulasi terkait lainnya, lalu bisa dianggarkan,” katanya.
Ia mengakui perjalanan atas rencana pemekaran masih panjang. Dibutuhkan sebuah regulasi sebagai pedoman untuk mendukung dari sisi anggaran. “Kalau ditanya dari sisi birokrat, tentu jawabannya akan normatif, yakni menunggu aturan main. Kalau dari sisi politik tentu lain lagi,” katanya.
Apakah mungkin pada 2020 dialokasikan di APBD untuk persiapan pemekaran Provinsi Sumteng? “Kita lihat saja ke depan seperti apa. Karena belum ada pencabutan kebijakan moratorium DOB itu dari pusat,” katanya.
Juru Bicara Tim VII DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan mengungkapkan, pihaknya telah meminta gubernur agar mengalokasikan anggaran ke Biro Otda dan Kerja Sama untuk persiapan pembentukan Provinsi Sumteng. “Sewaktu bertemu kemarin dengan gubernur, kami sudah sampaikan agar gubernur juga menugaskan TAPD memasukkan anggaran tersebut di RAPBD TA 2020,” katanya.
Menurutnya, alokasi anggaran untuk 2020 di wilayah pemerintahan Tabagsel jangan ada yang dipangkas, mengingat pada tahun anggaran berjalan ini banyak sekali organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprovsu yang terkena rasionalisasi. Hal ini juga merupakan bagian dari langkah-langkah pihaknya menyiapkan pemerintahan baru sebelum nantinya benar-benar lepas dari Provinsi Sumut.
“Pembentukan daerah otonomi baru inikan tidak terlepas dari peran pemerintah setempat. Tidak bisa hanya kami DPRD semata dan juga tokoh-tokoh yang berjuang untuk itu. Bagaimanapun Tabagsel merupakan bagian dari Provinsi Sumut, butuh dukungan anggaran untuk menjalankan roda pemerintahan ke depan,” katanya.
Sebelumnya, wacana pembentukan Provinsi Sumteng disebut hanya akan menguntungkan segelintir elit. Alasan lainnya sisi fiskal Tapanuli Bagian Selatan sampai kini masih rendah. Menyahuti pernyataan itu, politisi PDI Perjuangan ini mengatakan sudah ada analisis kelayakan pembentukan Provinsi Sumteng oleh lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat USU pada 2008.
“Bahkan seluruh dokumen persyaratan sudah dipenuhi. Hanya proses politik di DPR RI waktu itu yang membuat tertunda. Juga sudah konsultasi dengan Kemendagri dan Komite 1 DPD RI memberi signal positif pembentukan DOB,” katanya.
Disebutkan dia, adapun persyaratan dasar kewilayahan yaitu antara lain luas wilayah minimal, jumlah penduduk minimal, batas wilayah, cakupan wilayah, usia minimal provinsi induk telah teruji. “Pemekaran bertujuan meningkatkan pelayanan publik. Sedangkan pemekaran daerah memiliki persayaratan dasar kapasitas daerah yaitu; geografi, demografi, keamanan, sospol, adat, tradisi, potensi ekonomi, keuangan daerah, dan kemampuan penyelenggara pemerintahan,” pungkasnya.
Pemekaran Beri Dampak Positif
Terpisah, pemekaran Sumut lewat pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara (Sumteng), dinilai akan memberikan dampak positif dalam kajian ekonomi untuk kesejahteraan rakyat. Termasuk dalam pembangunan merata di daerah-daerah tergabung dalam provinsi tersebut. “Terbentuknya pembentukan Provinsi Sumatera Tenggara dapat memberikan dampak positif dalam hal percepatan pembangunan di wilayah tersebut,” sebut Pengamat Ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo kepada Sumut Pos, Rabu (10/7).
Wahyu menilai selama ini , wilayah tersebut memiliki potensi yang besar terutama pertanian, perkebunan dan perikanan, dan pertambangan. Namun terhambat dari konektivitas dan aksesibilitasnya. Hal ini dinilai menyebabkan pembangunan kurang merata. “Padahal pembangunan konektivitas dan aksesibilitas menjadi faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut,” tutur Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sumatera Utara (USU) itu.
Wahyu mengungkapkan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui penciptaan value added (nilai tambah) akan dapat tercipta, ketika ada pertambahan investasi di daerah tersebut. Bukan terfokus di daerah besar seperti di Medan dan Deliserdang saja. “Peningkatan investasi dapat terjadi ketika fasilitas infrastruktur di daerah tersebut sudah baik. Kendala utama investasi di Sumut adalah ketersediaan energi, jalan, dan pelabuhan,” jelas Wahyu.
Pertumbuhan perekonomian akan lebih baik jika infrastrukturnya benar-benar diperhatikan. Sementara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) tampak kewalahan melakukan pembangunan infrastruktur yang merata di Sumut.
“Selama ini daerah Sumatera Tenggara memiliki infrastruktur yang buruk, sehingga PDRB di wilayah tersebut masih tetap rendah melihat dari PDRB (produk domestik regional bruto),” pungkasnya. (prn/gus)