26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

2020, Bandara Sibisa Naik Kelas

NAIK KELAS Pesawat mendarat di Bandara Sibisa, Kabupaten Toba Samosir, belum lama ini. Tahun depan, bandara ini akan naik kelas menjadi bandara kelas menengah.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sebagai destinasi pariwisata prioritas, Danau Toba, Sumatera Utara, mendapat perhatian yang cukup besar dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Untuk memperlancar aksesibilitas serta mempermudah wisatawan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara akan mengoptimalkan Bandara Sibisa di Kabupaten Toba Samosirn

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B Pramesti menjelaskan, pihaknya siap mendukung terciptanya akses yang mudah bagi wisatawan ke destinasi pariwisata. Dan untuk meningkatkan konektivitas transportasi di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba, Kemenhub akan memperpanjang landasan pacu Bandara Sibisa dari 1.200 m menjadi 1.900 m. Diharapkan perpanjangan landas pacu dapat selesai pada tahun 2020.

“Tahun 2020 ditargetkan selesai, sehingga pesawat komersil yang lebih besar seperti ATR 72 yang membawa wisatawan dapat mendarat langsung ke sini. Karena bandara ini dekat dengan Parapat yang merupakan pintu masuk kawasan Danau Toba,” kata Polana dalam keterangannya, Selasa (6/8).

Dia mengatakan, pengembangan Bandara Sibisa diperlukan strategi untuk membagi penerbangan Bandara Silangit. Saat ini antara Bandara Silangit bagian selatan dengan Sibisa, ada jarak kira-kira hampir 200 Km. Dengan jarak itu memang sudah selayaknya ada satu bandara yaitu Bandara Sibisa.

“Nantinya Bandara Silangit akan melayani pesawat komersil yang besar, sedangkan di Sibisa melayani pesawat yang lebih kecil seperti ATR 72,” kata Polana.

Seperti diketahui, Bandara Sibisa merupakan bandara perintis yang telah dibangun sejak era Presiden Soeharto pada Tahun 1977. Dioperasikan pertama kali pada 15 November 2006, yang ditandai dengan penerbangan perdana maskapai Susi Air rute Medan-Sibisa. Layanan penerbangan hanya bertahan Ferbuari 2007, setelah itu ditutup. Setelah 12 tahun berlalu, pada 12 April 2019 penerbangan di bandara ini dibuka kembali.

Polana juga mengatakan, saat ini Bandara Sibisa beroperasi sebagai bandara perintis. Namun ke depannya, dapat dikembangkan menjadi bandara kelas menengah untuk penerbangan short dan medium haul. Misalnya, penerbangan pesawat kecil dan menengah ke Medan, Banda Aceh, Riau dan Kepulauan Riau, serta daerah lain di Sumatera Utara.

“Kami berharap dengan memperpanjang landasan pacu Bandara dari 1.200 m menjadi 1.900 m akan menarik maskapai untuk lebih melayani penerbangan dari dan ke Sibisa. Dan hal ini tentunya akan makin banyak menarik minat wisatawan yang menggunakan layanan penerbangan di Bandara tersebut untuk menuju Danau Toba, “ katanya.

Sementara itu, Pengamat Penerbangan, Gerry Soejatman mengatakan, dukungan Kemenhub terkait perkembangan pariwisata melalui rencana memperpanjang landasan pacu di Bandara Sibisa merupakan hal positif yang merupakan kolaborasi dua lembaga negara untuk dapat medatangkan wisatawan.

“Sebab tanpa ada sarana transportasi yang layak dan mudah akan membuat wisatawan memikir dua kali berkunjung ke destinasi wisatawan, walaupun objek wisata tersebut memiliki keunggulan yang dicari oleh para pelancong,” katanya.

Gerry juga berharap apabila sudah ada bandara atau ada rencana pengembangan bandara maka yang harus mengoptimalkan adalah Pemerintah Daerah (Pemda) dan instansi untuk dapat membuat rencana pengembangan pariwisata disana, sehingga wisatawan tertarik untuk berkunjung ke destinasi. “Kan sayang jika bandara sudah bagus dan layak tapi suguhan pariwisatanya untuk para wisatawan tidak maksimal,” katanya.

PHRI Minta Tiket Pesawat Murah

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyambut baik keseriusan Pemerintah Pusat membangun dan mempromosikan besar-besaran Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba. Namun, semua itu harus diikuti dengan normalnya kembali harga tiket pesawat domestik.

Ketua PHRI Sumut, Denny S Wardhana mengatakan, indikator untuk mengembangkan pariwisata selain infrastruktur harus didukung dengan terjangkaunya biaya transportasi menuju objek wisata tersebut, seperti di Danau Toba. Jika tidak, akan berdampak pada tidak maksimal capaian target dalam mendatangkan wisatawan dengan jumlah besar. “Kalau diperbaiki Danau Toba dan dipromosikan besar-besaran, namun harga tiket pesawat tidak turun, sama saja itu,” ucap Denny kepada Sumut Pos, Selasa (6/8) siang.

Denny mengungkapkan, dampak tiket pesawat masih tergolong mahal ini, sangat dikeluhkan Association Of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) karena terjadi penurunan jumlah kunjungan. Tidak itu saja, PHRI pun mengalami penurunan jumlah hunian hotel. “Sangat berdampak dengan harga tiket pesawat domestik. Jadi gini, tahun lalu PHRI, Asita dan Kementerian Pariwisata mengadakan roadshow 6 titik ke Indonesia ‘Ayo ke Toba’. Tahun lalu, kita buatkan paket wisata dengan harga spesial. Paketnya sangat-sangat murah. Kita ingin mendatangkan orang ke Danau Toba. Tidak mau mengambil keuntungan yang besar. Cukup berhasil,” jelas Denny.

Kemudian, paket wisata murah terganjal dengan kondisi harga tiket pesawat domestik yang mahal. Bila hotel diberikan harga dengan murah, namun harga tiket pesawat tidak bisa diberikan dengan harga murah, kunjungan wisatawan langsung turun drastis atau ngedrop. “Sekarang tinggal ke Danau Toba kunjungan orang bekerja. Sudah ada dibiayai. Untuk liburan terasa turunnya. Lebaran saja, kurang berhasil juga,” tutur Denny.

Dampak tiket pesawat mahal, menurutnya bukan hanya hotel atau penginapan yang kena imbas, tapi, suplayer sayur, daging, buah-buahan dan penjual souvenir juga merasakan. “Jadi, dampaknya luas terhadap industri pariwisata. Kita harapkan normal kembali lah. Tidak sejor-joran tahun lalu. Kalau pergi harga tiket pesawat Rp1,6 juta masih mahal itu. Harus bisa dimenej, saat liburan lebaran naik, di luar itu turun, saat liburan anak sekolah naik. Kemudian turun lagi. Kalau ini kan nggak, rata semua. Dan tidak ada turun-turunnya,” ungkap Denny.

Namun begitu, Denny mengungkapkan, PHRI bersama pemerintah tetap bersinergi dan siap bekerjasama untuk membantu mengembangkan Danau Toba menjadi objek wisata kelas dunia yang wajib untuk dikunjungi wisatawan mancanegara (Wisman). “Kehadiran pemerintah di Danau Toba membuat Danau Toba lebih baik lagi. Ditambah lagi, pembenahan SDM (Sumber Daya Manusia). Menurut saya sedang pertumbuhan hotel dan restoran di Danau Toba. Apalagi, masih dalam pembangunan ya,” jelas Denny.

Makanya menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah membangun untuk di Danau Toba sudah betul. Sekarang Kementerian Pariwisata tengah menjalani program pelatihan SDM.”Ada melibatkan kita juga dari PHRI,” ucap Denny.

Untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Danau terbesar di Asian Tenggara itu, menurut Denny disertai aktrasi. Karena, wisatawan tertarik dengan hiburan yang disajikan. “Yang pasti daerah wisata itu, harus ada aktrasi. Kemudian, terintegrasi semuanya. Karena, wisatawa itu dia itu mau liburan. Sudah mempersiapkan dana untuk liburan tersebut,” sebut Denny.

Denny menjelaskan, Danau Toba mempunyai potensial pariwisata yang besar. Karena, biaya berkunjung ke Danau Toba lebih murah ketimbang ke Bali. Secara ekonomi, poin itu menjadi keunggulan bagi Danau Toba sendiri. “Rata-rata satu turis itu minial menghabiskan per hari 100 Dolar AS. Kalau dikalikan Rp14 ribu kurang lebih Rp1,4 juta. Di luar penginapan, itu biaya untuk makan, untuk oleh-oleh. Kalau ke Danau Toba Rp1,4 juta pasti lebih kan. Coba ke Bali, sehari Rp 1,4 juta kurang. Bagaimana kita orang atau wisatawan bisa mengeluarkan uang itu,” kata Denny.

Dengan kondisi itu, Denny optimisi Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mampu menarik kunjungan wisman ke Danau Toba dengan target 1 juta wisman. Pastinya, wisatawan juga memperhitungkan biaya perjalanan. “Kalau dikalikan 100 US dolar dengan wisman berkunjung 1 juta orang sudah berapa uang berputar disitu. Berarti daerah disitu maju, tapi mengarahkan kesitu tidak semua membalikan telapak tangan. Harus ada proses,” tandasnya.(bbs/gus)

NAIK KELAS Pesawat mendarat di Bandara Sibisa, Kabupaten Toba Samosir, belum lama ini. Tahun depan, bandara ini akan naik kelas menjadi bandara kelas menengah.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sebagai destinasi pariwisata prioritas, Danau Toba, Sumatera Utara, mendapat perhatian yang cukup besar dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Untuk memperlancar aksesibilitas serta mempermudah wisatawan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara akan mengoptimalkan Bandara Sibisa di Kabupaten Toba Samosirn

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B Pramesti menjelaskan, pihaknya siap mendukung terciptanya akses yang mudah bagi wisatawan ke destinasi pariwisata. Dan untuk meningkatkan konektivitas transportasi di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba, Kemenhub akan memperpanjang landasan pacu Bandara Sibisa dari 1.200 m menjadi 1.900 m. Diharapkan perpanjangan landas pacu dapat selesai pada tahun 2020.

“Tahun 2020 ditargetkan selesai, sehingga pesawat komersil yang lebih besar seperti ATR 72 yang membawa wisatawan dapat mendarat langsung ke sini. Karena bandara ini dekat dengan Parapat yang merupakan pintu masuk kawasan Danau Toba,” kata Polana dalam keterangannya, Selasa (6/8).

Dia mengatakan, pengembangan Bandara Sibisa diperlukan strategi untuk membagi penerbangan Bandara Silangit. Saat ini antara Bandara Silangit bagian selatan dengan Sibisa, ada jarak kira-kira hampir 200 Km. Dengan jarak itu memang sudah selayaknya ada satu bandara yaitu Bandara Sibisa.

“Nantinya Bandara Silangit akan melayani pesawat komersil yang besar, sedangkan di Sibisa melayani pesawat yang lebih kecil seperti ATR 72,” kata Polana.

Seperti diketahui, Bandara Sibisa merupakan bandara perintis yang telah dibangun sejak era Presiden Soeharto pada Tahun 1977. Dioperasikan pertama kali pada 15 November 2006, yang ditandai dengan penerbangan perdana maskapai Susi Air rute Medan-Sibisa. Layanan penerbangan hanya bertahan Ferbuari 2007, setelah itu ditutup. Setelah 12 tahun berlalu, pada 12 April 2019 penerbangan di bandara ini dibuka kembali.

Polana juga mengatakan, saat ini Bandara Sibisa beroperasi sebagai bandara perintis. Namun ke depannya, dapat dikembangkan menjadi bandara kelas menengah untuk penerbangan short dan medium haul. Misalnya, penerbangan pesawat kecil dan menengah ke Medan, Banda Aceh, Riau dan Kepulauan Riau, serta daerah lain di Sumatera Utara.

“Kami berharap dengan memperpanjang landasan pacu Bandara dari 1.200 m menjadi 1.900 m akan menarik maskapai untuk lebih melayani penerbangan dari dan ke Sibisa. Dan hal ini tentunya akan makin banyak menarik minat wisatawan yang menggunakan layanan penerbangan di Bandara tersebut untuk menuju Danau Toba, “ katanya.

Sementara itu, Pengamat Penerbangan, Gerry Soejatman mengatakan, dukungan Kemenhub terkait perkembangan pariwisata melalui rencana memperpanjang landasan pacu di Bandara Sibisa merupakan hal positif yang merupakan kolaborasi dua lembaga negara untuk dapat medatangkan wisatawan.

“Sebab tanpa ada sarana transportasi yang layak dan mudah akan membuat wisatawan memikir dua kali berkunjung ke destinasi wisatawan, walaupun objek wisata tersebut memiliki keunggulan yang dicari oleh para pelancong,” katanya.

Gerry juga berharap apabila sudah ada bandara atau ada rencana pengembangan bandara maka yang harus mengoptimalkan adalah Pemerintah Daerah (Pemda) dan instansi untuk dapat membuat rencana pengembangan pariwisata disana, sehingga wisatawan tertarik untuk berkunjung ke destinasi. “Kan sayang jika bandara sudah bagus dan layak tapi suguhan pariwisatanya untuk para wisatawan tidak maksimal,” katanya.

PHRI Minta Tiket Pesawat Murah

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyambut baik keseriusan Pemerintah Pusat membangun dan mempromosikan besar-besaran Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba. Namun, semua itu harus diikuti dengan normalnya kembali harga tiket pesawat domestik.

Ketua PHRI Sumut, Denny S Wardhana mengatakan, indikator untuk mengembangkan pariwisata selain infrastruktur harus didukung dengan terjangkaunya biaya transportasi menuju objek wisata tersebut, seperti di Danau Toba. Jika tidak, akan berdampak pada tidak maksimal capaian target dalam mendatangkan wisatawan dengan jumlah besar. “Kalau diperbaiki Danau Toba dan dipromosikan besar-besaran, namun harga tiket pesawat tidak turun, sama saja itu,” ucap Denny kepada Sumut Pos, Selasa (6/8) siang.

Denny mengungkapkan, dampak tiket pesawat masih tergolong mahal ini, sangat dikeluhkan Association Of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) karena terjadi penurunan jumlah kunjungan. Tidak itu saja, PHRI pun mengalami penurunan jumlah hunian hotel. “Sangat berdampak dengan harga tiket pesawat domestik. Jadi gini, tahun lalu PHRI, Asita dan Kementerian Pariwisata mengadakan roadshow 6 titik ke Indonesia ‘Ayo ke Toba’. Tahun lalu, kita buatkan paket wisata dengan harga spesial. Paketnya sangat-sangat murah. Kita ingin mendatangkan orang ke Danau Toba. Tidak mau mengambil keuntungan yang besar. Cukup berhasil,” jelas Denny.

Kemudian, paket wisata murah terganjal dengan kondisi harga tiket pesawat domestik yang mahal. Bila hotel diberikan harga dengan murah, namun harga tiket pesawat tidak bisa diberikan dengan harga murah, kunjungan wisatawan langsung turun drastis atau ngedrop. “Sekarang tinggal ke Danau Toba kunjungan orang bekerja. Sudah ada dibiayai. Untuk liburan terasa turunnya. Lebaran saja, kurang berhasil juga,” tutur Denny.

Dampak tiket pesawat mahal, menurutnya bukan hanya hotel atau penginapan yang kena imbas, tapi, suplayer sayur, daging, buah-buahan dan penjual souvenir juga merasakan. “Jadi, dampaknya luas terhadap industri pariwisata. Kita harapkan normal kembali lah. Tidak sejor-joran tahun lalu. Kalau pergi harga tiket pesawat Rp1,6 juta masih mahal itu. Harus bisa dimenej, saat liburan lebaran naik, di luar itu turun, saat liburan anak sekolah naik. Kemudian turun lagi. Kalau ini kan nggak, rata semua. Dan tidak ada turun-turunnya,” ungkap Denny.

Namun begitu, Denny mengungkapkan, PHRI bersama pemerintah tetap bersinergi dan siap bekerjasama untuk membantu mengembangkan Danau Toba menjadi objek wisata kelas dunia yang wajib untuk dikunjungi wisatawan mancanegara (Wisman). “Kehadiran pemerintah di Danau Toba membuat Danau Toba lebih baik lagi. Ditambah lagi, pembenahan SDM (Sumber Daya Manusia). Menurut saya sedang pertumbuhan hotel dan restoran di Danau Toba. Apalagi, masih dalam pembangunan ya,” jelas Denny.

Makanya menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah membangun untuk di Danau Toba sudah betul. Sekarang Kementerian Pariwisata tengah menjalani program pelatihan SDM.”Ada melibatkan kita juga dari PHRI,” ucap Denny.

Untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Danau terbesar di Asian Tenggara itu, menurut Denny disertai aktrasi. Karena, wisatawan tertarik dengan hiburan yang disajikan. “Yang pasti daerah wisata itu, harus ada aktrasi. Kemudian, terintegrasi semuanya. Karena, wisatawa itu dia itu mau liburan. Sudah mempersiapkan dana untuk liburan tersebut,” sebut Denny.

Denny menjelaskan, Danau Toba mempunyai potensial pariwisata yang besar. Karena, biaya berkunjung ke Danau Toba lebih murah ketimbang ke Bali. Secara ekonomi, poin itu menjadi keunggulan bagi Danau Toba sendiri. “Rata-rata satu turis itu minial menghabiskan per hari 100 Dolar AS. Kalau dikalikan Rp14 ribu kurang lebih Rp1,4 juta. Di luar penginapan, itu biaya untuk makan, untuk oleh-oleh. Kalau ke Danau Toba Rp1,4 juta pasti lebih kan. Coba ke Bali, sehari Rp 1,4 juta kurang. Bagaimana kita orang atau wisatawan bisa mengeluarkan uang itu,” kata Denny.

Dengan kondisi itu, Denny optimisi Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mampu menarik kunjungan wisman ke Danau Toba dengan target 1 juta wisman. Pastinya, wisatawan juga memperhitungkan biaya perjalanan. “Kalau dikalikan 100 US dolar dengan wisman berkunjung 1 juta orang sudah berapa uang berputar disitu. Berarti daerah disitu maju, tapi mengarahkan kesitu tidak semua membalikan telapak tangan. Harus ada proses,” tandasnya.(bbs/gus)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/