JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera dan Kalimantan, menunjukkan kondisi yang fluktuatif. Di satu tempat mengalami penurunan, tapi di lokasi lain terjadi kenaikan jumlah titik api.
Berdasar pantauan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), penurunan titik api paling tinggi terjadi di Provinsi Riau. Minggu (11/8) lalu, titik api tersisa 29 saja. Itu jauh menurun jika dibandingkan dengan data sehari sebelumnya yang mencapai 126 titik. Sedangkan kenaikan tertinggi jumlah titik api terjadi di Kalimantan Barat. Hingga kemarin, terpantau 605 titik api atau naik 72 titik bila dibandingkan dengan sehari sebelumnya.
Selain 2 provinsi tersebut, titik api terpantau di Jambi (3 titik), Sumsel (19), Bangka Belitung (14), Kalteng (163), Kalsel (14), Kaltim (20), dan Kaltara (23).
Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas (Pusdatinmas) BNPB, Agus Wibowo mengatakan, jarak pandang di sejumlah wilayah menurun, karena asap kebakaran hutan. Yang paling parah adalah Pekanbaru dengan jarak pandang 5 kilometer, dan Sanggau 4 kilometer.
Sementara itu, dari aspek kesehatan, kualitas udara tidak sehat terpantau di 3 kota. “Berdasar nilai PM10, menunjukkan Pekanbaru 166 tidak sehat, Pontianak 253 sangat tidak sehat, Palangkaraya 217 sangat tidak sehat,” ungkapnya.
Meski cukup masif, Agus menegaskan, asap dari karhutla itu hanya ada di wilayah Indonesia. “Tidak ada transboundary haze atau asap yang melintas ke negeri tetangga, seperti Malaysia atau Singapura,” katanya.
Upaya pemadaman terus dilakukan jajarannya bersama instansi lain seperti TNI-Polri dan BPBD dengan dibantu masyarakat. Total personel yang diterjunkan 9.072 orang yang tersebar di 6 provinsi, yakni Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, dan Kalsel.
Kepala Staf Umum TNI Letjen TNI Joni Supriyanto, bersama jajaran di Riau, sudah turun ke beberapa daerah. Mulai Pekanbaru, TN Tesso Nilo, Desa Penarikan, hingga Desa Begadu di Pelalawan. (jpc/saz)