JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ditolaknya usulan pembangunan jalan tol Medan-Berastagi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), memicu kekecewaan bagi masyarakat Karo. Karenanya, mereka mendesak agar pemerintah pusat dapat merealisasikan usulan itu. Apalagi selama ini, masyarakat Karo, Dairi, dan Pakpak Bharat, sangat merindukan pembangunan jalan tol Medan-Berastagi untuk mempermudah akses mereka baik ke Kota Medan dan ke daerah lainnya.
Kekecewaan inipun disampaikan masyarakat Karo yang menamakan diri Jambur Pergeraken Sienterem (JPS) melalui aksi damai di depan Sitana Negara, Jakarta, Rabu (14/8). Dalam aksi itu, turut hadir tokoh masyarakat Karo seperti pengacara kondang Minola Sebayang, mantan calon Bupati Karo Sudarto Sitepu, aktivis pejuang masyarakat Karo Julianus Sembiring dan Yoki Pranata Sinulingga.
“Kami melakukan aksi ini karena mendengar kalau Kementerian PUPR menolak usulan pembangunan jalan tol dan dua jembatan layang di jalur Medan-Berastagi yang diusulkan ICK. Kami masyarakat Karo sangat kecewa,” kata Sudarto Sitepu dalam orasinya.
Untuk itu, kata Sudarto, mereka meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mendengarkan keinginan masyarakat Karo, Dairi, Pakpak Bharat, Humbahas, Simalungun, Aceh tenggara, Aceh Selatan dan Aceh Tengah yang sangat merindukan pembangunan jalan tol Medan-Berastagi.
“Apalagi jalan tol belum dapat direalisasikan pemerintah, kita meminta sesuai usulan ICK Sumut, yaitu jalan layang sejajar dengan jalan sekarang sepanjang 1,6 Km dengan dana Rp400 miliar di daerah Bandarbaru dan di tikungan PDAM Tirtanadi sepanjang 387 meter dengan dana Rp200 miliar,” ungkap Sudarto lagi.
Dia juga mengungkapkan, mereka sangat kecewa dengan konsep yang ditawarkan Kementerian PUPR dengan perbaikan pada spot-spot tertentu, seperti pelebaran total panjang 4 km dengan biaya Rp80 miliar, karena dinilai tidak efektif memecahkan masalah.
Sudarto juga mengungkapkan, kemacetan yang terjadi selama ini di ruas Jalan Medan-berastagi telah membuat kerugian dan horor yang luar biasa bagi masyarakat Karo. Karena sudah banyak sekali korban meninggal di perjalanan akibat macet yang luar biasa, yang akhir-akhir ini terjadi minimal tiga kali dalam sebulan.
“Kita minta kepada Bapak Presiden Joko Widodo jangan menganaktirikan Kabupaten Karo dalam hal pembangunan infrastruktur. Walau bagaimanapun Jokowi dalam dua kali Pilpres menang telak di atas 90 persen di Kabupaten Karo,” ungkapnya.
Untuk itu, Sudarto meminta agar Presiden Jokowi menginstruksikan Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono untuk mengubah rencanya dalam APBN 2020. “Kita akan bergerak dengan aksi damai yang lebih besar lagi jika tuntutan ini tidak diakomodir. Sebab, pembangunan jalan tol ini akan meningkatkan taraf hidup petani di Karo, Dairi, dan Pakpak Baharat,” pungkasnya.
Komisi D DPRD Sumut mengapresiasi aksi yang digelar masyarakat Karo di depan Istana Negara, kemarin. Menurut Ketua Komisi D, Sutrisno Pangaribuan, lazim saja bila elemen masyarakat Karo menggelar aksi di Istana Negara, untuk mengungkapkan kekecewaan atas kandasnya rencana pembangunan jalan tol tersebut. “Itu tentu bagian dari demokrasi dimana seluruh masyarakat bebas menyampaikan aspirasi,” katanya.
Disebutnya, Komisi D DPRD Sumut akan terus meminta Komisi V DPR RI mendesak Kementerian PUPR untuk membangun jalan layang dan jalan tol Medan-Berastagi. “Sesungguhnya kita sudah merespon aspirasi masyarakat Karo dengan mengunjungi Komisi V DPR RI, Bappenas, dan Kementerian PUPR. Responnya sementara adalah penambahan alokasi anggaran 80 miliar untuk peningkatan maupun perbaikan jalan Medan- Berastagi. Kita terus meminta agar Komisi V tetap memaksa Kementerian PUPR untuk membangun jalan layang,” tegas politisi PDIP ini.
Senada, Sekretaris Komisi D DPRD Sumut, Burhanuddin Siregar mengatakan, kandasnya usulan Pemprovsu dan Pemkab Karo atas pembangunan jalan tol dan layang Medan-Berastagi, tak lain dikarenakan keterbatasan anggaran pemerintah. Namun begitu, kata dia, pada 2020 pemerintah pusat akan memberikan alokasi Rp80 miliar untuk Pemkab Karo untuk pelebaran jalan di wilayah Tanah Karo.
“Tetapi saya bilang pada saat itu (dalam pertemuan dengan Kementerian PUPR), agar pusat membuat kajian lebih mendalam terhadap jalan layang tersebut. Sebab kita sendiri masyarakat Sumut, melihat kondisi Tanah Karo adalah salah satu destinasi wisata, tidak memiliki akses jalan memadai untuk dilalui orang yang mau berkunjung ke sana. Alhasil, masalah kepadatan dan kemacetan arus lalu lintas menuju kawasan itu kerap terjadi konflik sampai saat ini,” katanya.
Semestinya, kata politisi PKS ini, pemerintah pusat melakukan perhitungan sebelum pelaksanaan pembangunan pelebaran jalan Medan-Berastagi nantinya. Antara lain memerhatikan titik pelebaran bilamana ada terkena jaringan pipa PDAM Tirtanadi. “Kita maunya ada dulu kajian itu supaya kita percaya. Jika tidak kita pesimis pelaksanaannya dapat berjalan. Jadi sebenarnya apa yang dilaksanakan masyarakat Karo di Jakarta, bahwa kita sudah merasakan bagaimana kondisi rakyat Karo yang menginginkan supaya daerahnya tidak tertinggal dari daerah lain,” paparnya.
ICK: Kantilever Tak Efektif
Sebelumnya, Ikatan Cendekiawan Karo (ICK) juga sangat kecewa dengan ditolaknya usulan rencana pembangunan jalan tol dan jalan layang Medan-Berastagi ini. “Padahal dari beberapa kali pertemuan dengan Kementerian PUPR di Jakarta yang dimediatori Komisi D DPRD Sumut, telah disepakati akan dibangun jalan tol maupun jembatan layang di jalur Medan-Berastagi untuk mengatasi kemacetan,” ungkap Ketua ICK Budi D Sinulingga.
Atas penolakan Kementerian PUPR tersebut, ICK Sumut menyatakan kekecewaannya, karena konsep yang ICK tawarkan dengan membangun dua titik jembatan layang sepanjang 1,6 Km dengan dana Rp400 miliar di lokasi Bandar Baru dan di tikungan PDAM Tirtanadi sepanjang 387 meter dengan dana Rp200 miliar digaransi bisa mengatasi kemacetan.
“ICK menyakini konsep Kantilever (beton bertulang) yang akan dibangun Kementerian PUPR sepanjang 4 Km dengan biaya Rp80 miliar sebagai pengganti jembatan layang sangat tidak efektif mengurai kemacetan karena tidak menghilangkan tikungan kritis. Kesannya seperti program follow money dan mengabaikan penderitaan masyarakat,” ujar mantan kepala Bappeda Sumut itu.
Perlu diketahui, lanjut dia, pembangunan jalan tol atau jembatan layang tidak hanya untuk kepentingan Karo, tapi juga untuk pengembangan wilayah daerah lain seperti Dairi, Pakpak Bharat, Deliserdang, Humbahas, Samosir dan 4 kabupaten/kota di Aceh. Karena jalan tersebut merupakan sarana penghubung ke Kota Medan. “Kita tadinya berasumsi dengan dibangunnya jalan tol ini akan meningkatkan pertanian dan perekonomian masyarakat.
Tapi Kementerian PUPR membatalkannya dengan menyampaikan berbagai argumen yang tidak masuk akal yakni tidak adanya anggaran maupun kekhawatiran akan terkena pipa-pipa PDAM Tirtanadi oleh pembangunan tiang-tiang beton jembatan layang,” ujarnya seraya menantang Kementerian PUPR adu konsep dengan ICK dalam membangun jalan tol maupun jembatan layang ini.
ICK Sumut juga menyampaikan terima kasih kepada Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang telah memberi kesempatan kepada investor untuk membangun jalan tol Medan-Berastagi dengan persyaratan relatif ringan yakni dengan pengembalian modal selama 25 tahun. “Ini merupakan kesempatan bagi investor.
Kita berharap semua pihak ikut mendukung agar pembangunan jalan tol bisa segera terealisasi disaat Kementerian PUPR membatalkan rencana proyek justru gubernur menawarkan kepada investor untuk membangunnya,” ujarnya menanggapi pertemuan gubernur dengan para investor yang dihadiri Dinas BMBK Sumut, Bappeda Sumut, sejumlah OPD Sumut dan ICK di gubernuran pada 12 Agustus 2019.(bbs/prn)