26 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Dibakar Api Cemburu, Parmitu Bunuh Cewek Kafe

JELASKAN: Ferdinan Sihombing alias Landong menjelaskan kronologis dirinya menghabisi kekasihnya pada sidang di PN Medan.
AGUSMAN/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ferdinan Sihombing alias Landong (29) warga Jalan Karya Pasar V, Kelurahan Cinta Damai, Kecamatan Medan Helvetia, hanya bisa pasrah saat duduk di kursi pesakitan. Pasalnya, terdakwa tega menghabisi nyawa Helda Krista Debora alias Mak Krista (47).

Hal itu terungkap saat sidang di ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (27/8). Agenda mendengarkan keterangan terdakwa.

Ferdinan kepada Ketua Majelis Hakim, Irwan Effendi mengungkapkan, peristiwa pembunuhan itu berawal pada Selasa 26 Maret 2019 sekira pukul 23.00 WIB.

Malam itu, pelaku mendatangi korban yang bekerja di Cafe Lapo Tuak Century, Jalan Ngumban Surbakti, Sempakata, Kecamatan Medan Selayang.

“Saat itu saya melihat dia (Helda) duduk dengan pengunjung. Timbul rasa cemburu saya. Kemudian dia permisi kepada temannya untuk pulang,” ucap Ferdinan kepada hakim yang bertanya tentang kronologis pembunuhan itu.

Kemudian, Rabu 27 Maret 2019 sekira pukul 01.00 WIB, pelaku mendatangi korban di tempat kerjanya. Kemudian dia menjambak rambut korban sambil berjalan menuju kos-kosannya yang jaraknya sekitar 300 meter dari tempat kerja korban.

“Mungkin karena marah saya jambak itu, sesampainya di kos, dia (Helda) mengusir saya. Lalu saya bilang padanya, yaudah kembalikan uangku Rp650 ribu yang untuk bayar kos bulan terakhir,” terang Ferdinan.

Karena korban tak mau mengembalikan uang itu, Ferdinan lalu mencekik leher korban dan membantingnya sehingga terjatuh dan kepalanya terbentur ke lantai.

“Dia (Helda) semakin marah dan berkata, pergi lah kau sekarang, bawa baju-bajumu semua, nggak ada lagi artinya kita sama,” cetus Ferdinan mengulang perkataan korban saat itu.

Ferdinan yang emosi mendengar ucapan korban, kembali mencekik leher korban selama 15 menit. Hingga korban tidak berdaya, Ferdinan baru melepas cekikannya dan melihat lidah korban sudah keluar.

“Saya selanjutnya membantingkan kepalanya ke lantai sebanyak dua kali. Terus saya lihat mengeluarkan darah. Saya kemudian kabur ke kampung halaman saya di Humbang Hasundutan (Humbahas),” ujar Ferdinan. Sebelum ditangkap polisi, kata Ferdinan, dia sempat menelpon teman kerja korban di kafe.

“Saya mau memastikan dia masuk kerja apa tidak. Saya berharap dia masuk kerja, berarti waktu saya tinggalkan itu masih hidup. Rupanya temannya mengatakan tidak masuk kerja. Hingga akhirnya, saya pun ditangkap petugas polisi dari Polda Sumut,” jelasnya.

Sementara itu, hakim yang penasaran, lalu bertanya kepada Ferdinan apakah memiliki hubungan spesial dengan korban.

“Iya yang mulia. Saya dan korban tinggal satu kos. Saya sudah punya istri. Kalau korban statusnya janda ditinggal mati. Kami menjalin hubungan tanpa status sudah selama 1,5 tahun,” urai Ferdinan.

Ferdinan juga mengatakan awal pertemuannya dengan korban terjadi di kafe tempat kerja korban. Ferdinan yang parmitu (peminum tuak) selalu diberikan perhatian lebih.

“Saya kerap diberikan minuman keras gratis. Seperti kamput, kadang bir atau tuak. Saya memang sering minum tuak. Saya hobi minum tuak,” bilang Ferdinan jujur.

Usai mendengarkan keterangan terdakwa, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septebrina Silaban.

Sebelumnya, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 subs Pasal 338 dan Pasal 354 ayat (2) KUHPidana dengan ancaman maksimal hukuman mati. (man/ala)

JELASKAN: Ferdinan Sihombing alias Landong menjelaskan kronologis dirinya menghabisi kekasihnya pada sidang di PN Medan.
AGUSMAN/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ferdinan Sihombing alias Landong (29) warga Jalan Karya Pasar V, Kelurahan Cinta Damai, Kecamatan Medan Helvetia, hanya bisa pasrah saat duduk di kursi pesakitan. Pasalnya, terdakwa tega menghabisi nyawa Helda Krista Debora alias Mak Krista (47).

Hal itu terungkap saat sidang di ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (27/8). Agenda mendengarkan keterangan terdakwa.

Ferdinan kepada Ketua Majelis Hakim, Irwan Effendi mengungkapkan, peristiwa pembunuhan itu berawal pada Selasa 26 Maret 2019 sekira pukul 23.00 WIB.

Malam itu, pelaku mendatangi korban yang bekerja di Cafe Lapo Tuak Century, Jalan Ngumban Surbakti, Sempakata, Kecamatan Medan Selayang.

“Saat itu saya melihat dia (Helda) duduk dengan pengunjung. Timbul rasa cemburu saya. Kemudian dia permisi kepada temannya untuk pulang,” ucap Ferdinan kepada hakim yang bertanya tentang kronologis pembunuhan itu.

Kemudian, Rabu 27 Maret 2019 sekira pukul 01.00 WIB, pelaku mendatangi korban di tempat kerjanya. Kemudian dia menjambak rambut korban sambil berjalan menuju kos-kosannya yang jaraknya sekitar 300 meter dari tempat kerja korban.

“Mungkin karena marah saya jambak itu, sesampainya di kos, dia (Helda) mengusir saya. Lalu saya bilang padanya, yaudah kembalikan uangku Rp650 ribu yang untuk bayar kos bulan terakhir,” terang Ferdinan.

Karena korban tak mau mengembalikan uang itu, Ferdinan lalu mencekik leher korban dan membantingnya sehingga terjatuh dan kepalanya terbentur ke lantai.

“Dia (Helda) semakin marah dan berkata, pergi lah kau sekarang, bawa baju-bajumu semua, nggak ada lagi artinya kita sama,” cetus Ferdinan mengulang perkataan korban saat itu.

Ferdinan yang emosi mendengar ucapan korban, kembali mencekik leher korban selama 15 menit. Hingga korban tidak berdaya, Ferdinan baru melepas cekikannya dan melihat lidah korban sudah keluar.

“Saya selanjutnya membantingkan kepalanya ke lantai sebanyak dua kali. Terus saya lihat mengeluarkan darah. Saya kemudian kabur ke kampung halaman saya di Humbang Hasundutan (Humbahas),” ujar Ferdinan. Sebelum ditangkap polisi, kata Ferdinan, dia sempat menelpon teman kerja korban di kafe.

“Saya mau memastikan dia masuk kerja apa tidak. Saya berharap dia masuk kerja, berarti waktu saya tinggalkan itu masih hidup. Rupanya temannya mengatakan tidak masuk kerja. Hingga akhirnya, saya pun ditangkap petugas polisi dari Polda Sumut,” jelasnya.

Sementara itu, hakim yang penasaran, lalu bertanya kepada Ferdinan apakah memiliki hubungan spesial dengan korban.

“Iya yang mulia. Saya dan korban tinggal satu kos. Saya sudah punya istri. Kalau korban statusnya janda ditinggal mati. Kami menjalin hubungan tanpa status sudah selama 1,5 tahun,” urai Ferdinan.

Ferdinan juga mengatakan awal pertemuannya dengan korban terjadi di kafe tempat kerja korban. Ferdinan yang parmitu (peminum tuak) selalu diberikan perhatian lebih.

“Saya kerap diberikan minuman keras gratis. Seperti kamput, kadang bir atau tuak. Saya memang sering minum tuak. Saya hobi minum tuak,” bilang Ferdinan jujur.

Usai mendengarkan keterangan terdakwa, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septebrina Silaban.

Sebelumnya, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 subs Pasal 338 dan Pasal 354 ayat (2) KUHPidana dengan ancaman maksimal hukuman mati. (man/ala)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/