MEDAN, SUMUTPOS.CO – DPRD Sumatera Utara (Sumut) periode 2014-2019 menunjukkan citra negatif kepada masyarakat di akhir masa bakti. Dengan alasan tidak kuorum, DPRD Sumut batal mensahkan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (PAPBD) Tahun Anggaran 2019, pada sidang paripurna DPRD Sumut, Selasa (27/8)n
Sebelumnya, paripurna pengambilan keputusan PAPBD 2019 dijadwalkan pada pukul 14.00 WIB. Sempat diskors dua kali karena kehadiran anggota dewan tidak mencapai 2/3, maka sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 12, jika dalam setelah dua kali skors maka paripurna dibatalkan, dan jika dalam dua kali paripurna pengambilan keputusan tidak tercapai, maka pengambilan keputusan diserahkan ke Mendagri.
Sejumlah anggota dewan sempat meminta agar pimpinan rapat tidak menutup paripurna dan membatalkan pengambilan keputusan PAPBD tersebut, melainkan meminta agar pimpinan dewan berunding dengan ketua-ketua fraksi dan meminta agar anggota dewan dihadirkan dalam ruang paripurna. Rapat sempat diskors untuk ketiga kalinya, namun setelah dibuka kembali, kehadiran anggota dewan tetap tidak memenuhi kuorum.
“Sekarang semua terserah Mendagri, kita tidak bisa mengambil keputusan, karena (kehadiran dewan) tidak kuorum. Jumlah kehadiran tanda tangan saja tidak kuorum, apalagi fisiknya. Tidak ada yang namanya disharmonisasi legislatif dan eksekutif. Yang salah di sini adalah ketidakhadiran anggota dewan. Saya kecewa kehadiran anggota DPRDSU, ini sejarah jelek untuk Sumut. Saya mohon maaf kepada rakyat Sumut,” ungkap Ketua DPRD Sumut sekaligus pimpinan sidang, Wagirin Arman.
“Kita sudah berikan kesempatan, tapi sampai saat ini kehadiran anggota DPRD Sumut tidak memungkinkan kita mengambil keputusan PAPBD 2019. Maka dengan berat hati, karena kita ikut pada aturan, PAPBD 2019 kita serahkan ke Mendagri,” sambungnya mengakhiri paripurna yang cukup alot tersebut.
Gagalnya pengesahan PAPBD 2019 akibat kemalasan anggota DPRD Sumut sendiri. Hal ini terbukti, bahwa sidang paripurna dengan agenda serupa gagal terlaksana karena alasan tidak kuorum pada minggu lalu. “Ini memang kondisi kita sekarang. Kami dari Fraksi PDI Perjuangan meminta maaf karena belum bisa hadirkan anggota fraksi PDIP yang lain pada sidang paripurna ini,” kata Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Sutrisno Pangaribuan.
Dia menyebutkan, gagalnya pengesahan PAPBD tersebut menjadi preseden buruk dalam perjalanan pemerintahan Sumut. Ia menilai hal itu sebagai kegagalan anggota dewan untuk memenuhi kuorum paripurna. “Ini menjadi catatan, APBD terpaksa diambilalih pengesahannya oleh Mendagri. Ini menjadi beban sejarah,” tegasnya.
Dengan diambilalihnya pengesahan atau pengambilan keputusan PAPBD 2019 itu, lanjut dia, DPRD Sumut seolah meninggalkan hak dan tanggung jawabnya dalam fungsi penganggaran. Peristiwa ini baru pertama kali terjadi dalam sejarah Sumut, dan mencoreng muka lembaga legislatif.
Anggota DPRD dari Fraksi PKB, Zeira Salim Ritonga mengungkapkan jika PAPBD diambilalih Mendagri, dikhawatirkan Mendagri akan menanggap DPRD Sumut tidak bekerja, ketidaksetujuan dewan terhadap PAPBD diimplementasikan melalui ketidakhadiran dalam paripurna. Hal lain yang dikhawatirkan, jika nantinya diputuskan PAPBD ditetapkan melalui Pergub, maka akan berefek pada anggaran.
“Anggaran bisa-bisa tidak terserap, harusnya komunikasikan dulu, panggil kawan-kawan fraksi. Kalau diserahkan ke Mendagri, dan keluar fatwa harus dipergubkan, kan jadi sia-sia mekanisme yang telah kita lalui, lebih baik kemarin tidak usah dibahas (PAPBD),” katanya.
Sementara Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menilai, tidak tercapainya kesepakatan atau pengesahan PAPBD 2019 ini merupakan bagian dari demokrasi. “Itulah demokrasi, ada pilihan, ada perbedaan. Semua punya wewenang, hak dan kewajiban. Jika paripurna tidak kuorum, UU-nya menyatakan bahwa akan diserahkan ke Mendagri, berarti keputusan DPRDSU tidak ada, Ini nanti akan kita tindak lanjuti,” katanya menjawab wartawan usai sidang paripurna. (prn)