29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sengketa Gugatan PT SDK Terkait Lahan 200 Hektare di Batangkuis, Pemprovsu Siap Jalankan Putusan PTTUN

Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas HKBP Nommensen, Dr Janpatar Simamora SH MHum menegaskan, putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang mengabulkan permohonan PT Suryamas Deli Kencana (SDK) atas penerima nominatif lahan eks PTPN II seluas 200 hektare di Desa Sena, Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, wajib untuk dijalankan.

“Bila keputusan itu tidak dilaksanakan, justru bisa semakin menambah beban APBD Provinsi Sumut. Sebab, kerugian dari pihak penggugat setelah berhasil memenangkan gugatan, semakin hari bertambah besar. Kerugian itu wajib diganti dan harus masuk dalam APBD Pemprov Sumut di tahun 2020,” ujar Janpatar Simamora di Medan, Rabu (28/8).

Janpatar mengatakan, dalam Pasal 116 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 menyebutkan, pemerintah wajib melaksanakan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan pengadilan jika tidak dilaksanakan justru bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang melawan hukum. Sehingga, tidak ada alasan untuk tetap menghapus PT SDK dari daftar penerima nominatif itu.

“Saya berkeyakinan, Gubsu Edy Rahmayadi bijak dan arif dalam menyikapi putusan PTTUN meski gugatan PT SDK di era Tengku Erry. Keputusan Erry dalam menghapus PT SDK dari daftar penerima nominatif di lahan eks PTPN II itu pun perlu diteliti pejabat baru untuk mengungkap alasan penghapusan daftar nominatif,” ungkapnya.

Di tempat terpisah, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Katolik Santo Thomas Medan, Dr Berlian Simarmata SH MHum menyampaikan, jika penerbitan surat keputusan oleh aparatur negara, seperti penghapusan daftar nominatif terhadap PT SDK, bila dilakukan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain maupun mafia, maka perbuatan itu dapat dikategorikan merupakan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan dilarang dalam Pasal 3 UU PTP Korupsi Nomor 31/1999 jo. UU Nomor 20/2001.

“Penerbitan surat-surat guna melegalkan perbuatan para mafia tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang karena sarat kepentingan. Ini merupakan kesalahan dan warisan dari pemerintahan sebelumnya. Permainan mafia tanah, apalagi di Sumatera utara, bukan rahasia lagi. Mafia tanah umumnya melibatkan berbagai pihak, seperti anggota masyarakat tertentu sebagai pemodal maupun oknum pejabat” jelasnya.

Kepala Biro Hukum Pemprov Sumut, Andy Faisal SH MHum menyampaikan, Pemerintah Provinsi Sumut menghormati putusan PTTUN yang mengabulkan permohonan gugatan dari pihak PT SDK tersebut. Dia mengakui, keputusan pengadilan itu sudah berkekuatan hukum tetap, sehingga tidak ada alasan dari pemerintah provinsi untuk menolak putusan yang diperintahkan pengadilan.

“Surat Gubernur Sumut No: 181.1/13294/2017, menyangkut menghapus PT SDK dari daftar penerima nominatif, sudah dibatalkan oleh pengadilan. Artinya, keputusan gubernur tidak berlaku lagi. Berdasarkan putusan PTTUN sesuai Nomor: 83/B/2019/PT TUN-MDAN, tanggal 8 April 2019, yang sudah berkekuatan hukum, pengadilan memerintahkan Pemprov Sumut wajib memasukkan PT SDK dalam daftar nominatif,” jelasnya.

Menurutnya, Pemprov Sumut akan melakukan pengkajian lebih lanjut dalam melaksanakan putusan pengadilan. Selain memberikan masukan dalam mengawal kepemimpinan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, pihaknya juga akan melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga setiap kebijakan maupun keputusan yang diambil menyangkut masalah lahan eks PTPN II itu, tidak menyalahi prosedur.

“KPK akan dilibatkan untuk mengawal dan memberikan penjelasan atas lahan eks PTPN II tersebut. Surat keputusan dari BPN Provinsi pun juga dibatalkan demi hukum. Kami juga meminta semua pihak untuk mengawal masalah ini. Gubernur Sumut berkomitmen mewujudkan pemerintahan yang bersih dari segala bentuk korups, sehingga menjadikan Sumut Bermartabat,” sebutnya.

Ketua Umum Badko HMI Sumut, Muhammad Alwi Hasbi Silalahi menegaskan, kejahatan mafia tanah sudah berlangsung lama. Bahkan, mafia melibatkan masyarakat sebagai modus menutupi kejahatan. Identitas masyarakat sebagai penerima lahan eks PTPN II itu pun dinilai banyak yang tidak jelas.

“HMI Sumut berkomitmen untuk mengawal permasalahan tanah di Sumut. Kita mendorong Pemprov Sumut untuk tidak menyerahkan lahan eks PTPN II kepada orang yang memiliki identitas tidak jelas. Masalah hukum oleh mafia ini harus diselesaikan. Kami mendukung proses penegakan hukum untuk mengungkap kejahatan tersebut. (adz)

Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas HKBP Nommensen, Dr Janpatar Simamora SH MHum menegaskan, putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang mengabulkan permohonan PT Suryamas Deli Kencana (SDK) atas penerima nominatif lahan eks PTPN II seluas 200 hektare di Desa Sena, Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, wajib untuk dijalankan.

“Bila keputusan itu tidak dilaksanakan, justru bisa semakin menambah beban APBD Provinsi Sumut. Sebab, kerugian dari pihak penggugat setelah berhasil memenangkan gugatan, semakin hari bertambah besar. Kerugian itu wajib diganti dan harus masuk dalam APBD Pemprov Sumut di tahun 2020,” ujar Janpatar Simamora di Medan, Rabu (28/8).

Janpatar mengatakan, dalam Pasal 116 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 menyebutkan, pemerintah wajib melaksanakan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan pengadilan jika tidak dilaksanakan justru bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang melawan hukum. Sehingga, tidak ada alasan untuk tetap menghapus PT SDK dari daftar penerima nominatif itu.

“Saya berkeyakinan, Gubsu Edy Rahmayadi bijak dan arif dalam menyikapi putusan PTTUN meski gugatan PT SDK di era Tengku Erry. Keputusan Erry dalam menghapus PT SDK dari daftar penerima nominatif di lahan eks PTPN II itu pun perlu diteliti pejabat baru untuk mengungkap alasan penghapusan daftar nominatif,” ungkapnya.

Di tempat terpisah, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Katolik Santo Thomas Medan, Dr Berlian Simarmata SH MHum menyampaikan, jika penerbitan surat keputusan oleh aparatur negara, seperti penghapusan daftar nominatif terhadap PT SDK, bila dilakukan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain maupun mafia, maka perbuatan itu dapat dikategorikan merupakan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan dilarang dalam Pasal 3 UU PTP Korupsi Nomor 31/1999 jo. UU Nomor 20/2001.

“Penerbitan surat-surat guna melegalkan perbuatan para mafia tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang karena sarat kepentingan. Ini merupakan kesalahan dan warisan dari pemerintahan sebelumnya. Permainan mafia tanah, apalagi di Sumatera utara, bukan rahasia lagi. Mafia tanah umumnya melibatkan berbagai pihak, seperti anggota masyarakat tertentu sebagai pemodal maupun oknum pejabat” jelasnya.

Kepala Biro Hukum Pemprov Sumut, Andy Faisal SH MHum menyampaikan, Pemerintah Provinsi Sumut menghormati putusan PTTUN yang mengabulkan permohonan gugatan dari pihak PT SDK tersebut. Dia mengakui, keputusan pengadilan itu sudah berkekuatan hukum tetap, sehingga tidak ada alasan dari pemerintah provinsi untuk menolak putusan yang diperintahkan pengadilan.

“Surat Gubernur Sumut No: 181.1/13294/2017, menyangkut menghapus PT SDK dari daftar penerima nominatif, sudah dibatalkan oleh pengadilan. Artinya, keputusan gubernur tidak berlaku lagi. Berdasarkan putusan PTTUN sesuai Nomor: 83/B/2019/PT TUN-MDAN, tanggal 8 April 2019, yang sudah berkekuatan hukum, pengadilan memerintahkan Pemprov Sumut wajib memasukkan PT SDK dalam daftar nominatif,” jelasnya.

Menurutnya, Pemprov Sumut akan melakukan pengkajian lebih lanjut dalam melaksanakan putusan pengadilan. Selain memberikan masukan dalam mengawal kepemimpinan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, pihaknya juga akan melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga setiap kebijakan maupun keputusan yang diambil menyangkut masalah lahan eks PTPN II itu, tidak menyalahi prosedur.

“KPK akan dilibatkan untuk mengawal dan memberikan penjelasan atas lahan eks PTPN II tersebut. Surat keputusan dari BPN Provinsi pun juga dibatalkan demi hukum. Kami juga meminta semua pihak untuk mengawal masalah ini. Gubernur Sumut berkomitmen mewujudkan pemerintahan yang bersih dari segala bentuk korups, sehingga menjadikan Sumut Bermartabat,” sebutnya.

Ketua Umum Badko HMI Sumut, Muhammad Alwi Hasbi Silalahi menegaskan, kejahatan mafia tanah sudah berlangsung lama. Bahkan, mafia melibatkan masyarakat sebagai modus menutupi kejahatan. Identitas masyarakat sebagai penerima lahan eks PTPN II itu pun dinilai banyak yang tidak jelas.

“HMI Sumut berkomitmen untuk mengawal permasalahan tanah di Sumut. Kita mendorong Pemprov Sumut untuk tidak menyerahkan lahan eks PTPN II kepada orang yang memiliki identitas tidak jelas. Masalah hukum oleh mafia ini harus diselesaikan. Kami mendukung proses penegakan hukum untuk mengungkap kejahatan tersebut. (adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/