25 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

PT DPM Dituntut Ganti Rugi Rp4,3 M

SIDIKALANG, SUMUTPOS.CO – Seorang warga, Rohmalum boru Bako (52) bersama putranya, Lolo Boangmanalu (26) warga Desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-Pungga, mendatangi kantor PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Jalan Runding Kelurahan Sidiangkat, Kecamatan Sidikalang.

Keduanya mengamuk dan berteriak-teriak terhadap management perusahaan tambang timah, untuk menuntut ganti rugi sebesar Rp4,3 miliar atas biaya pengolahan lahan dan tanam tumbuh diareal 6,1 hektar sejak tahun 1998, yang kini telah dikuasai PT. DPM.

“Mana janji DPM. Janji kalian menang-menang, ternyata mereka yang menang. Surat-surat saya lengkap. Mereka tidak. Tapi mereka yang dibayar. Mana Zul (pihak PT DPM). Hadirkan Zul”, teriaknya. Pihak PT DPM yang membujuknya untuk duduk di kursi tamu, ditolak. “Saya tak mau duduk di kursi. Janji kalian mana. Jangan karena saya janda, suka-suka kalian”, katanya, Sabtu (21/9).

Disela aksinya, kepada wartawan, istri mantan Camat Silima Pungga-Pungga, Kadir Boangmanalu (almarhum), Rohmalum memaparkan kronologi tuntutannya.

Disebut, mereka telah mengusahai lahan seluas 6,1 hektare sejak tahun 1998. Belakangan, tanaman di atas lahan itu sudah diratakan oleh PT DPM. Ganti rugi, hingga saat ini belum mereka terima. “Lahan kami sudah diobrak-abrik. Tanaman sudah rata dengan tanah. Sejak bulan Maret 2019 ada mediasi untuk ganti rugi. Yang dibayar justru yang tidak ada surat-surat. Kami yang lengkap surat, tidak dibayar”, Dikatakan, mereka memiliki surat tanah serta bukti-bukti pengeluaran pengolahan tanah sejak tahun 1998.

“Saya merasa ditipu, dikhianati. DPM tidak menepati janji”, katanya. Ditambahkan, tiga kali DPM menyewa lahan mereka, untuk landasan helikopter, camp pekerja dan lainnya. “Tapi kenapa setelah ganti rugi tidak ke kami?”, tanya Rohmalum. Setelah kedatangan Acting Ekternal

Relation PT. Bumi Resources Mineral (BRM), Achmad Zulkarnain, Rohmalum dan anaknya diajak berdialog di salah satu ruangan.

Zulkarnain didampingi Legal PT BRM Wiku Krisna Mukti, External Manager PT DPM, Holy Nurrachman, serta Legal PT DPM, Jefry Jonathan mengajak keduanya keruang pertemuan perusahaan. Namun, pembicaraan tidak berlangsung lama. Tidak ada titik temu. Rohmalum dan anaknya, keluar. Ia mengatakan, akan membawa permasalahan tersebut ke jalur hukum. “Saya bawa ini ke jalur hukum!”, ucapnya sambal bergegas meninggalkan pertemuan.

Kepada wartawan, pihak PT DPM menyampaikan tanggapannya atas tuntutan Rohmalum. Dijelaskan Zulkarnain, tanah garapan seluas 6 hektare itu adalah hutan lindung. Bukan hak milik. Ganti rugi adalah untuk mengganti biaya pengolahan lahan dan tanam tumbuh. “6 hektare yang berperkara ini, adalah bagian dari pembebasan lahan tahun 2019, sekitar 58 hektare, berada di dalam kawasan hutan lindung”, jelasnya.

Disebut, sesuai hasil mediasi dan rapat dengan pemilik hak ulayat (PHU), tokoh masyarakat, saksi-saksi, serta analisa, disepakati bahwa 2,5 hektare adalah hak ahli waris Iskandar Boangmanalu. 1,5 hektare hak Nashrun Angkat dan 2 hektare hak Nashrun Cibro. Akhir Mei, dilakukan pembayaran ganti rugi pada ahli waris Iskandar Boangmanalu sebesar Rp1,2 miliar.

Sementara kepada Nashrun Angkat Rp 450 juta, Nashrun Cibro Rp 900 juta, serta untuk “perkebbas” (buruh tani) Rp 500 juta. Zulkarnain mengakui bahwa ada surat perjanjian kerja sama pengolahan lahan antara Kadir Boangmanalu, suami Rohmalum, dengan Iskandar Boangmanalu.

Terhadap keluarga Kadir Boangmanalu, perusahaan bersedia memberikan ganti rugi tanam tumbuh Rp13 ribu per m2. Untuk 6 hektare, sekitar Rp 800 juta. Tapi beliau tidak terima”, katanya.

Terkait pernyataan Rohmalum yang akan menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan haknya, Zulkarnain serta legal perusahaan menyebut, silahkan. Perusahaan tidak pernah menghambat masyarakat untuk menempuh jalur hukum, tandasnya. (rud/han)

SIDIKALANG, SUMUTPOS.CO – Seorang warga, Rohmalum boru Bako (52) bersama putranya, Lolo Boangmanalu (26) warga Desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-Pungga, mendatangi kantor PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Jalan Runding Kelurahan Sidiangkat, Kecamatan Sidikalang.

Keduanya mengamuk dan berteriak-teriak terhadap management perusahaan tambang timah, untuk menuntut ganti rugi sebesar Rp4,3 miliar atas biaya pengolahan lahan dan tanam tumbuh diareal 6,1 hektar sejak tahun 1998, yang kini telah dikuasai PT. DPM.

“Mana janji DPM. Janji kalian menang-menang, ternyata mereka yang menang. Surat-surat saya lengkap. Mereka tidak. Tapi mereka yang dibayar. Mana Zul (pihak PT DPM). Hadirkan Zul”, teriaknya. Pihak PT DPM yang membujuknya untuk duduk di kursi tamu, ditolak. “Saya tak mau duduk di kursi. Janji kalian mana. Jangan karena saya janda, suka-suka kalian”, katanya, Sabtu (21/9).

Disela aksinya, kepada wartawan, istri mantan Camat Silima Pungga-Pungga, Kadir Boangmanalu (almarhum), Rohmalum memaparkan kronologi tuntutannya.

Disebut, mereka telah mengusahai lahan seluas 6,1 hektare sejak tahun 1998. Belakangan, tanaman di atas lahan itu sudah diratakan oleh PT DPM. Ganti rugi, hingga saat ini belum mereka terima. “Lahan kami sudah diobrak-abrik. Tanaman sudah rata dengan tanah. Sejak bulan Maret 2019 ada mediasi untuk ganti rugi. Yang dibayar justru yang tidak ada surat-surat. Kami yang lengkap surat, tidak dibayar”, Dikatakan, mereka memiliki surat tanah serta bukti-bukti pengeluaran pengolahan tanah sejak tahun 1998.

“Saya merasa ditipu, dikhianati. DPM tidak menepati janji”, katanya. Ditambahkan, tiga kali DPM menyewa lahan mereka, untuk landasan helikopter, camp pekerja dan lainnya. “Tapi kenapa setelah ganti rugi tidak ke kami?”, tanya Rohmalum. Setelah kedatangan Acting Ekternal

Relation PT. Bumi Resources Mineral (BRM), Achmad Zulkarnain, Rohmalum dan anaknya diajak berdialog di salah satu ruangan.

Zulkarnain didampingi Legal PT BRM Wiku Krisna Mukti, External Manager PT DPM, Holy Nurrachman, serta Legal PT DPM, Jefry Jonathan mengajak keduanya keruang pertemuan perusahaan. Namun, pembicaraan tidak berlangsung lama. Tidak ada titik temu. Rohmalum dan anaknya, keluar. Ia mengatakan, akan membawa permasalahan tersebut ke jalur hukum. “Saya bawa ini ke jalur hukum!”, ucapnya sambal bergegas meninggalkan pertemuan.

Kepada wartawan, pihak PT DPM menyampaikan tanggapannya atas tuntutan Rohmalum. Dijelaskan Zulkarnain, tanah garapan seluas 6 hektare itu adalah hutan lindung. Bukan hak milik. Ganti rugi adalah untuk mengganti biaya pengolahan lahan dan tanam tumbuh. “6 hektare yang berperkara ini, adalah bagian dari pembebasan lahan tahun 2019, sekitar 58 hektare, berada di dalam kawasan hutan lindung”, jelasnya.

Disebut, sesuai hasil mediasi dan rapat dengan pemilik hak ulayat (PHU), tokoh masyarakat, saksi-saksi, serta analisa, disepakati bahwa 2,5 hektare adalah hak ahli waris Iskandar Boangmanalu. 1,5 hektare hak Nashrun Angkat dan 2 hektare hak Nashrun Cibro. Akhir Mei, dilakukan pembayaran ganti rugi pada ahli waris Iskandar Boangmanalu sebesar Rp1,2 miliar.

Sementara kepada Nashrun Angkat Rp 450 juta, Nashrun Cibro Rp 900 juta, serta untuk “perkebbas” (buruh tani) Rp 500 juta. Zulkarnain mengakui bahwa ada surat perjanjian kerja sama pengolahan lahan antara Kadir Boangmanalu, suami Rohmalum, dengan Iskandar Boangmanalu.

Terhadap keluarga Kadir Boangmanalu, perusahaan bersedia memberikan ganti rugi tanam tumbuh Rp13 ribu per m2. Untuk 6 hektare, sekitar Rp 800 juta. Tapi beliau tidak terima”, katanya.

Terkait pernyataan Rohmalum yang akan menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan haknya, Zulkarnain serta legal perusahaan menyebut, silahkan. Perusahaan tidak pernah menghambat masyarakat untuk menempuh jalur hukum, tandasnya. (rud/han)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/