Dua saksi dari Polrestabes Medan, ciut nyalinya saat majelis hakim mengancam memidanakan keduanya. Pasalnya, kedua saksi dianggap memberikan keterangan palsu dalam sidang di ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (22/10).
KEDUA saksi masing-masing, Brigadir Bambang Wiji Mahendro dan Bripda Ghalih Prakoso. Mereka dihadirkan sebagai saksi empat terdakwa oknum polisi dan satu terdakwa sipil atas kasus pemerasan keluarga tersangka.
Awalnya, majelis hakim yang diketuai Fahren itu, hanya menanyakan seputar kronologis penangkapan terdakwa. Namun, yang membuat heran dan bertanya-tanya, bahwa keterangan saksi di berita acara pemeriksaan (BAP) berbeda dalam keterangan di persidangan.
“Coba saudara saksi berdua maju kemari, ini keterangan saudara sewaktu diperiksa penyidik? Ini tanda tangan saudara saksi?,” tanya hakim anggota Eliwarti, sambil memperlihatkan BAP kepada saksi.
“Tidak bu, saya tidak ada mengatakan seperti itu dan ini pun bukan tandatangan saya,” ucap saksi Bambang yang turut diamini saksi Galih.
Mendengar pernyataan saksi, majelis hakim menganggap keduanya memberikan keterangan palsu.
“Tidak apa-apa, saya ingatkan kalian telah disumpah untuk memberikan keterangan yang benar tadi. Nanti akan kita panggil penyidiknya, kalau ternyata tidak benar kalian memberikan keterangan palsu, saudara bisa seperti mereka (terdakwa) ini,” ancam hakim Fahren.
Mendengar ancaman majelis hakim, kedua saksi yang awalnya bersikeras tidak mengakui keterangan BAP dan tandatangan, ciut nyalinya.
“Ya pak. Tapi kalau samar-samar itu memang mirip tandatangan saya,” kata Bambang.
Sementara, saksi Galih yang masih berkeras tidak mengakui tandatangannya, mulai cemas. Duduknya pun mulai salah tingkah dan wajahnya berubah pucat.
“Iya bu tandatangan saya,” jawab Galih. Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan.
Diketahui, empat oknum Polsek Medan Area menjadi terdakwa karena telah memeras keluarga tersangka. Mereka masing-masing, Bripka Jenli Damanik, Aiptu Jefri Panjaitan, Brigadir Akhiruddin Parinduri dan Aiptu Arifin Lumbangaol.
Mereka didakwa JPU Artha Sihombing, melakukan tindakan pemerasan pada Selasa 26 Maret 2019. Saat itu, terdakwa Arifin Lumbangaol datang ke Jalan Mamia Bromo Medan bertemu dengan terdakwa Akhiruddin Parinduri. Mereka berencana menangkap target pelaku narkoba.
Para terdakwa meminta uang tebusan kepada orangtua tersangka Irfandi, yang ditangkap atas kasus narkotika. Dari Rp50 juta yang diminta terdakwa, M Rusli orangtua tersangka hanya menyanggupi Rp20 juta dan meminta tidak diproses hukum.
Atas perbuatannya, para terdakwa diancam pidana dalam Pasal 368 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.(man/ala)