26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kementerian Pertanian Beri Bantuan 10 Ribu Dosis, Obat Kolera Babi Masih Kurang

SEMPROT: Petugas menyemprotkan disinfektan di kandang babi milik warga Kabupaten Serdangbedagai, belum lama ini.
SEMPROT: Petugas menyemprotkan disinfektan di kandang babi milik warga Kabupaten Serdangbedagai, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kementerian Pertanian sudah memberikan bantuan sebanyak 10 ribu dosis untuk obat kolera babi di Sumatera Utara. Namun jumlah tersebut diyakini masih sangat kurang jika melihat perkembangan wabah tersebut terjadi di Sumut saat ini.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan pada Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Mulkan Harahap mengatakan, sebelum meledaknya kasus kematian karena kolera babi di 11 kabupaten/kota di Sumut, pemerintah pusat sudah menyerahkan 10 ribu dosis kepada daerah-daerah. “Baik itu dari pusat maupun provinsi sudah ada. Jumlahnya 10 ribu dosis, tetapi itukan belum cukup,” katanya menjawab Sumut Pos, Jumat (15/11).

Kendati begitu, pemberian dosis terhadap ternak yang terpapar hog cholera untuk gelombang berikutnya, saat ini belum akan diberikan lagi. Karena mesti melihat perkembangan dan situasi yang berkembang kedepan. “Tergantung perkembangan kedepan, kita lihat dulu. Nanti kalau berlanjut lagi masalah ini, pemerintah pusat tentu akan menindaklanjuti dan ada kebijakan lebih konkrit kepada para peternak babi yang sudah kena musibah ini,” katanya.

Mengenai vaksin diakui dia sekarang ini sudah tidak dianjurkan lagi. Sebab hal tersebut sudah tidak efektif lagi. “Tetapi yang namanya difektan tetap kita lakukan, termasuk yang obat dosis tersebut. Untuk vaksin ini memang tidak lagi,” katanya.

Justru sambung Mulkan, langkah konkrit sesuai instruksi Gubsu yang saat ini tengah pihaknya lakukan, ialah meminta 11 kabupaten dan kota yang terpapar hog cholera persiapkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) khususnya untuk operasional. “Ada tujuh poin sesuai instruksi gubernur. Antara lain mengenai pergerakan lalu lintas pada babi, dibutuhkan juga petugas yang menjaga itu sekaligus honorarium bagi mereka. Selanjutnya anggaran untuk membantu penguburan babi yang mati,” katanya.

Air PDAM Tirtanadi Tak Tercemar

Secara terpisah, Gubsu Edy Rahmayadi menyatakan saat ini pihak kepolisian sedang menelusuri para pelaku pembuangan limbah babi, baik ke sungai maupun ke jalan. “Sekarang sedang ditangani pihak kepolisian dan Satpol PP, kemudian dicari siapa yang melakukan pembuangan babi ke sungai itu,” katanya.

Edy juga menegaskan bahwa pengelolaan air PDAM tidak melalui sungai yang tercemar bangkai babi. “Tidak, aliran PDAM pengambilan airnya tidak pada sungai dan danau yang ditemukan bangkai itu,” ujarnya.

Menurutnya air bersih yang disalurkan PDAM Tirtanadi tidak mengelolanya dari sungai Badera yang sudah tercemar limbah babi. “Pengambilan air PDAM tidak dari sungai Badera. Yang dipakai PDAM untuk mengambil air adalah sungai Deli,” jelasnya.

Dirinya meminta masyarakat jangan khawatir untuk menggunakan air bersih dari PDAM Tirtanadi. Ia pun akan segera memerintahkan jajarannya untuk menyosialisasikan kepada masyarakat, bahwa air bersih PDAM Tirtanadi aman. “Masyarakat jangan khawatir, nanti akan kita sosialisasikan ini,” ujarnya.

Bisa Sebabkan Penyakit Infeksi

Dosen Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU dr Restuti Hidayani Saragih SpPD Finasim, MHKes menilai, bangkai babi yang dibuang ke sungai, selain mencemari lingkungan juga dikhawatirkan akan berpotensi memicu berbagai penyakit infeksi yang bisa menjangkit manusia.

“Meskipun hog cholera tidak menular dari babi ke manusia, namun tindakan pembuangan bangkai babi terinfeksi tersebut akan menyebabkan pencemaran air yang dapat menimbulkan atau berpotensi mengakibatkan gejala penyakit infeksi lainnya pada manusia seperti diare, demam, penyakit kulit, dan lainnya terutama pada warga di sekitar aliran sungai,” kata dr Restuti Hidayani Saragih SpPD Finasim, MHKes kepada wartawan, kemarin.

Restuti menjelaskan, hog cholera ini sendiri merupakan penyakit infeksi pada babi yang hanya menjangkit hewan tersebut. Tingkat kesakitannya (morbiditas) dan kematiannya (mortalitas), hampir mencapai 100 persen. “Penyebabnya adalah infeksi Pestivirus yang masuk dalam famili Flaviviridae. Terdapat bermacam-macam strain virus ini dengan tingkat virulensi mulai dari rendah, sedang sampai virulensi tinggi yang dapat menyebabkan wabah,” jelasnya.

Diutarakan Restuti, upaya-upaya kontrol penyakit ini yang umumnya dilakukan oleh berbagai negara adalah dengan melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak babi dengan virus yang dilemahkan (attenuated vaccine). Kemudian, melarang atau mengontrol dengan sangat ketat impor hewan babi yang hidup, impor daging segarnya, impor yang tidak diproses dengan pemanasan yang kuat, juga impor bahan-bahan biologi terkait babi misalnya embrio dan cairan semen babi.

Selain itu, melarang peternak memberi makan babi dengan makanan sisa, sampah makanan yang tidak dimasak, pembuangan sampah yang dilakukan melalui kapal di pelabuhan. Dalam tahap eradikasi di tempat terjangkit wabah, hewan babi yang terpapar dan yang terinfeksi harus dimusnahkan dan dikuburkan atau dibakar. “Pergerakan babi di area yang terjangkit juga dibatasi serta dilakukan tindakan disinfeksi terhadap tempat dan fasilitas yang terjangkit,” terangnya.

Restuti mengaku, data yang diperolehnya saat ini wabah hog cholera telah terjadi pada 11 kabupaten/kota di Sumut. Di mana, ditemukan 4.682 ekor babi yang mati karena hog cholera dari jumlah populasi di Sumut 1,2 juta ekor. “Diimbau kepada masyarakat agar tidak menggunakan atau mengkonsumsi air dari sungai yang tercemar bangkai babi. Masyarakat diminta menjaga, merawat dan melestarikan lingkungan di sekitar kita,” harap Restuti.

Ia menambahkan, dirinya mendukung Polda Sumut agar menindak pelaku pembuangan bangkai babi ke sungai sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. (prn/ris)

SEMPROT: Petugas menyemprotkan disinfektan di kandang babi milik warga Kabupaten Serdangbedagai, belum lama ini.
SEMPROT: Petugas menyemprotkan disinfektan di kandang babi milik warga Kabupaten Serdangbedagai, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kementerian Pertanian sudah memberikan bantuan sebanyak 10 ribu dosis untuk obat kolera babi di Sumatera Utara. Namun jumlah tersebut diyakini masih sangat kurang jika melihat perkembangan wabah tersebut terjadi di Sumut saat ini.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan pada Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Mulkan Harahap mengatakan, sebelum meledaknya kasus kematian karena kolera babi di 11 kabupaten/kota di Sumut, pemerintah pusat sudah menyerahkan 10 ribu dosis kepada daerah-daerah. “Baik itu dari pusat maupun provinsi sudah ada. Jumlahnya 10 ribu dosis, tetapi itukan belum cukup,” katanya menjawab Sumut Pos, Jumat (15/11).

Kendati begitu, pemberian dosis terhadap ternak yang terpapar hog cholera untuk gelombang berikutnya, saat ini belum akan diberikan lagi. Karena mesti melihat perkembangan dan situasi yang berkembang kedepan. “Tergantung perkembangan kedepan, kita lihat dulu. Nanti kalau berlanjut lagi masalah ini, pemerintah pusat tentu akan menindaklanjuti dan ada kebijakan lebih konkrit kepada para peternak babi yang sudah kena musibah ini,” katanya.

Mengenai vaksin diakui dia sekarang ini sudah tidak dianjurkan lagi. Sebab hal tersebut sudah tidak efektif lagi. “Tetapi yang namanya difektan tetap kita lakukan, termasuk yang obat dosis tersebut. Untuk vaksin ini memang tidak lagi,” katanya.

Justru sambung Mulkan, langkah konkrit sesuai instruksi Gubsu yang saat ini tengah pihaknya lakukan, ialah meminta 11 kabupaten dan kota yang terpapar hog cholera persiapkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) khususnya untuk operasional. “Ada tujuh poin sesuai instruksi gubernur. Antara lain mengenai pergerakan lalu lintas pada babi, dibutuhkan juga petugas yang menjaga itu sekaligus honorarium bagi mereka. Selanjutnya anggaran untuk membantu penguburan babi yang mati,” katanya.

Air PDAM Tirtanadi Tak Tercemar

Secara terpisah, Gubsu Edy Rahmayadi menyatakan saat ini pihak kepolisian sedang menelusuri para pelaku pembuangan limbah babi, baik ke sungai maupun ke jalan. “Sekarang sedang ditangani pihak kepolisian dan Satpol PP, kemudian dicari siapa yang melakukan pembuangan babi ke sungai itu,” katanya.

Edy juga menegaskan bahwa pengelolaan air PDAM tidak melalui sungai yang tercemar bangkai babi. “Tidak, aliran PDAM pengambilan airnya tidak pada sungai dan danau yang ditemukan bangkai itu,” ujarnya.

Menurutnya air bersih yang disalurkan PDAM Tirtanadi tidak mengelolanya dari sungai Badera yang sudah tercemar limbah babi. “Pengambilan air PDAM tidak dari sungai Badera. Yang dipakai PDAM untuk mengambil air adalah sungai Deli,” jelasnya.

Dirinya meminta masyarakat jangan khawatir untuk menggunakan air bersih dari PDAM Tirtanadi. Ia pun akan segera memerintahkan jajarannya untuk menyosialisasikan kepada masyarakat, bahwa air bersih PDAM Tirtanadi aman. “Masyarakat jangan khawatir, nanti akan kita sosialisasikan ini,” ujarnya.

Bisa Sebabkan Penyakit Infeksi

Dosen Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU dr Restuti Hidayani Saragih SpPD Finasim, MHKes menilai, bangkai babi yang dibuang ke sungai, selain mencemari lingkungan juga dikhawatirkan akan berpotensi memicu berbagai penyakit infeksi yang bisa menjangkit manusia.

“Meskipun hog cholera tidak menular dari babi ke manusia, namun tindakan pembuangan bangkai babi terinfeksi tersebut akan menyebabkan pencemaran air yang dapat menimbulkan atau berpotensi mengakibatkan gejala penyakit infeksi lainnya pada manusia seperti diare, demam, penyakit kulit, dan lainnya terutama pada warga di sekitar aliran sungai,” kata dr Restuti Hidayani Saragih SpPD Finasim, MHKes kepada wartawan, kemarin.

Restuti menjelaskan, hog cholera ini sendiri merupakan penyakit infeksi pada babi yang hanya menjangkit hewan tersebut. Tingkat kesakitannya (morbiditas) dan kematiannya (mortalitas), hampir mencapai 100 persen. “Penyebabnya adalah infeksi Pestivirus yang masuk dalam famili Flaviviridae. Terdapat bermacam-macam strain virus ini dengan tingkat virulensi mulai dari rendah, sedang sampai virulensi tinggi yang dapat menyebabkan wabah,” jelasnya.

Diutarakan Restuti, upaya-upaya kontrol penyakit ini yang umumnya dilakukan oleh berbagai negara adalah dengan melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak babi dengan virus yang dilemahkan (attenuated vaccine). Kemudian, melarang atau mengontrol dengan sangat ketat impor hewan babi yang hidup, impor daging segarnya, impor yang tidak diproses dengan pemanasan yang kuat, juga impor bahan-bahan biologi terkait babi misalnya embrio dan cairan semen babi.

Selain itu, melarang peternak memberi makan babi dengan makanan sisa, sampah makanan yang tidak dimasak, pembuangan sampah yang dilakukan melalui kapal di pelabuhan. Dalam tahap eradikasi di tempat terjangkit wabah, hewan babi yang terpapar dan yang terinfeksi harus dimusnahkan dan dikuburkan atau dibakar. “Pergerakan babi di area yang terjangkit juga dibatasi serta dilakukan tindakan disinfeksi terhadap tempat dan fasilitas yang terjangkit,” terangnya.

Restuti mengaku, data yang diperolehnya saat ini wabah hog cholera telah terjadi pada 11 kabupaten/kota di Sumut. Di mana, ditemukan 4.682 ekor babi yang mati karena hog cholera dari jumlah populasi di Sumut 1,2 juta ekor. “Diimbau kepada masyarakat agar tidak menggunakan atau mengkonsumsi air dari sungai yang tercemar bangkai babi. Masyarakat diminta menjaga, merawat dan melestarikan lingkungan di sekitar kita,” harap Restuti.

Ia menambahkan, dirinya mendukung Polda Sumut agar menindak pelaku pembuangan bangkai babi ke sungai sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. (prn/ris)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/