JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia adalah pasar yang potensial bagi industri halal. Namun, untuk sektor industri satu itu, Indonesia masih tertinggal jauh dari Malaysia. Padahal, Indonesia merupakan konsumen terbesar makanan halal dunia dengan nilai ekonomi mencapai USD 197 miliar (sekitar Rp 2.776 triliun).
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo gemas dengan kondisi tersebut. Seharusnya, Indonesia bisa menempati peringkat pertama industri halal dunia, bukan berada pada peringkat kesepuluh seperti sekarang. Kamis (14/11), dalam rangkaian kegiatan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2019, dia memaparkan lima langkah strategis untuk mendongkrak potensi industri halal.
“Competitiveness (daya saing), certification (sertifikasi), coordination (koordinasi), campaign (publikasi), dan cooperation (kerja sama),” kata Perry saat menjadi pembicara dalam konferensi INHALIFE bertajuk Creating Halal Champions Accessing to the Global Halal Markets: From Potency to Reality.
Implementasi lima langkah itu, menurut dia, adalah kunci untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi industri halal global, bukan sekadar pasar. Dalam kesempatan yang sama, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa Indonesia harus belajar dari Malaysia dalam mengelola ekonomi syariah. Meski industri halal dan ekonomi syariah di Indonesia sudah berkembang cukup pesat, konsep syariah tidak cukup populer di tanah air.
“Indonesia akan belajar dari Malaysia bagaimana mereka bisa berhasil,” jelasnya, Kamis (14/11).
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu mengakui bahwa Indonesia agak terlambat dalam beberapa hal. Salah satunya mengenai pemberlakuan undang-undang perbankan syariah pada 1981, di mana suku global syariah baru berlaku pada sepuluh tahun belakangan. Meski begitu, dia optimistis, Indonesia bisa sukses seperti Malaysia.
“Walau sedikit terlambat, kita suah memulai proses ini, jadi instrumen syariah di Malaysia bisa dipelajari dan juga melihat bagaimana fokus investasi dan instrumen sosial seperti zakat atau wakaf di masyarakat,” imbuhnya.
Sementara itu, berdasar semangat yang sama, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya menjadikan Indonesia sebagai pusat fashion muslim dunia pada 2020.
“Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan industri fashion muslim terbaik kedua di dunia setelah Uni Emirat Arab,” ujar Dirjen Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih.
Gati menyampaikan, fashion muslim berkontribusi terhadap ekspor produk fashion yang sampai dengan September 2019 nilainya mencapai USD 9,2 miliar (sekitar Rp 129,6 triliun). Jumlah tersebut merupakan 9,8 persen dari total ekspor industri pengolahan. (jpc/ram)