MEDAN, SUMUTPOS.CO – Event yang digelar di Danau Toba memiliki tujuan utama mendatangkan wisatawan mancanegara (wisman) dengan jumlah besar ke danau terbesar di Asia Tenggara itu. Untuk itu, event mesti memiliki konsep yang baik sebagai magnet bagi turis.
“Dulu wisman ke Danau Toba itu banyak. Ada berbagai faktor yang memengaruhi. FDT dulu juga wismannya ramai. Namun seiring waktu, market pariwisata di Danau Toba berubah. Sekarang, turis yang banyak melakukan kunjungan adalah kaum milenial. Untuk itu, konsep harus diubah untuk menyesuaikan dengan market saat ini,” kata Direktur Utama (Dirut) Badan Otoritas Pariwisata Danau Toba (BPODT), Arie Prasetyo, kepada Sumut Pos, Selasa (14/1).
Ia menolak menanggapi rencana penghapusan event Festival Danau Toba (FDT) yang dilontarkan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi. Ia mengaku, lebih memikirkan cara menciptakan event di Danau Toba yang menjadi daya tarik bagi wisatawan.
“Danau Toba mau di-take off kembali. Kita ingin menjadikan kunjungan ke Danau Toba meningkat. Ini sedang proses. Market wisatawan berubah ke kaum milenial. Pastinya mereka memiliki ketertarikan yang berbeda terhadap pariwisata,” sebut Arie.
Arie mengatakan, dulu wisatawan hanya ingin mengamati pemandangan indah. Kini berubah mencari pengalaman atau experience. Hal ini menjadi catatan untuk menyajikan sebuah event yang dapat menarik kunjungan wisatawan milenial.
Arie kemudian mengulas perjalanan FDT yang sudah berlangsung selama 7 tahun. FDT pertama digelar tahun 2013 di Tuktuk, Kabupaten Samosir. Tahun 2014 di Kabupaten Toba Samosir. Kemudian, tahun 2015 di Kabupaten Karo, tahun 2016 di Kabupaten Tapanuli Utara, tahun 2017 di Kabupaten Humbang Hasundutan, tahun 2018 di Kabupaten Dairi, dan terakhir 2019 di Kabupaten Simalungun 2019.
“Dulu namanya Pesta Danau Toba, sekarang festival Danau Toba. Dulu difokuskan di Parapat Simalungun yang dianggap ibu kotanya Danau Toba. Kemudian, FDT digilir. Artinya, 7 kabupaten sudah kebagian menjadi tuan rumah FDT. Sekarang pertanyaannya, FDT mau diapai? Mau diputar kembali atau menjadi event tetap?” jelas Arie.
Ia mengakui, nama FDT sudah memiliki nama besar. Namun market pariwisata sudah berubah. Karena itu, konsep event tahunan milik Pemprov Sumut itu juga harus berubah mengikuti pasar pariwisata saat ini. “Orientasi kita kan wisatawan mancanegara. Dengan Danau Toba sebagai destinasi berkelas dunia, wisman diharapkan banyak datang. Untuk itu, event dan promosinya harus lebih baik lagi. Ini kita diskusikan. Namun konsep dan waktunya belum diputuskan,” kata Arie.
Mengenai waktu, Arie mengatakan, harus dicari waktu yang pas mengikuti musim liburan bagi wisatawan dalam negeri maupun mancanegara. “FDT biasanya dilakukan di akhir tahun, karena ada karnaval di tengah tahun. Tetapi event akhir tahun menjadi sulit di penganggaran, karena pemerintah tutup buku di akhir tahun,” tutur Arie.
Dengan seluruh evaluasi itu, menurut Arie, FDT tidak perlu dihapuskan. Namun dikelola dengan konsep yang baik, melalui promosi yang baik. Tidak perlu digelar setiap tahun, bisa saja sekali dua tahun.
“Ada event-event yang tidak perlu dilakukan setiap tahun. Agar lebih greget, persiapan dilakukan lebih matang, sehingga eventnya ditunggu-tunggu. Kita tunggu aja keputusannya bagaimana. Kita membaca komentar-komentar publik, dan kita kompilasi dan sama-sama kita rembukkan,” jelas Arie.
Ia mengakui, saat ini event yang baik di Danau Toba adalah Samosir Music Internasional. Karena wisatawan mancanegara jelas mempersiapkan diri untuk datang ke Danau Toba, sesuai jadwal event musik internasional tersebut.
“Event Samosir Music Internasional, turis bisa menjadwalkan perjalanan datang ke Danau Toba sesuai event. Itu artinya bagus,” pungkasnya.
Dairi Minta FDT Jangan Desember
Sementara itu, aparat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Dairi menyatakan tidak setuju event Festival Danau Toba (FDT) dihapus atau namanya diganti. Menurut mereka, yang perlu diganti dan diperbaiki adalah kualitas konten FDT, untuk menarik wisatawan.
“Nama FDT sudah dikenal masyarakat secara luas. Sebab sudah dihelat sejak 2013. Bahkan Kabupaten Dairi pernah menjadi tuan rumah FDT ke 6 tahun 2018. Nama FDT sudah akrab. Memang ada kekurangan, tetapi jangan dihapus. Yang perlu dikaji itu kualitas dan konten. Persiapan harus maksimal dengan konsep yang bagus,” ucap Sekda Dairi, Leonardus Sihotang, Selasa (14/1).
Mantan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dairi itu menjelaskan, ide awal FDT digagas pemerintah pusat, direspons Pemkab se-kawasan Danau Toba, dengan Samosir sebagai tuan rumah pertama.
“Menurunnya kualitas penyelenggaraan FDT, pertama karena kurangnya kepedulian pemerintah daerah. Kedua, pihak luar tidak dilibatkan. Ketiga, konsep dan persiapan tidak matang. Keempat, penetapan jadwal FDT kurang pas. Masyarakat di kawasan Danau Toba mayoritas Kristen. Penyelenggaraan FDT di Bulan Desember bertabrakan dengan persiapan perayaan Natal. Desember juga belum masuk masa liburan wisman. Jadi tidak tepat,” katanya.
Selain itu, kata dia, orientasi kegiatan harus diubah agar jangan kegiatan rutin saja. (gus/rud)