26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Sidang Lanjutan Suap Wali Kota Medan, Iswar: Saya Serahkan Uang Agar Tak Dicopot

SAKSI: Sebanyak 12 saksi dihadirkan dalam persidangan kasus suap Kadis PU Medan, Isa Ansyari di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (16/1).
agusman/sumut pos
SAKSI: Sebanyak 12 saksi dihadirkan dalam persidangan kasus suap Kadis PU Medan, Isa Ansyari di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (16/1).
Agusman/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang lanjutan kasus suap Rp530 juta Kadis PU Medan, Isa Ansyari kepada Wali Kota Medan (nonaktif), Dzulmi Eldin kembali digelar di ruang Cakra 1 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (16/1) pagi hingga sore.

Dari sejumlah kepala dinas (Kadis) yang menjadi saksi dalam sidang itu mengaku, membantu dana operasional Eldin sebagai bentuk loyalitas dan agar tidak dicopot dari jabatannya.

Seperti yang diungkapkan Kadis Perhubungan Medan, Iswar S Lubis, yang mengaku dimintai uang Rp200 juta untuk keberangkatan Dzulmi Eldin ke Jepang. “Saya dimintai uang sebesar Rp200 juta oleh Samsul (staf Protokoler Pemko Medan) untuk keberangkatan Bapak (Wali Kota Medan) ke Jepang,” ujar Iswar, dalam sidang yang berlangsung di Ruang Cakra Utama PN Medan.

Ia mengaku, memberikan dana tersebut agar tidak dicopot dari jabatannya. “Saya memberikan karena saya loyal, karena kalau tidak loyal, saya takut dicopot dari jabatan,” ujar Iswar.

Mendengar pengakuan itu, Hakim Ketua Abdul Aziz sempat kesal, dan menasihati para kadis. Hakim merasa kesal, lantaran mendengar kesaksian para kadis seperti itu. “Kalau anak yatim dibantu, itu dapat pahala pak. Kalau operasional dia itu, semua dibayar negara. Bapak saja ada uang operasional kan? Istilahnya seorang kepala daerah kurang uang operasionalnya? Itukan ketawa orang Pak,” ujar Hakim menyindir para kadis.

Menurut hakim, tidak wajar seorang kepala daerah kekurangan uang operasional. Sebab semua dana operasional mereka sudah ditanggung negara. “Tidak wajar seorang kepala daerah tidak memiliki dana operasional, sebab dana mereka sudah diatur oleh negara,” ujarnya.

Lalu Hakim menjelaskan, selaku bawahan tidaklah pantas membantu dana operasional seorang kepala daerah. Sebab itu tindakan sudah melawan hukum. “Bapak selaku anak buah wajar memberi, karena loyal. Nah, maka itulah yang dilarang undang-undang, karena itu salah di mata hukum,” ujar Abdul Aziz lagi.

Kasubag Protokoler Pemko Medan, Samsul Fitri dalam kesaksiannya, mengaku diperintahkan wali kota untuk mengutip uang kepada kepala dinas. Menurutnya, ada kekurangan pembayaran biaya ke Jepang kepada Erni Tour sebesar Rp180 juta dari total biaya perjalanan Rp1.48 miliar itu sudah terbayarkan Rp1,3 milliar. “Saya diminta bapak (wali kota) untuk mengutip kepada kepala-kepala dinas yang besar seperti Dinas PU, Dispenda, Dishub, Dinas Pendidikan, dan Dinas Perkim. Masing-masing Rp200 juta, hanya dinas pendidikan Rp100 juta,” sebutnya.

Pengutipan dilakukan bukan cuma saat akan berangkat ke Jepang, tapi setelah sampai di Medan juga dilakukan. “Untuk menutupi kekurangan pembayaran Rp190 juta itu, saya diarahkan lagi oleh bapak (wali kota) untuk mengutip uang ke Bapak Isa Ansyari selaku Kadis PU sebesar Rp250 juta. Yang pertama ditransfer melalui rekening orangtua Aidil, dan yang ke kedua katanya akan dibayar tunai,” beber Samsul.

Mendengar itu, hakim pun bertanya apakah Isa Ansyari menjadi pohon uang? Karena dimintai uang terus untuk keberangkatan ke Jepang. Mendapat pertanyaan itu, Samsul Fitri hanya menjawab bahwa itu sudah arahan dari Dzulmi Eldin.

Masih dalam kesaksian Samsul, dia juga mengarahkan Andika selaku anak buahnya, untuk mengambil uang ke Isa Ansyari. Andika pun mengaku, sebelum mengambil uang ke rumah Isa Ansyari, ia dijumpai Sekretaris Kadis Pendidikan, Johan. “Saya sudah dikabari oleh Pak Johan, Sekretaris Dinas Pendidikan. Bahwa uang Rp100 juta sudah dititipkan anggotanya kepada pegawai protokoler di Pemko Medan bernama Sutan,” ujar Andika.

Lalu sekira pukul 18.00 WIB, Andika mengambil uang dari Sutan, dan meletakkannya di dalam mobilnya. Lantas, ia pun menuju ke rumah Isa Ansyari untuk mengambil uang Rp50 juta. “Saya ingat, uang itu disimpan dalam plastik. Dan arahannya, langsung diberikan kepada Syamsul,” jelas Andika.

Jaksa KPK Iskandar, menanyakan kepada Andika, mengapa kabur saat dihadang petugas? Padahal, saat itu petugas KPK telah menunjukkan kartu identitas KPK. “Saat itu saya panik Pak. Makanya saya gas dan menabrak petugas KPK,” jawab Andika.

Namun kata Andika, setelah 400 meter dari lokasi ia diberhentikan, ia membuang uang Rp150 juta keluar dari jendela mobilnya. “Tapi setelah saya cari-cari bersama penyidik, tidak ketemu uang itu pak. Jadi tetap saya ganti juga uangnya,” tukasnya.

Dalam dakwaan Jaksa KPK, disebutkan terdakwa Isa Ansyari selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, telah memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang.

Di antaranya sebesar Rp20 juta sebanyak 4 kali hingga seluruhnya berjumlah Rp80 juta lalu sebesar Rp200 juta, sebesar Rp 200 juta dan sebesar Rp50 juta hingga jumlah seluruhnya sebesar Rp530 juta kepada Wali Kota Medan Dzulmi Eldin. (man)

SAKSI: Sebanyak 12 saksi dihadirkan dalam persidangan kasus suap Kadis PU Medan, Isa Ansyari di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (16/1).
agusman/sumut pos
SAKSI: Sebanyak 12 saksi dihadirkan dalam persidangan kasus suap Kadis PU Medan, Isa Ansyari di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (16/1).
Agusman/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang lanjutan kasus suap Rp530 juta Kadis PU Medan, Isa Ansyari kepada Wali Kota Medan (nonaktif), Dzulmi Eldin kembali digelar di ruang Cakra 1 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (16/1) pagi hingga sore.

Dari sejumlah kepala dinas (Kadis) yang menjadi saksi dalam sidang itu mengaku, membantu dana operasional Eldin sebagai bentuk loyalitas dan agar tidak dicopot dari jabatannya.

Seperti yang diungkapkan Kadis Perhubungan Medan, Iswar S Lubis, yang mengaku dimintai uang Rp200 juta untuk keberangkatan Dzulmi Eldin ke Jepang. “Saya dimintai uang sebesar Rp200 juta oleh Samsul (staf Protokoler Pemko Medan) untuk keberangkatan Bapak (Wali Kota Medan) ke Jepang,” ujar Iswar, dalam sidang yang berlangsung di Ruang Cakra Utama PN Medan.

Ia mengaku, memberikan dana tersebut agar tidak dicopot dari jabatannya. “Saya memberikan karena saya loyal, karena kalau tidak loyal, saya takut dicopot dari jabatan,” ujar Iswar.

Mendengar pengakuan itu, Hakim Ketua Abdul Aziz sempat kesal, dan menasihati para kadis. Hakim merasa kesal, lantaran mendengar kesaksian para kadis seperti itu. “Kalau anak yatim dibantu, itu dapat pahala pak. Kalau operasional dia itu, semua dibayar negara. Bapak saja ada uang operasional kan? Istilahnya seorang kepala daerah kurang uang operasionalnya? Itukan ketawa orang Pak,” ujar Hakim menyindir para kadis.

Menurut hakim, tidak wajar seorang kepala daerah kekurangan uang operasional. Sebab semua dana operasional mereka sudah ditanggung negara. “Tidak wajar seorang kepala daerah tidak memiliki dana operasional, sebab dana mereka sudah diatur oleh negara,” ujarnya.

Lalu Hakim menjelaskan, selaku bawahan tidaklah pantas membantu dana operasional seorang kepala daerah. Sebab itu tindakan sudah melawan hukum. “Bapak selaku anak buah wajar memberi, karena loyal. Nah, maka itulah yang dilarang undang-undang, karena itu salah di mata hukum,” ujar Abdul Aziz lagi.

Kasubag Protokoler Pemko Medan, Samsul Fitri dalam kesaksiannya, mengaku diperintahkan wali kota untuk mengutip uang kepada kepala dinas. Menurutnya, ada kekurangan pembayaran biaya ke Jepang kepada Erni Tour sebesar Rp180 juta dari total biaya perjalanan Rp1.48 miliar itu sudah terbayarkan Rp1,3 milliar. “Saya diminta bapak (wali kota) untuk mengutip kepada kepala-kepala dinas yang besar seperti Dinas PU, Dispenda, Dishub, Dinas Pendidikan, dan Dinas Perkim. Masing-masing Rp200 juta, hanya dinas pendidikan Rp100 juta,” sebutnya.

Pengutipan dilakukan bukan cuma saat akan berangkat ke Jepang, tapi setelah sampai di Medan juga dilakukan. “Untuk menutupi kekurangan pembayaran Rp190 juta itu, saya diarahkan lagi oleh bapak (wali kota) untuk mengutip uang ke Bapak Isa Ansyari selaku Kadis PU sebesar Rp250 juta. Yang pertama ditransfer melalui rekening orangtua Aidil, dan yang ke kedua katanya akan dibayar tunai,” beber Samsul.

Mendengar itu, hakim pun bertanya apakah Isa Ansyari menjadi pohon uang? Karena dimintai uang terus untuk keberangkatan ke Jepang. Mendapat pertanyaan itu, Samsul Fitri hanya menjawab bahwa itu sudah arahan dari Dzulmi Eldin.

Masih dalam kesaksian Samsul, dia juga mengarahkan Andika selaku anak buahnya, untuk mengambil uang ke Isa Ansyari. Andika pun mengaku, sebelum mengambil uang ke rumah Isa Ansyari, ia dijumpai Sekretaris Kadis Pendidikan, Johan. “Saya sudah dikabari oleh Pak Johan, Sekretaris Dinas Pendidikan. Bahwa uang Rp100 juta sudah dititipkan anggotanya kepada pegawai protokoler di Pemko Medan bernama Sutan,” ujar Andika.

Lalu sekira pukul 18.00 WIB, Andika mengambil uang dari Sutan, dan meletakkannya di dalam mobilnya. Lantas, ia pun menuju ke rumah Isa Ansyari untuk mengambil uang Rp50 juta. “Saya ingat, uang itu disimpan dalam plastik. Dan arahannya, langsung diberikan kepada Syamsul,” jelas Andika.

Jaksa KPK Iskandar, menanyakan kepada Andika, mengapa kabur saat dihadang petugas? Padahal, saat itu petugas KPK telah menunjukkan kartu identitas KPK. “Saat itu saya panik Pak. Makanya saya gas dan menabrak petugas KPK,” jawab Andika.

Namun kata Andika, setelah 400 meter dari lokasi ia diberhentikan, ia membuang uang Rp150 juta keluar dari jendela mobilnya. “Tapi setelah saya cari-cari bersama penyidik, tidak ketemu uang itu pak. Jadi tetap saya ganti juga uangnya,” tukasnya.

Dalam dakwaan Jaksa KPK, disebutkan terdakwa Isa Ansyari selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, telah memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang.

Di antaranya sebesar Rp20 juta sebanyak 4 kali hingga seluruhnya berjumlah Rp80 juta lalu sebesar Rp200 juta, sebesar Rp 200 juta dan sebesar Rp50 juta hingga jumlah seluruhnya sebesar Rp530 juta kepada Wali Kota Medan Dzulmi Eldin. (man)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/