26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sikapi Rencana Aksi Damai Para Peternak, Pemprovsu: Tak Ada Rencana Pemusnahan Babi

KETERANGAN: Kadis Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap memberi keterangan sekaitan tidak adanya kebijakan Gubernur Edy Rahmayadi, untuk memusnahkan massal babi di Sumut, Jumat (17/1). 
PRAN HASIBUAN/SUMUT POS
KETERANGAN: Kadis Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap memberi keterangan sekaitan tidak adanya kebijakan Gubernur Edy Rahmayadi, untuk memusnahkan massal babi di Sumut, Jumat (17/1). PRAN HASIBUAN/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) membantah berencana memusnahkan (stamping out) ternak babi se-Sumut, untuk menghentikan virus African Swine Fever (ASF) yang sedang mewabah di 18 kabupaten/kota di Sumut.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumut, Azhar Harahap dalam konfrensi pers di Kantor Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan, Jalan Gatot Subroto, Medan, Jumat (17/1) sore.

“Pak gubernur tidak pernah punya statemen akan memusnahkan ternak babi di Sumut. Tidak pernah ada statemen gubernur selama saya dampingi akan memusnahkan babi. Kenapa? Karena saya sudah menjelaskan kepada Bapak Gubernur, bahwa UU Kesrawan di Indonesia tidak membenarkan itu,” kata Azhar kepada wartawan.

Pernyataan Azhar itu menyikapi rencana aksi damai menolak pemusnahan ternak babi di Sumut oleh pihak pengundang, Boasa Simanjuntak dan Hasudungan Siahaan, Selasa (23/1) mendatang.

Menurutnya, pemusnahan babi tidak akan dilakukan karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2012 tentang Kesejahteraan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, Bab III Kesehatan Hewan Pasal 83-Pasal 99. Pemusnahan ternak babi juga melanggar prinsip Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties/OIE). Namun yang paling terpenting adalah karena pemusnahan merugikan masyarakat peternak babi.

“Oleh karena itu, kami sampaikan agar masyarakat peternak babi jangan resah. Gubernur ataupun Pemprov Sumut tidak akan memusnahkan ternak babi di Sumut karena itu merugikan masyarakat, baik secara ekonomi dan budaya,” tegas Azhar.

Seiring terjadinya wabah kolera babi di Sumut, yakni 25 September 2019 yang ditemukan di Dairi dan Humbang Hasundutan (Humbahas), kata dia, Gubsu Edy pada 7 Oktober 2019 sudah memberikan instruksi ke seluruh bupati/wali kota di Sumut untuk mengambil sejumlah langkah-langkah atas kejadian dimaksud. “Pertama, tidak dibenarkan membuang babi yang mati ke sungai, hutan ataupun ke tempat-tempat lainnya. Agar segera ditanam sehingga tidak mencemari lingkungan dan untuk tidak mempercepat penyebaran virus tersebut,” katanya.

Sebab untuk jenis wabah hog cholera maupun Afrika Swine Fever (ASF), sambung Azhar, belum ada obat maupun vaksin yang dapat mengatasinya. Wabah tersebut disebut dia juga sudah terdapat di sembilan negara. “Jadi Indonesia adalah negara kesepuluh yang mendapat penyakit seperti ini,” katanya.

Dia melanjutkan sejak kolera babi di Sumut kian masif, pihaknya bersama Kementerian Pertanian sudah turun langsung ke lapangan. Bahkan Gubsu sudah memerintah supaya dibentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) Penanganan Kolera Babi di wilayah Sumut. “Dan itu sudah terbentuk yang terdiri dari BPBD, Dinas BMBK, Satpol PP, dinas pengairan (SDACKTR), Dinas Lingkungan Hidup, dan TNI/Polri. Kami bersama-sama melakukan pengawalan dan penanganannya,” katanya.

Meski sampai sekarang belum ditemukan obat virus ASF, Pemprovsu lewat TRC terus melakukan langkah pencegahan, antara lain dengan biosekuriti kandang babi (pembersihan dan penyemprotan disinfektan) agar babi yang sehat tidak terjangkit virus ASF. Selain itu, langkah penanganan yaitu untuk sementara dilakukan dengan pengetatan lalu lintas babi (antardesa, kecamatan dan antarkabupaten/kota dan provinsi), termasuk melarang pengiriman babi dari dan keluar Sumut. Langkah-langkah penanganan ini, lanjut Azhar, berhasil mencegah lebih banyak lagi korban babi yang mati karena virus ASF. Per hari, rata-rata babi yang mati hanya 302 ekor, dimana jumlah ini yang paling sedikit dari sejarah virus ASF yang menyerang babi di beberapa negara.

Hingga saat ini, jumlah babi yang mati karena virus ASF di Sumut sekitar 39.000 ekor (yang tercatat berdasarkan laporan) atau paling banyak 42.000 ekor (yang tidak masuk dalam data laporan). Berdasarkan data itu, hanya 3,6% jumlah babi mati dari populasi babi sekitar 1,229 ekor di Sumut.

“Kita yang paling sedikit (jumlah babi mati karena ASF dibandingkan negara-negara lainnya). Bahkan karena keberhasilan kita ini, kita juga diapresiasi Kementerian Pertanian,” pungkasnya. (prn)

KETERANGAN: Kadis Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap memberi keterangan sekaitan tidak adanya kebijakan Gubernur Edy Rahmayadi, untuk memusnahkan massal babi di Sumut, Jumat (17/1). 
PRAN HASIBUAN/SUMUT POS
KETERANGAN: Kadis Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap memberi keterangan sekaitan tidak adanya kebijakan Gubernur Edy Rahmayadi, untuk memusnahkan massal babi di Sumut, Jumat (17/1). PRAN HASIBUAN/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) membantah berencana memusnahkan (stamping out) ternak babi se-Sumut, untuk menghentikan virus African Swine Fever (ASF) yang sedang mewabah di 18 kabupaten/kota di Sumut.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumut, Azhar Harahap dalam konfrensi pers di Kantor Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan, Jalan Gatot Subroto, Medan, Jumat (17/1) sore.

“Pak gubernur tidak pernah punya statemen akan memusnahkan ternak babi di Sumut. Tidak pernah ada statemen gubernur selama saya dampingi akan memusnahkan babi. Kenapa? Karena saya sudah menjelaskan kepada Bapak Gubernur, bahwa UU Kesrawan di Indonesia tidak membenarkan itu,” kata Azhar kepada wartawan.

Pernyataan Azhar itu menyikapi rencana aksi damai menolak pemusnahan ternak babi di Sumut oleh pihak pengundang, Boasa Simanjuntak dan Hasudungan Siahaan, Selasa (23/1) mendatang.

Menurutnya, pemusnahan babi tidak akan dilakukan karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2012 tentang Kesejahteraan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, Bab III Kesehatan Hewan Pasal 83-Pasal 99. Pemusnahan ternak babi juga melanggar prinsip Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties/OIE). Namun yang paling terpenting adalah karena pemusnahan merugikan masyarakat peternak babi.

“Oleh karena itu, kami sampaikan agar masyarakat peternak babi jangan resah. Gubernur ataupun Pemprov Sumut tidak akan memusnahkan ternak babi di Sumut karena itu merugikan masyarakat, baik secara ekonomi dan budaya,” tegas Azhar.

Seiring terjadinya wabah kolera babi di Sumut, yakni 25 September 2019 yang ditemukan di Dairi dan Humbang Hasundutan (Humbahas), kata dia, Gubsu Edy pada 7 Oktober 2019 sudah memberikan instruksi ke seluruh bupati/wali kota di Sumut untuk mengambil sejumlah langkah-langkah atas kejadian dimaksud. “Pertama, tidak dibenarkan membuang babi yang mati ke sungai, hutan ataupun ke tempat-tempat lainnya. Agar segera ditanam sehingga tidak mencemari lingkungan dan untuk tidak mempercepat penyebaran virus tersebut,” katanya.

Sebab untuk jenis wabah hog cholera maupun Afrika Swine Fever (ASF), sambung Azhar, belum ada obat maupun vaksin yang dapat mengatasinya. Wabah tersebut disebut dia juga sudah terdapat di sembilan negara. “Jadi Indonesia adalah negara kesepuluh yang mendapat penyakit seperti ini,” katanya.

Dia melanjutkan sejak kolera babi di Sumut kian masif, pihaknya bersama Kementerian Pertanian sudah turun langsung ke lapangan. Bahkan Gubsu sudah memerintah supaya dibentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) Penanganan Kolera Babi di wilayah Sumut. “Dan itu sudah terbentuk yang terdiri dari BPBD, Dinas BMBK, Satpol PP, dinas pengairan (SDACKTR), Dinas Lingkungan Hidup, dan TNI/Polri. Kami bersama-sama melakukan pengawalan dan penanganannya,” katanya.

Meski sampai sekarang belum ditemukan obat virus ASF, Pemprovsu lewat TRC terus melakukan langkah pencegahan, antara lain dengan biosekuriti kandang babi (pembersihan dan penyemprotan disinfektan) agar babi yang sehat tidak terjangkit virus ASF. Selain itu, langkah penanganan yaitu untuk sementara dilakukan dengan pengetatan lalu lintas babi (antardesa, kecamatan dan antarkabupaten/kota dan provinsi), termasuk melarang pengiriman babi dari dan keluar Sumut. Langkah-langkah penanganan ini, lanjut Azhar, berhasil mencegah lebih banyak lagi korban babi yang mati karena virus ASF. Per hari, rata-rata babi yang mati hanya 302 ekor, dimana jumlah ini yang paling sedikit dari sejarah virus ASF yang menyerang babi di beberapa negara.

Hingga saat ini, jumlah babi yang mati karena virus ASF di Sumut sekitar 39.000 ekor (yang tercatat berdasarkan laporan) atau paling banyak 42.000 ekor (yang tidak masuk dalam data laporan). Berdasarkan data itu, hanya 3,6% jumlah babi mati dari populasi babi sekitar 1,229 ekor di Sumut.

“Kita yang paling sedikit (jumlah babi mati karena ASF dibandingkan negara-negara lainnya). Bahkan karena keberhasilan kita ini, kita juga diapresiasi Kementerian Pertanian,” pungkasnya. (prn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/